Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Antara Impian, Momentum, dan Kaleidoskop 2022

30 Desember 2022   20:16 Diperbarui: 14 Januari 2023   18:44 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap tempat adalah momentum menghadirkan gagasan. Doc Pri

"Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian."
- Eleanor Roosevelt-

Sebagaimana adagium pada lead artikel diatas, saya meyakini setiap orang menghendaki masa depan yang didasarkan pada impian yang dimiliki.

Tentu bukan impian akan masa depan suram yang dikehendaki, tapi impian akan masa depan yang baik dan cemerlang. Setidaknya masa depan yang diwarnai dengan kesuksesan.

Tidak sedikit orang mengharapkan masa depan yang diwarnai gemerlap kekayaan, harkat dan jabatan yang mumpuni. Itu tentu sebuah keniscayaan. Karena impian adalah terkait soal sesuatu yang ingin dicapai.

Namun ada juga yang tidak menghasratkan masa depan yang sempurna. Sebaliknya masa depan dimana dirinya bisa eksis dengan kearifan, kesahajaan serta akal budinya.

Setiap orang bebas memiliki impian atau imajinasi tentang sesuatu yang terbaik dalam hidupnya. Serta mana yang berguna bagi kehidupannya. Masing-masing orang punya standar ideal akan impiannya

Tak ada yang bisa melarang tiap orang untuk punya impian yang indah  Namun satu hal yang pasti, dalam meraih impian dibutuhkan aktualisasi. Juga butuh realisasi.

Impian itu tidak bergantung di awan-awan, sebaliknya harus turun ke bumi, menjadi realita. Karena antara impian dan realita adalah dua dimensi yang berbeda. Dalam impian kita menghendaki hidup sejahtera, namun dalam realita ternyata bertolak belakang.

Statistik pencapaian di tahun 2022. Doc Kaleidoskop Kompasiana
Statistik pencapaian di tahun 2022. Doc Kaleidoskop Kompasiana

Demikian pula impian untuk meraih sukses dan menghasilkan sebuah karya, harus diaktualisasikan dalam wujud nyata. Harus ada upaya dan proses yang konsisten.

Ibarat punya impian menjadi seorang Kompasianer Centang Biru, ya harus diwujudkan lewat karya tulisan bernas dengan label Artikel Utama.  

Untuk sampai ke tahap ini tentu butuh waktu dan perjuangan. Serta mengasah diri untuk terus menghasilkan karya. Jangan berhenti atau pesimis, bahwa untuk mencapai Centang Biru adalah sesuatu yang tak mungkin.  

Sejatinya, setiap impian adalah imajinasi yang bisa dikonversi menjadi ide brilian serta gagasan cemerlang. Gagasan itulah yang menjadi cikal bakal hadirnya sebuah karya bagi kemaslahatan peradaban.

Maka setiap kesempatan menjadi momentum untuk kehadiran ide dan gagasan baru. Kadang momentum tidak datang dua kali, sehingga manfaatkanlah setiap momentum yang datang.

Berbagai tempat maupun saat interaksi dengan orang lain, bisa menjadi momentum hadirnya sebuah gagasan. Dengan banyak melihat disetiap tempat serta banyak mendengar disetiap interaksi, maka banyak pula gagasan yang bisa didapat.

Namun harus diakui, tidak semua orang punya kemampuan bagaimana menghadirkan gagasan tersebut. Serta bagaimana mengkonversinya menjadi sebuah karya  tulisan.  

Padahal gagasan adalah soal angle atau sudut pandang. Dimana dari sudut pandang itulah yang menuntun dalam menyusun karya tulisan yang akan dibuat. Untuk bisa menentukan sudut pandang, memang gampang-gampang susah.

Bagi yang sudah terbiasa, akan sangat mudah untuk menentukan sudut pandang. Namun yang belum terbiasa, akan mengalami kesulitan. Itu sudah pasti.

Menentukan sudut pandang penting dalam mengkonversi gagasan. Doc Pri
Menentukan sudut pandang penting dalam mengkonversi gagasan. Doc Pri

Yang jelas soal sudut pandang ini, ada pembelajarannya. Bagi yang mau belajar akan punya pengetahuan bagaimana sudut pandang ditentukan. Akan sangat membantu mengkonversi setiap gagasan menjadi karya tulisan yang bernas.  

Saya bersyukur lewat kemampuan menentukan sudut pandang ini, memudahkan mengkonversi gagasan menjadi karya tulisan.

Saya juga bersyukur bisa punya kesempatan berada di berbagai tempat dengan landscape alam yang indah dan eksotik. Menikmati secangkir kopi sembari berkontemplasi akan karya Sang Pencipta.

Inilah momentum berharga akan hadirnya gagasan. Selanjutnya semua mengalir begitu saja. Tak butuh waktu lama untuk bisa mengkonversi gagasan tersebut, menjadi artikel bernas. Bahkan beberapa artikel mendapat label Artikel Utama di Kompasiana.

Dari statistik Kaleidoskop Kompasiana 2022,  pencapaian jumlah artikel utama saya sebanyak 17, sementara di tahun 2021 hanya sebanyak 3 artikel utama. Tentu ini sebuah lompatan quantum dalam menghasilkan artikel utama di tahun ini.

Saya tentu terus mengasah diri bagaimana menyusun artikel yang bernas. Bukankah sebagai Kompasianer kita bangga mendapat label Artikel Utama dan direkomendasikan untuk dibaca banyak orang.

Kaleidoskop  2022 adalah indikator dan pencapaian atas kinerja saya dalam berkarya di Kompasiana. Dan tentu saja impian saya untuk mendapat predikat Kompasianer Centang Biru ditahun ini sudah terwujud.

Menyongsong Tahun  2023 slogan saya tidak berubah masih tetap, "Menulis Untuk Peradaban." Tentu saya masih akan terus menghadirkan banyak momentum, mengkonversi menjadi gagasan ldan mengaktualisasikan dalam karya tulisan.

Impian yang sederhana, namun semoga berguna untuk Peradaban.

Selamat menyongsong Tahun Baru 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun