Benteng yang berdiri kokoh di tengah Kota Solo itu terlihat sunyi. Pagar besi berwarna hijau berukuran besar dan tinggi, terlihat tertutup rapat. Menandakan tidak boleh ada orang yang bisa masuk ke dalam Benteng, tak terkecuali para wisatawan.
Serombongan emak-emak berbaju putih yang sedang melakukan trip ke Solo terlihat berdiri di depan Benteng Vastenburg. Niat untuk masuk tertahan oleh pagar tinggi yang tertutup rapat. Akhirnya rombongan tersebut hanya bisa berdokumentas di depan Benteng.
Saya salah satunya yang ikut tertahan di depan Benteng. Ekspektasi untuk mengeksplor destinasi sejarah peninggalan Kolonial Belanda tersebut, harus terhenti di depan pagar. Dari balik pagar, saya coba melihat ke dalam areal Benteng, namun yang terlihat hanya lahan terbuka berukuran luas.
Saya sendiri menyempatkan membuat dokumentasi dari beberapa spot di luar bangunan. Walau dari luar, namun keberadaan Benteng Vastenburg tetap instagramable untuk sekedar dokumentasi.
Tentu sebuah kerugian sudah jauh-jauh datang ke Solo, namun tidak menyempatkan untuk berdokumentasi dengan latar bangunan sejarah yang dibangun tahun 1775, atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff.
Dari tampak luar, terlihat bendera merah putih di lantai atas bangunan berwarna putih tersebut. Terlihat juga tulisan Vastenburg di sebelah kanan dan tulisan tahun 1775-1779 di sebelah kiri tembok Benteng.
Di sekeliling tembok benteng terdapat parit yang berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan. Berdasarkan literasi yang ada, Benteng ini dulunya dibangun sebagai pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta.Â
Tepat di bawah tulisan nama Benteng dan tahun keberadaan bangunan berdiri, terdapat dua patung arca berwarna hitam. Keberadaan dua patung tersebut sangat mencolok mata, membuat keberadaan Benteng terlihat eksotis.
Tertutupnya Benteng Vastenburg bagi kunjungan wisatawan, menjadi pemandangan yang tidak lazim. Selama ini dari kunjungan saya ke destinasi sejarah berupa Benteng di daerah, bisa diakses dan terbuka untuk wisatawan.
Beberapa yang saya kunjungi tersebut diantaranya Benteng Fort Rotterdam di Makassar, Benteng Moraya di Tondano dan Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Tentu ada biaya masuk bagi wisatawan yang berkunjung ke destinasi Benteng tersebut.
Bagi wisatawan yang berminat pada destinasi sejarah dan terlanjur traveling ke Solo, harus menahan diri untuk mengeksplor keberadaan bagian dalam Benteng Vastenburg. Wisatawan hanya bisa mengeksplor dari luar Benteng saja.
Di lokasi saya mendapati hanya ada seorang petugas Pol PP Kota Solo yang menginforrnasikan, bahwa saat ini pengunjung tidak boleh masuk ke dalam Benteng. Dimana hanya bisa sampai di depan pagar saja.
Dari petugas tersebut didapatkan informasi, jika Benteng hanya terbuka untuk kegiatan berupa event atau sejenisnya. Namun untuk kunjungan wisata, masih tertutup hingga saat ini.
"Beberapa waktu lalu ada event digelar di dalam Benteng. Jadi hanya bisa masuk kalau ada event. Sekarang dikunci karena tidak ada event," ujarnya sembari memeriksa kembali gembok pagar, untuk memastikan jika sudah terkunci rapat.
Salah seorang ibu pelaku UMKM yang berjualan di depan Benteng Vastenburg membenarkan, jika pengunjung boleh masuk ke dalam jika ada event. Â "Benar pak, nanti jika ada event baru bisa masuk, " ungkapnya.
Bisa jadi Benteng teribuka untuk pelaksanaan event, karena pendekatan provit bagi pihak pengelola. Atau lewat event, tanggung jawab keamanan dalam Benteng bisa lebih terkontrol oleh pihak event organizer atau komunitas yang punya gawean.
Berkat bantuan ibu inilah, saya bisa membuat dokumentasi di depan Benteng Vastenburg. Dan sebagai tinbal baliknya, saya membeli produk kuliner UMKM berupa dodol seharga Rp 10 ribu perkemasan.
Namun tertutupnya Benteng Vastenburg bukan tanpa alasan. Saat ini sedang terjadi sengketa hukum yang melibatkan kebetadaan aset di Benteng Vastenburg yang membutuhkan kepastian hukum.
Dilansir dari Kompas. com menyebutkan, sejumlah titik di Benteng Vastenburg Kota Solo, Jawa Tengah, disita oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 26 Juli 2023.
Sebuah ironi juga ada aset peninggalan sejarah tersangkut sengketa hukum. Dan ini baru saya temui terjadi di Kota Solo. Di mana-mana yang namanya destinasi wisata sejarah, dikelola pemerintah atau stakeholder terkait menjadi sarana edukasi bagi wisatawan maupun masyarakat.
Tentu ini bisa menjadi pelajaran bagi stakeholder terkait, agar aset peninggalan sejarah di tanah air harus dijaga dan jangan sampai terkena kasus hukum. Dampaknya tidak akan bisa dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Karena tidak bisa mengeksplor Benteng Vastenburg, saya beranjak mengunjungi sejumlah dsstinasi yang lokasinya tidak jauh dari Benteng tersebut. Yakni di sekitaran Kecamatan Pasar Kliwon Solo.Â
Diantaranya Patung Slamet Riyadi, Balaikota Surakarta dan Alun-alun Solo. Disini saya mendapati satu meriam peninggalan masa lalu yang terlihat masih  awet. Saya menyusuri destinasi tersebut sembari tmendokumentasikan spot yang menarik.
Saya juga berkunjung pasar Klewer yang terkenal di Solo. Kemudian singgah di pusat grosir Solo yang menjual produk pakaian batik. Yang menarik harga pakaian batik sangat terjangkau dan kualitasnya juga bagus.
Karena waktu yang terbatas di Solo, saya juga menyempatkan berkunjung ke destinasi Pura Mangkunegaran, selaku tempat kediaman para Adipati Mangkunegaran yang dibangun oleh Mangkunegara I tahun 1757.
Satu hal yang saya dapatkan dari kunjungan pertama kali ke Solo, bahwa beruntunglah kota tersebut memiliki banyak destinasi peninggalab sejarah masa lalu yang bisa dilihat dan dikunjungi oleh generasi sekarang.
Tentu saja dari destinasi tersebut, kita bisa berkontemplasi tentang kehidupan peradaban masa lalu, untuk dimanifestasikan demi kebaikan peradaban masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H