Beberapa waktu lalu saat di Surabaya, saya bertemu wisatawan asal Jerman yang sedang traveling ke destinasi wisata di Pulau Jawa dan Bali. Dia menyukai destinasi wisata alam yang sudah diagendakan untuk dikunjungi.
Karena belum pernah berkunjung ke Pulau Sulawesi, maka saya sampaikan sejumlah destinasi wisata yang eksotis terutama di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng). Seperti Kepulauan Togean, Danau Poso, Lembah Loire, Paralayang Wayu, Pantai Tanjung Karang dan destinasi lainnya.
Untuk meyakinkan dirinya, saya memperlihatkan postingan di kanal YouTube, termasuk dokumentasi pribadi destinasi yang sudah pernah saya kunjungi. Dia terkagum-kagum melihat keindahan panorama alam destinasi wisata di Sulteng.
 "Amazing," ujarnya. Dia pun tertarik jika traveling lagi ke Indonesia akan memasukkan agenda wisata ke Sulteng.  Saya berharap semoga dia masih hafal nama destinasi wisata di Sulteng, sehingga tidak lupa untuk traveling nantinya.
Potret keterbatasan informasi destinasi wisata di Pulau Sulawesi pada umumnya dan Sulteng pada khususnya, adalah realitas yang tak bisa dielakkan. Wisatawan asal Jerman tersebut, merupakan salah satu contohnya.
Walaupun tidak bisa digeneralisasi bahwa banyak wisatawan mancanegara buta terhadap keberadaan destinasi wisata di Pulau Sulawesi, namun setidaknya masih ada wisatawan yang memang tidak mengetahui sama sekali.
Soal minimnya informasi dan referensi terkait destinasi wisata di Pulau Sulawesi dan Sulteng pada khususnya, tentu menjadi tantangan dalam upaya mempromosikan destinasi wisata bagi kalangan wisatawan mancanegara.
Mengapa justru literasi wisata bagi wisatawan mancanegara masih berpusar di Pulau Bali dan Jawa. Padahal Pulau Sulawesi khususnya Sulteng juga punya destinasi yang eksotis, serta promosi wisata juga sudah gencar dilakukan sejak dulu.
Adakah yang salah dalam promosi wisata? Apakah sistem promosi yang belum dapat menjangkau secara luas dikalangan wisatawan mancanegara? Atau karena jejaring informasi dan promosi yang belum terbangun baik selama ini?