Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tantangan dan Upaya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan di Sulteng

22 Oktober 2023   22:15 Diperbarui: 23 Oktober 2023   02:29 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai negara agraris perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.

Lead pengantar di atas, termaktub dalam Undang-Undang (UU) no 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dimana dalam pasal 1 ayat 3 menyebutkan, lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Sementara dalam pasal 8 menyebutkan, pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat.  

Upaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat baik di daerah maupun nasional, adalah hal penting untuk direalisasikan. Dimana untuk bisa mewujudkan hal tersebut, perlu diselenggarakan pembangunan pertanian berkelanjutan di setiap daerah. Termasuk juga di daerah Sulawesi Tengah (Sulteng).

Harus diakui, lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris. Karena terdapat sejumlah besar penduduk Indonesia (termasuk di Sulteng) yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian.

Dengan demikian, lahan tidak saja memiliki nilai ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan memiliki nilai religius.  Maka dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, keberadaan lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian.

Terutama pada kondisi yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan.  Lahan merupakan sumber daya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat.

Konsekuensi Pertambahan Penduduk

Antara pertambahan penduduk dan membangun ketahanan pangan adalah konsekuensi sekaligus tugas utama bagi pemerintah dalam mengatasi dua realitas tersebut. Dimana pemerintah dituntut untuk bisa menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara, sehingga berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan secara kontinyu.

Adanya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri, mengakibatkan terjadinya degradasi dan alih fungsi serta fragmentasi lahan pertanian pangan. Dimana telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.

Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus bertambah jumlahnya, ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan. Dimana akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang.

Komoditi tanaman pangan di Sulteng sangat prospek karena lahan yang subur. Doc Pri
Komoditi tanaman pangan di Sulteng sangat prospek karena lahan yang subur. Doc Pri

Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pangan. Sementara ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan Indonesia harus sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sejatinya dalam pasal 9 UU no 41 tahun 2009 telah mengisyaratkan antisipasi pertumbuhan penduduk, kebutuhan konsumsi pangan, pertumbuhan produktivitas; serta kebutuhan pangan nasional,  melalui perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Yakni melalui kawasan, lahan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan

Di satu sisi upaya untuk penambahan lahan pangan sebagai upaya penambahan ketersediaan pagan, dapat dilakukan melalui pengembangan terhadap kawasan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan sebagaimana disebutkan pada pasal 27 UU no 41 tahun 2009.

Pengembangan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota, masyarakat dan korporasi yang kegiatan pokoknya di bidang agribisnis tanaman pangan. Korporasi yang dimaksud dapat berbentuk koperasi dan/atau perusahaan inti plasma dengan mayoritas sahamnya dikuasai oleh warga negara Indonesia.

Terkait ekstensifikasi kawasan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, dilakukan berupa pencetakan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Selanjutnya penetapan lahan pertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan, serta pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Adapun pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan, terutama dilakukan terhadap tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Amanat UU tersebut sejatinya sudah diimplementasikan oleh setiap pemerintah daerah. Walau diakui masih terdapat berbagai kendala di dalamnya. Namun tuntutan antisipasi ketahanan pangan sebagai konsekuensi pertambahan penduduk, membuat pemerintah daerah harus lebih sigap memaksimalkan potensi lahan pangan yang ada.

Fenomena Alih Fungsi Lahan

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, adanya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya alih fungsi serta fragmentasi lahan pertanian pangan. Dimana telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.

Tentu saja alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya.

Alih fungsi lahan pertanian selama ini kurang diimbangi oleh upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan. Serta sering berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani.

Tugas pemerintah daerah menjaga tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian. Doc Pri
Tugas pemerintah daerah menjaga tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian. Doc Pri

Sebagaimana disebutkan dalam UU no 41 tahun 2009, bahwa alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah perubahan fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, menjadi bukan lahan pertanian pangan berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.

Realitas terjadinya alih fungsi lahan ini hampir terjadi di semua daerah di Indonesia termasuk juga di wilayah  Sulteng  terutama di kabupaten Sigi. Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Sigi, faktor kesadaran dan permodalan yang dibutuhkan oleh petani, sehingga dengan mudahnya melakukan alih fungsi lahan menjadi lahan bukan pertanian yakni pemukiman.

Seperti diketahui kabupaten Sigi merupakan kabupaten tumpuan desakan pembangunan kota Palu, khususnya pemukiman. Kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan kota Palu yakni Sigi Biromaru, Dolo, Kinovaro dan Marawola merupakan incaran masyarakat maupun developer dalam melakukan pengembangan perumahan.

Pemerintah Kabupaten Sigi sebenarnya telah menetapkan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sigi Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pada Perda tersebut telah ditetapkan bahwa kawasan pertanian pangan berkelanjutan seluas 17.393 ha dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan seluas 22.432 ha.

Kawasan kabupaten Sigi terdiri dari  75 persen adalah kawasan hutan lindung dan hanya 25 persen yang merupakan kawasan pemukiman serta budidaya.  Meliputi pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan lahan penggembalaan serta perikanan.

Maka Kabupaten Sigi tidak memiliki lahan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pangan berkelanjutan, diluar dari kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Bupati tersebut.

Dalam pelaksanaannya Dinas TPHP Kabupaten Sigi belum bisa mengimbangi antara aturan LP2B tersebut dengan kebutuhan hidup masyarakat petani. Dalam artian, seringkali petani butuh modal besar untuk kebutuhannya. Dan harapannya hanya pada lahan tersebut dan terpaksa menjual lahan itu guna memenuhi kebutuhannya,

Dinas TPHP Sigi sulit untuk melarangnya, mengingat itu merupakan kebutuhan masyarakat petani. Maka kedepannya dalam melakukan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan ini harus disertai dengan penyertaan modal.

Tujuannya  agar petani yang kesulitan biaya hidup dan hanya mengandalkan jual lahan pertanian bisa teratasi dan tidak menjual lahan pertaniannya dan dialih fungsikan. Mengingat Kabupaten Sigi juga menjadi tumpuan pangan bagi Kota Palu dan IKN kedepannya.

Pentingnya Penataan Ruang Wilayah

Perlindungan lahan pertanian pangan sendiri, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang wilayah. Untuk itu, perlindungan lahan pertanian pangan perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan yang perlu dilindungi.

Hal tersebut turut ditegaskan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat melakukan peresmian Kawasan Pangan Nasional (KPN) di Desa Talaga Kabupaten Donggala Provinsi Sulteng  tanggal 4 Oktober 2023 lalu. Adapun KPN seluas 1123 hektar, ditujukan sebagai penyangga pangan ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.

Dimana menurut Wapres, terkait tata ruang dan wilayah harus tetap memenuhi kaidah-kaidah lingkungan dan hukum. Serta kesesuaian tata ruang wilayah, baik Provinsi Sulteng maupun Kabupaten Donggala. Adapun tata ruang yang bagus salah satunya dapat didukung dengan pembangunan sarana prasarana untuk menunjang proses tanam hingga pendistribusian.

Kawasan pertanian pangan sendiri merupakan bagian dari penataan kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Namun dalam kenyataannya lahan-lahan pertanian pangan berlokasi di wilayah kota juga perlu mendapat perlindungan.

Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan upaya yang tidak terpisahkan dari reforma agraria. Yakni mencakup upaya penataan yang terkait dengan aspek penguasaan atau pemilikan. Serta aspek penggunaan atau pemanfaatan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Ketentuan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktifitas pertanian pangan yang sesuai. Untuk mengimplementasikan, diperlukan pengaturan terkait dengan penguasaan atau pemilikan lahannya. Agar penguasaan atau pemilikan lahan terdistribusikan secara efisien dan berkeadilan.

Pada saat yang sama diharapkan luas lahan yang diusahakan petani dapat meningkat secara memadai, sehingga dapat menjamin kesejahteraan keluarga petani. Serta tercapainya produksi pangan yang mencukupi kebutuhan.

Menggarisbawahi  pernyataan Wapres, bahwa tata ruang yang bagus salah satunya dapat didukung dengan pembangunan sarana prasarana untuk menunjang proses tanam hingga pendistribusian,  maka upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Sigi patut diapresiasi.

Dimana terus melakukan pemenuhan tanggung jawab dalam menyediakan dan mengelola prasarana pertanian dari tahun ke tahun. Berupa pembangunan baru, revitalisasi serta rehabilitasi jalan usaha tani, jalan produksi, jaringan dan irigasi tersier. Juga pembangunan embung, Rice Milling Unit (RMU), Unit Pengolahan Hasil (UPH pangan/hortikultura/perkebunan) yang bersumber dari anggaran APBD, DAK maupun APBN.

Pemerintah Kabupaten Sigi juga terus melakukan pengendalian terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan melalui mekanisme perizinan, proteksi, penyuluhan dan insentif. Insentif yang diberikan berupa prioritas utama mendapatkan bantuan bagi lahan yang masuk kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Pada akhirnya  yang dibutuhkan saat ini adalah konsistensi dan komitmen setiap pemerintah daerah untuk menerapkan dengan baik  regulasi yang ada. Meliputi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, serta Peraturan Presiden No 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan.

Jika semua  regulasi ini diterapkan, maka keberadaan lahan pertanian pangan akan selalu terlindungi. Disatu sisi produksi komoditi pangan oleh petani akan  terus berlangsung, sehingga antisipasi kemandirian serta ketahanan pangan baik di daerah maupun secara nasional akan senantiasa terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun