Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Membumikan Konsepsi Politik dan Melambungkan Elektabilitas Capres

15 Desember 2023   21:40 Diperbarui: 17 Desember 2023   07:27 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu | kompas.id/chy

Salah satu indikator keberhasilan kandidat Calon Presiden (Capres) dalam perhelatan kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) adalah, sejauh mana konsepsi politik dari kandidat tersebut terbaca secara masif di ruang publik pada masa kampanye.

Pasalnya, antara kandidat sebagai objek dan kandidat sebagai konsep, merupakan dua hal yang berbeda. Sebagai objek, kandidat sebagai insan manusia tidak akan ada yang bisa menampiknya. Tapi sebagai konsep, maka dukungan terhadap sosok kandidat pasti menghadirkan pro kontra.

Mengapa? karena konsep merupakan batasan-batasan dalam kesadaran pemikiran. Contohnya, kandidat A menyebut dirinya sebagai figur yang layak untuk dipilih, maka belum tentu konstituen yang lain akan setuju. Walau ada juga konstituen lain yang setuju memberikan pilihan.

Namun ketika kandidat tersebut menawarkan gagasan dan program lewat konsep yang menarik, maka bisa jadi akan menarik simpati pemilih yang dominan untuk memilihnya. Karena tidak ada keterpilihan yang signifikan, tanpa menawarkan gagasan dan program.

Maka mensosialisasikan konsepsi politik di ruang publik pada masa kampanye, merupakan bentuk penawaran politik yang nyata dari seorang kandidat. Karena penawaran politik dalam perhelatan Pilpres hanya ada dua pilihan.

Yakni pertama, penawaran politik gagasan dan program dan kedua, penawaran politik provokasi, hoaks dan sejenisnya. Terkait tawaran program pun terbagi dua. Yakni yang hendak melanjutkan program pemerintahan sebelumnya, serta yang hendak melakukan perubahan.

Maraknya pemasangan alat peraga guna mensosialisasikan kandidat Capres saat memasuki tahapan Pilpres, membuat publik jadi mengenal dan punya referensi terhadap masing-masing kandidat. Ini salah satu strategi yang sudah tepat.

Faktanya penawaran politik yang sampai di ruang publik saat ini, masih dalam konteks penawaran politik gagasan dan program. Ini bisa terbaca lewat jargon maupun narasi yang terpampang pada alat peraga maupun instrumen kampanye lainnya. Termasuk pada konten di media sosial.

Walau kadang terselip juga narasi yang bersifat resistensi dan mendegradasi, namun harus diakui penawaran politik model ini tidak bisa dielakkan. Padahal dalam berbagai literaai politik, narasi seperti fitnah dan hoaks tidak dibenarkan, karena merusak spirit berdemokrasi yang sehat dan fair.

Yang jelas tidak ada yang salah pada jargon yang tertera di alat peraga, seperti poster, spanduk atau baliho selama relevan dengan konsepsi politik yang diusung. Karena dari situlah, publik jadi mengenal konsepsi politik dari masing-masing kandidat.

Sebut saja jargon "Lanjutkan Indonesia Maju" oleh pasangan Prabowo-Gibran, "Gerak Cepat Indonesia Unggul" oleh pasangan Ganjar-Mahfud serta jargon "Perubahan" oleh pasangan Anies-Muhaimin.

Baliho pasanga Capres-Cawapres Ganjar-Mahfud di ruas jalan kota Makasar. Dokumentasi pribadi
Baliho pasanga Capres-Cawapres Ganjar-Mahfud di ruas jalan kota Makasar. Dokumentasi pribadi

Ini semua adalah bentuk konsepsi politik berupa gagasan yang dikonversi dalam program masing-masing kandidat. Persoalannya, bagaimana kandidat lewat tim pemenangnya mampu membuat konsepsi politik tersebut dapat diterima publik.

Dalam artian, konsepsi politik tersebut benar-benar membumi ke tataran praksis dan diterima oleh publik, sebagai sebuah keyakinan politik untuk memilih Capres yang tepat pada Pemilu nanti.

Karena hakekat kontestasi politik adalah memberikan edukasi kepada publik. Di satu sisi dapat memframing publik untuk senantiasa berpikir besar, lewat konsepsi politik dari sang kandidat Capres.

Tugas Tim Pemenangan

Membunikan konsepsi politik adalah menjadi tugas tim pemenangan, tim relawan dan simpatisan Capres. Maka celakalah tim pemenangan yang tidak dapat membumikan konsepsi politik dari kandidat ketingkat grassroot.

Celaka dimaksud adalah selain konsepsi politik tidak tersosialisasi baik ke tingkat akar rumput, juga target untuk melambungkan elektabilitas Capres tidak berjalan maksimal. Pada akhirnya keterpilihan yang bermuara pada kemenangan tidak terwujud.

Spanduk pasangan Prabowo-Gibran terpasang di Kota Makassar. Dok Pri
Spanduk pasangan Prabowo-Gibran terpasang di Kota Makassar. Dok Pri

Jargon yang sudah dibuat bagus hanya menjadi slogan yang menggantung di awan, jika tidak dapat dinarasikan dan dikomunikasikan secara baik. Terlebih jika narasi dan komunikasi politik, membias ke hal yang tidak substansi.

Karena harus diingat, narasi dan komunikasi politik haruslah diarahkan untuk membangun peradaban. Ini sebuah keniscayaan. Karena dalam narasi dan komunikasi mengandung pesan politik dalam dimensi nilai, simbol dan struktural.

Di satu sisi demokrasi adalah instrumen untuk penyampaian pesan-pesan politik kepada publik. Yakni pesan yang berkaitan dengan urusan keseharian di depan pintu-pintu rumah publik. Urusan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat.

Jika pesan ini digeser ke hal-hal yang tidak berkaitan kepentingan publik, maka patut dipertanyakan konsepsi politik dari sang kandidat. Salah satunya ingin meraih kemenangan dengan pendekatan antagonisrik.

Dalam buku Komunikasi Politik Multimedia menyebutkan, ada tiga saluran komunikasi yang dapat menyampaikan pesan politik kepada publik. Yakni secara interpersonal, organisasi dan media massa termasuk medsos didalamnya.

Maka gunakanlah medsos sebaik-baiknya untuk menarasikan konsepsi politik kandidat yang didukung. Kita yakin banyak pengguna medsos yang masih memggunakan rasionalitas dalam menerima informasi. Walaupun ada juga yang menggunakan perasaan alias baper.

Pengguna medsos yang terbawa baper inilah yang rentan terdampak informasi provokasi maupun hoaks. Dimana pada akhirnya memberikan dukungan bukan karena pendekatan konsepsi politik yang ditawarkan, tapi lebih pada subjektivitas dari sang kandidat.

Apapun bentuk salurannya, kita berharap konten yang terkait konsepsi politik kandidat Capres akan semakin menarik dan mencerahkan oleh para tim pemenangan maupun prakrisi politik. Jika ini dilakukan maka kita optimis, Pilpres kedepan adalah sebuah kontestasi yang sejatinya memberikan edukasi politik kepada publik.

Dampak Terhadap Elektabilitas

Berdasarkan hasil survei terbaru di Bulan Desember 2023 ini, sudah terbaca siapa kandidat Capres-Cawapres yang meraih elektabilitas tertinggi. Yakni pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Hampir di semua survei yang dirilis, pasangan tersebut meraih elektabilitas tertinggi. Termasuk survei Litbang Kompas yang menempatkan Prabowo-Gibran berada di urutan pertama dengan perolehan elektabilitas 39,3 persen. Menyusul pasangan Anies-Muhaimin 16,7 persen dan Ganjar-Mahfud dengan 15,3 persen.

Melambungnya hasil survei Prabowo-Gibran, mengindikasikan skema kerja untuk membumikan konsepsi politik pasangan ini mendapat simpati dari konstituen. Serta indikasi bagaimana konsepsi politik yang menbumi, berdampak signifikan pada elektabilitas Capres.

Dengan mengusung jargon melanjutkan program Indonesia Maju, menjadi penawaran politik yang bernas ke publik. Bahwa jika terpilih, pasangan ini komitmen meneruskan program Indonesia Maju yang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi. Demi penerataan pembangunan lewat pendekatan Indonesia Sentris.

Lewat jargon yang simpel, padat namun efektif, dan menyertakan aspek Jokowi didalamnya, ternyata lebih diterima sebagai sebuah konsepsi pokitik yang realistis dan relevan dengan kondisi Indonesia sekarang.

Soal aspek Jokowi yang turut melambungkan elektabikitas Prabowo-Gibran, tentu sebuah keniscayaan. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam dialog di salah satu stasiun TV Nasional.

Bahwa faktor Jokowi effec turut mempengaruhi tingkat elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran. Maka pilihan terhadap konsepsi politik berupa gagasan dan program Indonesia Maju, lebih mendapat tempat di sebagian besar konstituen, berdasarkan pada hasil survei terkini.

Tentu hasil survei belum menjamin kemenangan Capres dalam Pilpres nanti. Namun setidaknya bisa menjadi tolak ukur dan panduan bagi Capres dan tim pemenangan, dalam menghadapi rivalitas konstestasi dengan sisa waktu yang ada  

Masih panjang waktu untuk menbumikan konsepsi politik kepada konstituen. Masih ada kesempatan untuk mengevaluasi skema pemenangan yang sudah dilakukan.

Terutama dalan meyakinkan konstituen yang berada dalam kelompok "undecided voters" atau swing voters yang masih bimbang menentukan pilihan. Dimana dari hasil survei Litbang Kompas mencapai 28,7 persen. 

Konfigurasi politik dan elektabilitas bisa saja berubah pada hari pencoblosan nanti. Tergantung siapa Capres yang bisa meyakinkan konstituen, bahwa konsepsi politiknya lebih layak untuk bangsa Indonesia pada lima tahun mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun