Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Merawat 10 Jenis Koleksi Sejarah di Museum Sulawesi Tengah

12 Oktober 2021   11:23 Diperbarui: 12 Oktober 2021   22:52 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Historika benda meriam yang dipamerkan.Doc Pri

Historia Magistra Vitae atau Sejarah Adalah Guru Kehidupan. Jika diartikan lebih mendalam, maka sejarah adalah saksi zaman, sinar kebenaran, kenangan hidup, guru kehidupan dan pesan dari masa lalu.  

Bukti bahwa sejarah adalah pesan dari masa lalu, dapat dilihat dari keberadaan museum yang menyimpan berbagai benda benda  koleksi sejarah. Koleksi sejarah tersebut memberi pesan bagaimana peradaban masa lalu dijalani, hingga beranjak pada peradaban masa kini dengan mewariskan peninggalan bersejarah.

Benda benda koleksi sejarah itulah yang kini tersimpan rapi di Museum Sulawesi Tengah yang pembangunan fisiknya dari sejak tahun 1977/1978. Ada 10 jenis koleksi sejarah yang tersimpan meliputi koleksi Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika/Heraldika atau Mata Uang Kuno, Filologika, Keramologika, Seni Rupa dan Teknologika.

Sebagai warga Sulawesi Tengah tentu belum lengkap rasanya, jika belum pernah berkunjung ke museum yang ada di daerah sendiri. Lebih lebih jika museum berada di dalam kota dan mudah dijangkau sarana transportasi. Serta memiliki beragam benda koleksi sejarah yang layak untuk dilihat.

Maka dalam momentum Peringatan Hari Museum Nasional yang jatuh pada tanggal 12 Oktober, saya menyempatkan berkunjung ke Museum Sulawesi Tengah yang berlokasi di jalan Kemiri Kota Palu. Ini adalah kunjungan pertama kalinya, guna melihat langsung keberadaan benda koleksi sejarah yang dipamerkan.

Koleksi Historika benda meriam yang dipamerkan.Doc Pri
Koleksi Historika benda meriam yang dipamerkan.Doc Pri

Bukan apa apa, sejumlah museum di Tanah Air sudah sempat saya kunjungi. Diantaranya Museum La Galigo di lokasi Benteng Fort Rotterdam Makassar, Museum Mulawarman di Tenggarong, Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta serta Museum Zoologi di Kebun Raya Bogor.

Bahkan di Museum Zoologi Kebun Raya Bogor, saya sempat terkejut mendapati koleksi Burung Maleo yang berasal dari daerah Sulawesi ada di museum tersebut. Burung Maleo sendiri menjadi salah satu Satwa Endemik yang dilindungi di daerah Sulawesi Tengah, karena keberadaannya yang semakin langka.

Kunjungan ke berbagai museum tentu bukan bermaksud untuk membandingkan benda benda koleksi yang ada. Karena tiap tiap daerah punya sejarahnya masing masing. Tapi untuk memaknai tapak peradaban masa lalu yang termanifestasikan lewat benda benda koleksi sejarah dan tersimpan di museum tersebut berada.

Benda koleksi di gedung pameran tetap II. Doc Pri
Benda koleksi di gedung pameran tetap II. Doc Pri

Kunjungan ke museum juga sebagai salah satu alternatif destinasi wisata budaya dan sejarah yang bisa memberikan edukasi. Bahkan terkadang dengan melihat koleksi sejarah masa lalu yang ada di museum, akan menghadirkan rasa kekaguman atas karya karya monumental para leluhur yang tidak lekang oleh waktu.

Miliki Ribuan Benda Koleksi

Berdasarkan data yang tercatat tahun 2012, ada sebanyak kurang lebih 7472 benda koleksi sejarah yang ada di Museum Sulawesi Tengah. Namun dari ribuan benda koleksi tersebut hanya 10 persen yang dipamerkan. Sementara benda benda koleksi lainnya tersimpan di gudang penyimpanan (Storage) museum.

Tidak semua benda koleksi bisa dipamerkan karena keterbatasan gedung pameran di museum. Namun meskipun sebagian benda benda koleksi tersimpan di gedung penyimpanan, namun pada waktunya benda benda koleksi tersebut tetap dipamerkan. Misalnya pada pameran temporer atau pameran keliling yang digelar oleh Museum Sulawesi Tengah.

Museum Sulawesi Tengah dikategorikan sebagai museum umum, dimana ada dua gedung pameran di museum tersebut. Adapun untuk 10 jenis koleksi benda sejarah yang disebutkan sebelumnya, sebagian besar dipamerkan di gedung Pameran Tetap II.

Pengelola museum memperlihatkan koleksi Patung Arca. Doc Pri
Pengelola museum memperlihatkan koleksi Patung Arca. Doc Pri

Berdasarkan buku pedoman kunjungan Museum Sulawesi Tengah data tahun 2012 untuk koleksi Geologika yang dimiliki sebanyak 52 buah. Koleksi Biologika 25, Etnografika  5274, Arkeologika 616, Historika 211, Numismatika/Heraldika 432, Filologika 26, Keramologika 815, Seni Rupa 16 dan Teknologika 5 buah.

Saya sendiri didampingi Kepala Seksi Pengelolaan dan Pemanfaatan Museum Sulawesi Tengah Ibu Masitha Masuara dan peneliti Bapak Rim, berkesempatan melihat benda benda koleksi yang dipamerkan di gedung Pameran Tetap II. Meskipun demikian saya senang dapat melihat berbagai koleksi yang ada  Salah satunya jenis koleksi Historika berupa meriam peninggalan masa lalu.

Adapun gedung Pameran Tetap I untuk saat ini masih tertutup untuk pengunjung karena masih dalam pembenahan. Pasalnya gedung pameran sempat rusak saat gempa dasyat melanda kota Palu tahun 2018 lalu. Hingga tahun 2021 gedung Pameran Tetap I, belum bisa dikunjungi masyarakat untuk melihat benda koleksi yang ada

Dilihat dari kapasitasnya, sebenarnya gedung Pameran Tetap I ukurannya lebih besar dari gedung Pameran Tetap II. Dan disini turut dipamerkan unsur benda koleksi budaya tematik ,berupa arsitektur, kain serta alat musik tradisional daerah Sulteng.

Sebelum gempa tahun 2018 pengunjung bisa masuk ke dua gedung pameran dengan karcis masuk sebesar Rp 3000. Dimana pengunjung ada yang datang selain dari Sulawesi Tengah ada juga yang datang dari Sulawesi Barat. Namun selama masa pandemi Covid19 museum masih tertutup untuk pengunjung.

Salah satu kegiatan pameran yang digelar museum. Doc Pri
Salah satu kegiatan pameran yang digelar museum. Doc Pri

Yang menarik di halaman Museum Sulawesi Tengah, terdapat koleksi sejumlah Patung Arca dari situs Megalith yang dapat dilihat oleh pengunjung. Seperti diketahui di Propinsi Sulawesi Tengah sendiri terutama di wilayah  dataran Lore Kabupaten Poso, terdapat situs Megalith dari jaman batu yang diperkirakan berasal dan masa 2351-1416 SM.

Upaya pengelola Museum Sulawesi Tengah dalam menyimpan, menjaga dan merawat benda benda koleksi sejarah baik saat terjadi bencana alam maupun bencana non alam perlu diapresiasi. Mengingat begitu berharganya keberadaan benda benda koleksi tersebut, sebagai peninggalan dari peradaban masa lalu untuk bisa dilihat di masa kini.


Paradigma Public Oriented

Sebagai museum yang menyimpan 10 jenis koleksi sejarah, maka visi dari Museum Sulawesi Tengah adalah menjadi destinasi wisata budaya dan sejarah. Maka paradigma yang dibangun dalam pengelolaan museum mengalami pergeseran, yakni bukan lagi sebagai Object Oriented tapi Public Oriented.  

Ibu Masitha Masuara di ruang kerjanya. Doc Pri
Ibu Masitha Masuara di ruang kerjanya. Doc Pri

Dalam membangun paradigma tersebut, maka pengelola museum membuat program dan kegiatan yang menjadikan Museum Sulawesi Tengah familiar di masyarakat. Dimana minat dan kesadaran terhadap keberadaan museum sebagai pusat pendidikan non formal dimulai dari tingkatan PAUD, SD, SMP, SMU hingga Perguruan Tinggi. Juga masyarakat umum yang peduli terhadap museum.

"Kami sebenarnya punya berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat umum dari kategori anak hingga orang dewasa. Ini semua sebagai wujud membangun paradigma Public Oriented. Dimana kita ingin museum bukan dimaknai sebagai objek menyimpan benda koleksi semata, tapi sebagai pusat informasi dan pengetahuan bagi publik," tutur Masitha Masuara.

Untuk itulah, salah satu program yang disiapkan adalah membuat web site sebagai media informasi dan komunikasi museum Sulteng. Karena harus diakui di era konvergensi saat ini, media komunikasi penting untuk penyebaran informasi serta sosialisasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengelola Museum Sulawesi Tengah.

Untuk membangun paradigma Public Oriented terhadap museum memang tidak mudah. Mengingat adanya paradigma negatif masyarakat terhadap museum yang dianggap sebagai tempat angker dan tidak punya nilai. Jangankan untuk berkunjung, pandangan terhadap museum sebagai pusat pengetahuan masa lalu saja, sudah keliru sejak dalam pikiran.

Karena itulah dalam momentum Peringatan Hari Museum Nasional, terobosan yang lebih nyata harus dilakukan untuk menjadikan museum semakin diminati oleh masyarakat.  Para pengelola Museum Sulawesi Tengah harus pro aktif menjemput bola, guna bisa mendatangkan pengunjung dan diberikan edukasi tentang bagaimana peradaban daerah ini pada masa lalu.

Berpose di depan Museum Sulawesi Tengah. Doc Pri
Berpose di depan Museum Sulawesi Tengah. Doc Pri

Momentum Hari Museum Nasional adalah momentum untuk penguatan political will bagi stakeholder museum yang memiliki tugas mulia dalam menghidupkan kenangan masa lalu bagi generasi sekarang.

Yakni generasi yang hidup dengan pondasi pengetahuan sejarah yang baik, sehingga menjadi generasi yang mencintai daerah dan bangsanya. Sebaliknya bukan sebagai generasi minim literasi yang tidak mengenal sejarah peradaban daerahnya, tempat dimana ia hidup dan berpijak.

Semoga kedepan Museum Sulawesi Tengah akan terkelola lebih profesional. Serta menjadi destinasi wisata budaya dan sejarah yang diminati banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun