Dengan kondisi tidak memiliki akses transportasi laut, transportasi udara yang minim serta transportasi darat yang lumayan jauh dan waktu tempuh berjam-jam, menandakan aksesibilitas ke Toraja tidak efektif bagi wisata leisure.
Dengan kondisi tersebut, maka aspek aksesibilitas sejatinya menjadi anomali terhadap aspek 5A yang dibutuhkan dalam mendukung sektor pariwisata di Toraja. Â
Mengapa anomali? karena dengan kondisi aksesibilitas yang tidak efektif tersebut, justru tidak menghalangi animo kunjungan wisatawan ke Toraja. Serta tidak menjadi kendala untuk melihat langsung destinasi yang  ada.
Saat berada di Makale pada libur akhir tahun 2023 lalu, saya berjumpa dengan bus-bus besar yang datang dari arah Makasar membawa wisatawan. Bahkan banyak juga yang datang menggunakan kendaraan roda empat untuk berwisata ke Toraja.
Maka bisa dipastikan kunjungan wisatawan ke destinasi Toraja dominan adalah via transportasi darat. Sekaligus menjawab anomali aksesibilitas yang harus ditempuh dengan waktu yang lama dan jarak yang jauh. Â
Padahal biasanya dengan jarak yang jauh akan membuat wisatawan malas untuk datang berkunjung. Apalagi destinasi tersebut tidak dilengkapi aspek 5A yang mutlak dibutuhkan. Yakni aksesibilitas, atraksi wisata, aktivitas wisata, akomodasi serta amenities atau keberadaan fasilitas pendukung.
Walau aksesibilitas tidak efektif, namun pesona Toraja yang meliputi keindahan alamnya, tradisi adat budaya yang unik, serta hospitality (keramahtamahan) yang sudah terkenal di kalangan wisatawan, menjadi daya tarik untuk dikunjungi.
Destinasi wisata alam seperti Londa, Kete Kesu, Buntu Burake, Lolai (negeri di atas awan) dan lainnya yang sudah dikenal dikalangan wisatawan, terus dikunjungi. Seperti tidak lengkap rasanya ke Toraja, jika tidak berkunjung ke berbagai destinasi tersebut.
Pun dengan tradisi adat budaya yang tidak ada di daerah lain di Indonesia, seperti upacara Rambu Solo, dan Mangrara Banua yang dilaksanakan secara besar-besaran. Dimana menjadi daya tarik terutama bagi wisatawan mancanegara.
Keberadaan aktivitas (event) wisata dan upacara adat istiadat dan seni budaya yang menjadi tradisi turun temurun, ditambah keunikan bangunan khas Toraja (Tongkonan) yang Instagramable, itulah keunggulan yang menutupi kekurangan aspek aksesibilitas. Â