Revisi Undang-Undang (UU) no 6 tahun 2014 akhirnya disahkan menjadi UU no 3 tahun 2024 tentang Desa, melalui rapat paripurna DPR RI pada bulan Maret 2024 lalu. Pengesahan atas revisi UU tersebut setelah melalui proses penyerapan aspirasi dari daerah, penggodokan dan pada akhirnya disahkan oleh Legislatif di Senayan.
Mencermati pengesahan UU Desa yang sudah direvisi tersebut, salah satunya menitikberatkan pada mengoptimalkan kualitas penyelenggaraan desa melalui pemerintah desa. Ini menjadi faktor penting, mengingat kualitas penyelenggaran menjadi penentu terhadap kemajuan desa.
Pemerintahan dimaksud meliputi unsur Kepala Desa (kades), Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditugaskan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Bisa dibilang keberpihakan UU Desa yang baru terhadap SDM Pemerintah Desa cukup besar. Ini selaras dengan aspirasi yang diperjuangkan oleh Kades sebelumnya. Yakni agar pemberdayaan terhadap kapasitas pemerintah desa diperkuat, sehingga bisa lebih optimal dalam menyelenggara dan membangun desa.
Penguatan dimaksud tertera dalam sejumlah pasal di UU ni 3 tahun 2024 tersebut. Diantaranya pasal 39 menyebutkan Kades memegang jabatan selama 8 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Serta menjabat paling banyak 2 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Sebelumnya dalam UU no 6 tahun 2014 menyebutkan, jabatan Kades selama 6 tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Masa jabatan ini lebih rendah satu tahun dari aspirasi yang diperjuangkan sebelumnya, yakni selama 9 tahun.
Pada artikel saya berjudul Menimbang Urgensi Perpanjangan Masa Jabatan Kades, menyebutkan, jika perpanjangan masa jabatan Kades dianggap bisa menjadi solusi dalam memecahkan tidak optimalnya pembangunan desa, maka bisa menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukan revisi UU Desa.
Dengan masa jabatan yang lebih lama, maka harus disertai kemauan dan komitmen Kades dalam mensejahterakan masyarakatnya. Mengingat Kades menjadi garda terdepan dalam upaya meretas kemiskinan di desa. Juga Kades lah yang berada di depan dalam memimpin inovasi dan terobosan terhadap kemajuan desa.
Dalam pasal 26'UU Desa yang baru ditegaskan, Kades bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di Desa sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Selanjutnya dipertegas dalam revisi pada pasal 27, bahwa Kades menjadi pengayom semua golongan masyarakat. Ketambahan redaksi ini, menjadi legitimasi agar Kades harus menjadi pemimpin bagi semua masyarakatnya tanpa membeda-bedakan. Â
Tentu pasal ini untuk menghindarkan tindakan Kades yang lebih memperhatikan unsur kerabat atau keluarga dalam masa jabatannya. Sementara Kades sebagai seorang pejabat publik tidak dibenarkan melakukan segregasi pelayanan publik selama bertugas.
Soal ketambahan masa jabatan bukan hanya berlaku buat Kades semata, namun juga untuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana disebutkan pada pasal 56 ayat 2 yakni, masa keanggotaan BPD selama 8 tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama.
Yang menarik revisi pasal 56 ini adalah pada ayat yang menyebutkan, Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis dengan memperhatikan 30 persen keterwakilan perempuan.
Ketambahan ayat ini menjadi bukti keberpihakan terhadap SDM perempuan di desa, untuk bisa lebih dominan direkrut dalam keanggotaan BPD. Tentu diyakini dengan keberadaan kaum perempuan di BPD, Â penyelenggaraan desa akan lebih berkualitas.
Dalam UU Desa yang baru ada ketambahan pasal 53A. Dimana menyebutkan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan akuntabilitas kinerja Pemerintah Desa, maka perlu dilakukan penatalaksanaan Pemerintah Desa yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal yang baru ini tentu bertujuan agar kualitas penyelenggaraan desa lebih optimal dengan mengedepankan aspek kompetensi dan akuntabilitas kinerja.Â
Jadi dengan dimasukkannya aspek tersebut dalam UU Desa yang baru, maka menjadi keniscayaan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa yang berkualitas.
Soal mekanisme pencalonan Kades yang sebelum tidak masuk dalam UU desa yang lama, kini terakomodir dalam UU baru dengan ketambahan pasal 34A. Dimana menyebutkan, calon Kades paling sedikit berjumlah 2 orang.
Dalam hal jumlah calon Kades sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Â tidak terpenuhi dan hanya terdapat 1 calon Kepala Desa terdaftar, maka panitia pemilihan Kepala Desa memperpanjang masa pendaftaran calon Kepala Desa selama 15 Â hari.
Selanjutnya dalam hal tidak bertambahnya calon Kades terdaftar setelah perpanjangan masa pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berakhir, panitia pemilihan Kepala Desa memperpanjang kembali masa pendaftaran selama 10 hari berikutnya.
Dengan masuknya mekanisme pencalonan ini, maka polemik soal pencalonan Kades bisa diminimalisir. Karena sudah tertuang dengan jelas dalam UU Desa. Harus diakui mispersepsi terkait mekanisme pencalonan kades, seringkali menjadi potensi konflik di tingkat desa.
Soal hak berupa penghasilan untuk perangkat desa terakomodir dalam UU desa baru dengan ketambahan pasal 50A Dimana menyebutkan, Perangkat Desa dalam melaksanakan tugas berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah.
Selanjutnya mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, dan mendapatkan tunjangan purna tugas 1 kali di akhir masa jabatan, sesuai kemampuan keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Perangkat Desa tdimaksud yakni Sekretariat Desa, Pelaksana Kewilayahan dan  Pelaksana Teknis.
Hal yang sama juga berlaku bagi anggota BPD sebagaimana disebutkan pada pasal 62. Yakni mendapatkan tunjangan dari anggaran pendapatan dan belanja Desa yang bersumber dari alokasi dana Desa dan besarannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Wali Kota.
Selain itu mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan mendapatkan tunjangan purna tugas 1 kali diakhir masa jabatan sesuai kemampuan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Untuk penghasilan Kades sendiri dalam melaksanakan tugas sebagaimana pasal 26, berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah. Juga mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan..
Serta mendapatkan tunjangan purna tugas 1 kali di akhir masa jabatan, sesuai kemampuan keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Termasuk mendapat perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan.
Dengan terakomodirnya aspek penguatan dan pemberdayaan pemerintah desa lewat UU Desa yang baru, maka selayaknya memenuhi optimalisasi kualitas penyelenggaraan desa di Indonesia.Â
Salah satunya dalam memaksimalkan pendapatan desa sebagaimana tertuang pada pasal 72A yang ditambahkan dalam UU Desa.
Dimana pendapatan desa dimaksud yakni, dikelola sesuai dengan prioritas pembangunan desa, pendidikan, pendidikan kemasyarakatan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat guna menciptakan lapangan kerja yang meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa.
Disinilah kinerja pemerintah desa meliputi Kades, Aparatur Desa dan BPD bisa bahu membahu dalam penyelenggaraan pembangunan desa, sesuai dengan amanat pasal 78 UU Desa. Bahwa pembangunan desa bertujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia.
Serta penanggulangan kesenjangan sosial ekonomi melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat setempat.
Tentunya Kades yang mendapat amanah cukup signifikan dalam UU Desa, menjadi ujung tombak dalam penyelenggaran pemerintahan desa  secara inovasi dan bertanggung jawab sebagaimana disebutkan dalam pasal 27.
Pasal ini tidak hanya menyebutkan Kades membuat ldan menyampaikan aporan pertanggungjawaban di akhir masa jabatan lewat forum musyawarah desa, namun juga setiap akhir tahun anggaran secara vertikal kepada Bupati atau Walikota.
Dari sini Bupati atau Walikota bisa mengevaluasi hasil kinerja Kades dalam penyelenggaran desa selama satu tahun berjalan. Apakah mengalami kemajuan terhadap desa, atau sebaliknya mengalami stagnasi.
Tentunya dengan bertambahnya masa jabatan sebagaimana tertuang dalam UU desa  yang baru, Kades bukan saja mampu membuat terobosan dalam penyelenggaraan desa, namun juga lebih optimal dalam mengukir prestasi di masa tugasnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H