Premis 1Â : Tidak ada kejadian tembak menembak yang melibatkan Brigadir Joshua dan Bharada Eliezer.
Premis 2Â : Â Kematian Brigadir Joshua akibat pembunuhan berencana, bukan pelecehan seksual.
Konklusi : Brigadir Joshua tewas karena pembunuhan berencana, bukan karena tembak menembak akibat pelecehan seksual.
Untuk dapat mewujudkan Premis dan Konklusi tersebut, berbagai fakta dan bukti hukum sudah diumbar oleh Kuasa Hukum keluarga Brigadir Joshua ke ruang publik secara terang benderang.
Dan luar biasanya, publik memberikan atensi dan keberpihakan kepada sang Kuasa Hukum. Dan lebih ajaibnya, satu persatu tuntutan yang dimohonkan terealisasikan. Mulai dari pemakaman secara kedinasan, pencopotan jabatan mereka yang terlibat, hingga penetapan Irjen Ferdy Sambo dan tiga lainnya sebagai tersangka.
Penyampaian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo,  bahwa  tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan. Sebaliknya peristiwa penembakan yang menyebabkan Brigadir Joshua meninggal dunia yang dilakukan oleh Bharada Eliezer atas perintah Irjen Ferdy Sambo
Sampai disini Premis tentang adanya kejadian tembak menembak yang menewaskan Brigadir Joshua yang sudah terbangun di ruang publik telah gugur, seiring dengan pernyataan Kapolri. Dimana berangkat dari pengakuan tersangka Bharada Eliezer sendiri dan menjadi pintu masuk bagi Timsus menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.
Gugurnya Premis tembak menembak tersebut tentu membuat pihak keluarga Joshua berlega hati. Kini Premis soal pelecehan seksual yang akan digugurkan perlu penantian. Seiring dengan penyidikan Timsus untuk mengungkap motif penembakan yang sesungguhnya.
Walau seharusnya jika ditarik rangkaian kronologisnya, maka gugurnya Premis tembak menembak, harusnya dikuti pula dengan gugurnya Premis pelecehan seksual. Â Karena Premis yang dibangun tentang pelecehan seksual menjadi penyebab terjadinya tembak menembak. Dan menjadi Konklusi (Kesimpulan), bahwa Brigadir Joshua ditembak karena motif tersebut
Inilah puncak perjuangan keluarga dan kuasa hukum Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat  untuk memulihkan nama baik almarhum. Bahwa tidak benar kematian almarhum Joshua, karena dilatar belakangi oleh kasus pelecehan seksual.
Karena kalau benar kejadian tersebut, mengapa CCTV di TKP sebagai barang bukti harus dihilangkan. Apalagi sampai rusak tersambar petir. Ini kejanggalan yang tidak dapat diterima dalam alam kesadaran publik.
Ibarat kisah fiksi yang hendak dikonversikan ke kisah nyata, namun menyertakan narasi kontradiksi dan kejanggalan, maka tidak akan bisa diterima publik. Menjadi hal yang logis disampaikan oleh Kuasa Hukum, untuk menampik tuduhan pelecehan seksual terhadap almarhum.
Tuduhan tanpa bukti adalah fitnah. Apalagi membangun Premis dan Konklusi tak sesuai kenyataan ke ruang publik. Itu sesat logika namanya. Baik sesat dalam logika komunikasi maupun dalam logika hukum.