Ada juga patung singa berbahan perunggu berjumlah delapan, terdiri empat di depan dan empat di belakang bangunan Pendopo Ageng. Kemudian ada juga seperangkat alat gamelan yang usianya sudah ratusan tahun. Penyusunan gamelan ini dibagi tiga kategori, sesuai tingkat kesakralannya.
Di bangunan Pendopo Ageng, wisatawan diminta melepas alas kaki baik sepatu atau sandal dan dimasukkan ke kantongan yang sudah disediakan pengelola. Alasannya, karena bangunan Pendopo Ageng dianggap sakral, sehingga untuk berada di bangunan tersebut harus tanpa alas kaki.
Disinilah spirit penghormatan dan penghargaan terhadap nilai budaya dan kearifan lokal di kedepankan. Wisatawan diajak untuk menghormati kesakralan bangunan tersebut. Hingga menuju ruang Paringitan yang menjadi pembatas dengan ruang Dalem Ageng, alas kaki masih tetap dilarang.
Ruang Dalam Ageng sendiri merupakan tempat sakral di Pura Mangkunegaran yang tidak boleh didokumentasikan. Di ruang ini, tradisi acara khusus keluarga Mangkunegaran digelar serta menyimpan sejumlah benda koleksi bersejarah. Termasuk dua harimau asli yang diawetkan dan berusia ratusan tahun.
Selanjutnya, wisatawan diarahkan menuju bangunan Bale Warni yang merupakan tempat tinggal putri keluarga keturunan Mankunegaran pada masa lalu. Di bangunan ini wisatawan diperbolehkan menggunakan alas kaki sepatu atau sandal.
Bangunan ini terlihat seperti asrama, namun tertata tapi dan terdapat sejumlah dokumentasi aktivitas dan keluarga putri Mangkunegaran. Ada juga bajan kuliner yang dikonsumsi oleh para putri untuk menjaga kecantikan dan kesehatan tubuh.
Terakhir, adalah spot bangunan Pracimayasa yang merupakan ruang berkumpul keluarga Mangkunegaran. Bangunan ini terlihat elegan walau sudah ada dari masa lalu. Terdiri dari ruang pertemuan dan ruang makan. Di ruang pertemuan ada perangkat meja dan kursi yang berbalut emas.