Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pro Kontra Tawaran Kelola Tambang bagi Ormas Keagamaan

9 Juni 2024   14:55 Diperbarui: 11 Juni 2024   12:05 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan bangsa Indonesia, sehingga sudah selayaknya mereka diberikan izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola usaha pertambangan."
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia (Kompas.com 31 Mei 2024)

Adanya tawaran pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dari pemerintah, memunculkan sikap pro dan kontra. Ada ormas keagamaan yang menolak, namun ada juga yang menerima. Serta ada yang masih mempertimbangkan secara matang tawaran tersebut.  

Padahal penawaran tersebut sudah melalui regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken oleh Presiden Jokowi tanggal 30 Mei 2024. Adapun tawaran berlaku lima tahun hingga tahun 2029

Di mana pada pasal 83A ayat 1 menyebutkan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.

Keluarnya PP tersebut merujuk pada UU no 3 tahn 2020 tentang mineral dan batubara (Minerba). Di mana pada pasal 6 ayat 1j yang menyatakan, pemerintah pusat dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas.

Adapun dimaksud WIUPK dalam PP adalah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang IUPK. Dengan adanya PP ini, maka ormas keagamaan bisa ikut serta mengelola tambang lewat IUPK, selayaknya badan usaha lain yang disebutkan dalam UU Minerba.

Namun tidak semua ormas keagamaan menerima penawaran kelola tambang dari pemerintah. Sejumlah ormas keagamaan (lembaga keumatan) sudah menolak tawaran tersebut. Diantaranya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja  Indonesia (PG)I.

Alasan KWI menolak tawaran tersebut, karena lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan, demi terwujudnya tata kehidupan bersama-bersama yang bermartabat.

KWI lebih mendorong supaya tata kelola pembangunan taat asas pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

Adapun alasan PGI menolak pengelolaan tambang karena bukan bidang pelayanan mereka. Juga tidak memiliki kemampuan dalam mengelola tambang. Jika PGI ikut menjadi pelaku usaha tambang, potensial menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri kelak.

Sebaliknya sikap menerima ditunjukkan oleh Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) yang sudah menyiapkan badan usaha untuk mengelola tambang. Di mana menjadi ormas keagamaan pertama yang mengajukan  Permohonan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk mengelola tambang batu bara. (Kompas.com, 7 Juni 2024).  

Alasan PBNU menerima tawaran mengelola tambang, karena NU adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, sehingga bukan hajat agama saja yang dikelola dan diurus, tapi hajat kemasyarakatan termasuk ekonomi, pertanian, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Dilema Aspek Keuangan dan Lingkungan

Adanya sikap pro dan kontra masing-masing ormas keagamaan menyikapi tawaran kelola tambang dari pemerintah, tentu sudah berdasarkan pertimbangan yang relevan. Dan ini patut dihormati sebagai sikap otonom ormas keagamaan, dalam merespon fenomena kehidupan bermasyarakat dan berbangsa

Bahwa mana lebih diutamakan antara sumber keuangan organisasi dengan menjaga kearifan lingkungan, menjadi aspek krusial dari hak dan tujuan ormas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang no 17 tahun 2013 yang telah dirubah menjadi UU no 2 tahun 2017 tentang Ormas.  

Pada pasal 2 menyebutkan, ormas berhak mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka. Juga dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

Sementara dalam pasal 37 menyebutkan, keuangan ormas dapat bersumber dari hasil usaha ormas. Juga kegiatan lain yang sah menurut hukum (peraturan). Serta dari anggaran pendapatan belanja negara dan atau anggaran pendapatan belanja daerah.

Berdasarkan pasal di atas, maka memenuhi sumber keuangan bagi sebuah ormas guna pembiayaan keberlangsungan organisasi adalah keniscayaan. Selama hasil usaha atau kegiatan (investasi tambang) itu sah menurut hukum dan aturan yang berlaku.

Berdasarkan pasal tersebut, maka usaha pengelolaan tambang sebagai sumber keuangan yang dikelola lewat badan usaha (korporasi) ormas, dapat dilakukan jika dikehendaki oleh ormas bersangkutan. Sebagai bentuk upaya mandiri tanpa bergantung pada bantuan pihak lain.

Namun jika menolak untuk mengelola tambang sebagai sumber keuangan ormas, itu merupakan bentuk sikap konsisten yang merujuk pada  pasal 5 UU ormas. Dimana menyebutkan bahwa, ormas bertujuan melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Adanya keberadaan pengelolaan tambang yang merusak lingkungan daerah lingkar tambang, merupakan realitas yang tak bisa dielakkan. Inilah yang turut menjadi dilema bagi ormas keagamaan, untuk ambil bagian dalam usaha yang berpotensi merusak lingkungan.

Kesadaran untuk tidak ambil bagian dalam mendegradasi sumber daya alam dan lingkungan, adalah bentuk sikap yang mengutamakan terjaganya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Mengingat eksploitasi tambang yang terjadi selama ini, tidak berbanding lurus terhadap terjaganya kelestarian lingkungan.

Bukan rahasia lagi jika di beberapa basis wilayah ormas keagamaan yang menjadi lokasi tambang, turut terdampak kerusakan lingkungan. Serta merusak lahan usaha warga yang selama ini menjadi mata pencaharian sehari-hari. Dampak kerusakan (pencemaran) lingkungan inilah yang seringkali menjadi potensi konflik antara perusahaan tambang dan warga sekitar.

Ketidakseimbangan pengelolaan tambang dan kerusakan lingkungan, inilah yang dilihat oleh sebagian ormas keagamaan sebagai bentuk kebablasan yang tidak perlu lagi ormas keagamaan terlibat di dalamnya. Walaupun secara profit dapat menjadi sumber keuangan organisasi yang signifikan.  

Libatkan Ormas Dalam Pengawasan

Niat pemerintah melibatkan ormas keagamaan dalam mengelola tambang lewat regulasi yang ada, tidak serta merta dianggap positif oleh sebagian kalangan. Bahkan dianggap sebagai bentuk jebakan terhadap ormas keagamaan dalam mengelola yang bukan menjadi bidangnya.

Padahal tawaran melalui jalur prioritas tersebut, dapat menjadi bagian dari bentuk kerjasama yang dilakukan antara ormas keagamaan dengan pemerintah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 UU tentang ormas.

Kerja sama dimaksud adalah turut serta memberdayakan potensi ormas keagamaan, membuka lapangan kerja, serta mendorong produktifitas dan pertumbuhan ekonomi lewat pengelolaan sumber daya alam yang kearifan lokal.  

Hal tersebut seturut amanat UU Minerba yang menyebutkan bahwa, pertambangan minerba memiliki peran penting dan memenuhi hajat hidup orang banyak. Serta mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

Tentu ormas keagamaan tidak bisa mengelak dari peran penting atas pemenuhan hajat hidup orang banyak. Bukankah kontribusi ormas keagamaan diperlukan dan bersentuhan dengan peningkatan kesejahteraan anggotanya di basis daerah?

Maka bukanlah hal terlarang jika ormas keagamaan ikut ambil bagian dalam usaha  pengelolaan tambang yang ditawarkan pemerintah. Apalagi jika dikelola dengan mengedepankan aturan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam pasal 65 UU Minerba.

Bahwa setiap Badan Usaha, Koperasi, atau Perusahaan Perseorangan yang melakukan usaha pertambangan, wajib memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. Sudah jelas bahwa persyaratan lingkungan salah satu yang harus dipenuhi, dalam usaha pertambangan.

Benar bahwa pengelolaan tambang rentan terhadap pengrusakan lingkungan. Selain karena kelalaian pengusaha tambang, juga kelalaian pihak pemerintah dalam  melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di lapangan.

Padahal itu sudah menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UU Minerba  Yakni selain menerbitkan perizinan berusaha, juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan  yang dilakukan oleh pemegang perizinan berusaha.

Adanya sorotan ormas keagamaan terhadap praktik pengrusakan lingkungan di daerah lingkar tambang ,mungkin perlu terlebih dahulu dibenahi oleh pemerintah, sebelum memberi tawaran pengelolaan tambang.

Bila perlu, merangkul ormas keagamaan untuk terlibat dalam pengawasan dan kegiatan pendampingan maupun recovery (reklamasi), terhadap kerusakan lingkungan yang terdampak usaha pertambangan. Mungkin ini lebih relevan bagi ormas keagamaan yang menolak untuk mengelola tambang.

Bagi ormas yang masih gamang atau dilema terhadap tawaran pengelolaan tambang, pemerintah perlu melakukan sosialisasi terkait aspek persyaratan yang harus dipenuhi. Serta bagaimana mengelola usaha tambang yang profesional, bertanggungjawab, serta tidak merusak lingkungan.  

Ini sekaligus membuka pandangan ormas keagamaan, bahwa selama ini kepercayaan pemerintah terhadap pengusaha tambang, terkadang masih diabaikan dalam menjaga keseimbangan aspek ekonomi dan lingkungan.  Sehingga menjadi referensi bagi ormas keagamaan, bagaimana seharusnya menjaga kepercayaan dalam mengelola tambang.

Ini penting agar ormas keagamaan tidak merasa 'berdosa' ketika berminat terjun dalam usaha pertambangan yang memberi keuntungan besar dan godaan duniawi, jika tidak bisa mengendalikan diri.  
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun