Bahwa banyaknya permasalahan yang mencuat, bisa jadi karena pemerintah pusat terlalu asyik dengan ego sektoralnya. Serta tidak memaksimalkan elemen sinergitas yang menjadi faktor penentu sebuah program terimplementasi secara baik dan maksimal.
Kebijakan Holistik Kemandirian Pangan
Sekali lagi para cawapres sudah menegaskan berbagai instrumen yang perlu disiapkan dan dibenahi agar kemandirian pangan dalam negeri bisa terwujud. Serta bisa berkelanjutan demi ketersediaan pangan dalam negeri.
Intinya dalam mewujudkan kemandirian pangan bermuara pada satu hal, yakni dilakukan secara holistik sesuai regulasi yang ada. Holistik dimaksud yakni tuntas di hulu dan tuntas di hilir, sehingga tidak ada celah menunculkan permasalahan.
Artinya di hulu semua instrumen yang berkaitan dengan proses produksi pangan, disiapkan sesuai kebutuhan para produsen pangan yakni petani dan nelayan. Sementara di hilir semua yang berkaitan dengan proses penyimpanan, mobilisasi dan pemasaran pangan, juga disiapkan secara baik.
Tidak bisa hanya di hulu saja yang dibenahi sementara di hilir terbengkalai. Sebaliknya di hulu terbengkalai, sementara di hilir yang dibenahi. Itulah sebabnya mengapa perlu kebijakan yang holistik, agar kedua aspek tersebut bisa berjalan bersama.
Sebagai contoh petani mendapat fasilitas pupuk dan peralatan pasca panen guna menggenjot produktivitas. Namun saat panen tiba, petani terkendala mobilisasi karena infrastruktur jalan yang tidak memadai. Dan ini banyak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, terutama untuk daerah yang terisolir.
Namun tentu saja kebijakan holistik ini bukan hal mudah dan tidak segampang yang direncanakan. Meski berbagai regulasi sudah mengatur secara ideal apa yang harus dilakukan, guna meningkatkan produktivitas dan kemandirian pangan.
Terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan petani selaku produsen pangan misalnya, sudah diatur dalam UU nomor 19 tahun 2013. Sementara untuk perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan serta petambak garam diatur dalam UU nomor 7 tahun 2016.
Juga soal perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diatur dalam UU no 41 tahun 2009. Demikian pula soal fasilitasi cadangan pangan masyarakat sudah diamanatkan UU no 18 tahun 2012 tentang Pangan.
Jika saja semua regulasi ini dijalankan sebagaimana yang diamanatkan dan dikonversi lewat program, maka tidak akan muncul keluhan petani dan nelayan terkait kendala produktivitas. Apakah itu soal pupuk, benih, pakan, peralatan, irigasi, permodalan, infrastruktur dan berbagai kendala lainnya.