Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Merawat 10 Jenis Koleksi Sejarah di Museum Sulawesi Tengah

12 Oktober 2021   11:23 Diperbarui: 12 Oktober 2021   22:52 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengelola museum memperlihatkan koleksi Patung Arca. Doc Pri

Sebelum gempa tahun 2018 pengunjung bisa masuk ke dua gedung pameran dengan karcis masuk sebesar Rp 3000. Dimana pengunjung ada yang datang selain dari Sulawesi Tengah ada juga yang datang dari Sulawesi Barat. Namun selama masa pandemi Covid19 museum masih tertutup untuk pengunjung.

Salah satu kegiatan pameran yang digelar museum. Doc Pri
Salah satu kegiatan pameran yang digelar museum. Doc Pri

Yang menarik di halaman Museum Sulawesi Tengah, terdapat koleksi sejumlah Patung Arca dari situs Megalith yang dapat dilihat oleh pengunjung. Seperti diketahui di Propinsi Sulawesi Tengah sendiri terutama di wilayah  dataran Lore Kabupaten Poso, terdapat situs Megalith dari jaman batu yang diperkirakan berasal dan masa 2351-1416 SM.

Upaya pengelola Museum Sulawesi Tengah dalam menyimpan, menjaga dan merawat benda benda koleksi sejarah baik saat terjadi bencana alam maupun bencana non alam perlu diapresiasi. Mengingat begitu berharganya keberadaan benda benda koleksi tersebut, sebagai peninggalan dari peradaban masa lalu untuk bisa dilihat di masa kini.


Paradigma Public Oriented

Sebagai museum yang menyimpan 10 jenis koleksi sejarah, maka visi dari Museum Sulawesi Tengah adalah menjadi destinasi wisata budaya dan sejarah. Maka paradigma yang dibangun dalam pengelolaan museum mengalami pergeseran, yakni bukan lagi sebagai Object Oriented tapi Public Oriented.  

Ibu Masitha Masuara di ruang kerjanya. Doc Pri
Ibu Masitha Masuara di ruang kerjanya. Doc Pri

Dalam membangun paradigma tersebut, maka pengelola museum membuat program dan kegiatan yang menjadikan Museum Sulawesi Tengah familiar di masyarakat. Dimana minat dan kesadaran terhadap keberadaan museum sebagai pusat pendidikan non formal dimulai dari tingkatan PAUD, SD, SMP, SMU hingga Perguruan Tinggi. Juga masyarakat umum yang peduli terhadap museum.

"Kami sebenarnya punya berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat umum dari kategori anak hingga orang dewasa. Ini semua sebagai wujud membangun paradigma Public Oriented. Dimana kita ingin museum bukan dimaknai sebagai objek menyimpan benda koleksi semata, tapi sebagai pusat informasi dan pengetahuan bagi publik," tutur Masitha Masuara.

Untuk itulah, salah satu program yang disiapkan adalah membuat web site sebagai media informasi dan komunikasi museum Sulteng. Karena harus diakui di era konvergensi saat ini, media komunikasi penting untuk penyebaran informasi serta sosialisasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengelola Museum Sulawesi Tengah.

Untuk membangun paradigma Public Oriented terhadap museum memang tidak mudah. Mengingat adanya paradigma negatif masyarakat terhadap museum yang dianggap sebagai tempat angker dan tidak punya nilai. Jangankan untuk berkunjung, pandangan terhadap museum sebagai pusat pengetahuan masa lalu saja, sudah keliru sejak dalam pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun