Hari ini tanggal 18 Oktober 2021 Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berkantor Sinode di Tentena Kabupaten Poso genap berusia 74 Tahun. Sebuah usia yang bisa dikatakan sangat matang dalam menjalani dinamika pelayanannya yang penuh dengan berbagai tantangan.
74 Tahun bukanlah waktu yang singkat bagi sebuah Lembaga Keumatan sebesar GKST untuk hadir di Sulawesi Tengah dalam membangun spritualitas iman lewat para  Pelayan (Pendeta) bagi banyak Jemaatnya.
Dan tentu bukan hal mudah bagi GKST untuk bisa eksis mengaktualisasikan pelayanannya di tengah kemajuan peradaban yang menuntut setiap elemen jemaat untuk juga maju dan berkembang.
Karena dalam realitasnya, disparitas (Kesenjangan) antar Jemaat di Desa dan di Kota dalam lingkup GKST menjadi sebuah keniscayaan. Disparitas yang tentu saja berdampak bagi kapasitas para Pelayan yang bertugas di wilayah pedesaan, dimana diperhadapkan dengan berbagai keterbatasan.
Maka sudah selayaknya dalam usia 74 tahun GKST lewat Majelis Sinode, Para Pendeta dan Stakeholder di Jemaat, perlu berkontemplasi terhadap keberadaan GKST dalam perannya terhadap umat dan daerah Sulawesi Tengah.
Satu hal yang menjadi bahan pencerahan adalah, bagaimana GKST lewat para Pendetanya dapat hadir di tengah jemaat dan masyarakat sebagai sebuah mimbar yang terbuka dalam berteologia sekaligus mengaktualisasikan nilai nilai religiusitas.
Bahwa hakekat mimbar terbuka dapat diartikan sebagai aksi pelayanan nyata dan luas. Dimana pesan pesan teologis bukan hanya dominan dilakukan dari atas mimbar gedung gereja pada setiap ibadah minggu atau ibadah kelompok.
Namun lebih dari pada itu pesan teologis harus dapat teraktualisasikan di ruang ruang terbuka (Publik) baik di kebun, di kolam, di sawah, di pesisir laut, di hutan, di tempat usaha, atau dimanapun anggota Jemaat beraktivitas.
Itulah ruang bersama (Together Room) yang membutuhkan sentuhan pelayanan dari para pelayan lingkup GKST. Â Sentuhan yang dapat menguatkan jemaat bagaimana hidup dijalani dengan keyakinan dan penuh pengharapan dalan dimensi spritualitas yang baik dan benar. Â
Menjadi mimbar yang terbuka sebagai tantangan GKST di tengah kemajuan jaman, sejatinya adalah implementasi dari karakter Initatio Christi atau mengikuti Kristus. Dimana pelayanan dan mukjizat yang dilakukan Yesus justru banyak terjadi di luar Bait Suci atau di ruang ruang publik.
Kehadiran Yesus di ruang publik, berinteraksi dan melakukan percakapan dengan banyak orang adalah wujud dari mimbar terbuka yang tidak harus dilakukan dari dalam gedung Gereja. Inilah bentuk pendekatan pelayanan, dimana jemaat dapat merasakan kesaksian dan pencerahan iman yang dapat mengubah sikap hidup. Â
GKST dalam usianya yang semakin matang tak bisa mengelakkan panggilan peran yang lebih nyata. Dimana dituntut untuk bisa menampakkan diri sebagai tanda yang menghadirkan cita rasa kehidupan.baru dan memancarkan terang sukacita di jemaat dan masyarakat.
Presensia GKST tidak semata menarasikan keselamatan surgawi dalam dimensi bersekutu dari atas mimbar gereja. Namun lebih dari pada itu lingkup GKST bersinggungan dengan dimensi lain yang bersentuhan dengan kehidupan jemaat. Yakni kemiskinan, ketertinggalan, Â keterbatasan dan kerusakan ekologi.
Memaknai GKST tidak sekedar sebagai sebuah organisasi semata tapi sebagai jalan hidup (Way of Life), Â maka selayaknya melakukan tindakan positif, realistis dan kreatif dalam membangun jemaat. Baik dalam aspek material maupun spiritualitas.
Tentu jalan hidup jemaat yang dimaksud adalah mereka menggeluti aktivitas petani, nelayan, peternak, pelaku UMKM, buruh pabrik, penambang tradisional, perawat, penyuluh, pegawai honor serta semua jemaat yang setiap saat membutuhkan "mukjizat" agar aspek material dan spiritual tercukupi secara seimbang.
Ini hanya dapat terwujud jika ada kesamaan dan penguatan paradigma dalam lingkup Pelayan GKST dimulai dari tingkatan Sinode hingga jemaat.  Menjadikan mimbar terbuka sebagai skema pelayanan yang luas dan  langsung  bersentuhan dengan Jemaat. Membangun kesadaran teologi yang membumi agar ada perubahan terhadap lingkungan berjemaat.
Menjadikan GKST sebagai mimbar terbuka sejatinya adalah kerja kerja peradaban dari sebuah pelayanan yang holistik. Dimana selain menyuarakan keselamatan dari atas mimbar gereja, namun juga turun langsung menyarakan hakekat kehidupan atas tantangan yang dihadapi jemaat dan masyarakat.
Inilah tantangan GKST seiring dengan bertambahnya usia dan menjawab kemajuan jaman. Pilihannya adalah ingin terjadi perubahan atau tidak. Jika ingin melakukan perubahan maka menjadi tanggung jawab bersama baik Sinode dan seluruh stakeholder GKST dimanapun berada.
Dirgahayu 74 Tahun GKST. Tetaplah optimis dalam menghadapi tantangan dan kiranya Tuhan akan selalu hadir (Omni Present) dalam berbagai karya pelayanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H