Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pentingnya Penguasaan Komunikasi Publik bagi Elit Politik

19 September 2021   10:39 Diperbarui: 20 September 2021   08:00 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisdayanti yang transparan, Krisdayanti juga yang disoroti. Itulah dilema sang Wakil Rakyat yang baru pertama kali meniti karir politiknya di Senayan. Lalu apa yang bisa dijadikan pelajaran bagi elit politik dalam berkomunikasi di ruang publik.

Krisdayanti mungkin tidak menyangka pernyataannya soal besaran gaji Anggota DPR RI menjadi pemberitaan nasional dan merepotkan semua pihak. Setidaknya itu yang ia sampaikan saat memberikan klarifikasi kepada Fraksi PDI Perjuangan DPR RI terkait pernyataannya.

Dirinya akhirnya meminta maaf kepada Fraksi atas pernyataan yang menimbulkan kegaduhan dan dinilai tidak pantas disampaikan dalam kondisi pandemi saat ini. 

Krisdayanti seperti baru tersadar inilah politik. Dimana salah berkomunikasi di ruang publik, bisa turut memberi citra negatif. Bukan saja bagi dirinya serta Lembaga tempatnya bekerja, tapi juga Partai Politik yang dinaunginya.

Krisdayanti sesungguhnya tidak harus disalahkan amat, hanya karena pernyataannya soal besaran gaji Anggota Dewan menimbulkan kegaduhan. 

Karena sebagai seorang politisi sudah menjadi tugasnya untuk menyampaikan transparansi di ruang publik. Termasuk soal besaran gaji yang diterima setiap bulannya.

Setidaknya pembelaan disampaikan Akbar Faizal atas keberanian Krisdayanti untuk bersikap transparans dalam perbincangan di podcash yang dipandunya. 

Menurut Akbar, keberanian Krisdayanti seharusnya diapresiasi. Karena sudah mau transparan dan publik jadi tahu soal besaran gaji Anggota DPR RI.

Krisdayanti memang tidak salah, tapi ada dua hal yang diabaikan saat dirinya tampil berkomunikasi di ruang publik. Pertama, apakah relevan jika dirinya menyampaikan besaran gaji dan tunjangan yang diterima, disaat rakyat lagi susah karena pandemi yang berkepanjangan.

Doc IG Krisdayanti
Doc IG Krisdayanti

Jika saja alam pikir Krisdayanti tersadarkan, bahwa tidak elok bicara besaran gaji ditengah kondisi rakyat yang sedang terdampak pandemi, maka dirinya akan menahan diri untuk bicara besaran nominal dalam perbincangan di ruang publik.

Kedua, apakah pernyataannya tidak akan menimbulkan post truth, mengingat masih ada masyarakat yang menerima informasi berdasarkan pendekatan perasaan bukan rasionalitas. 

Jika Krisdayanti sadar akan realitas ini, maka dirinya akan bersikap hati hati dalam mengeluarkan pernyataan yang sensitif.

Namun sudah terlanjur terjadi, pernyataan soal besaran gaji menjadi polemik di media massa dan turut menggerus keberadaannya sebagai seorang politisi dari PDI Perjuangan. 

Narasi 'politisi lugu' yang mencuat di media sosial, adalah bukti tergerusnya kapasitas Krisdayanti. Sebuah narasi yang pasti turut merembet ke Parpol yang dinaunginya.

Kita berpikir positif saja, bahwa gaji serta tunjangan lain yang cukup besar jumlahnya, digunakan Krisdayanti untuk kepentingan konstituen di daerah. 

Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, Krisdayanti pasti banyak membantu masyarakat di dapilnya. Penjelasan ini yang tidak tersampaikan ke publik, sehingga tidak terjadi keseimbangan informasi.

Sampai disini satu hal yang belum dimiliki Krisdayanti adalah penguasaan komunikasi publik sebagai seorang elit politik sekaligus Wakil Rakyat. 

Terkesan Krisdayanti belum teruji sebagai elit politik yang terampil dalam berkomunikasi lewat narasi yang memberikan pesan edukasi dan pencerahan kepada publik.

Terbukti dengan belum menguasai kemampuan tersebut, Krisdayanti 'terjebak' dalam berkomunikasi di ruang publik. 

Alam sadar Krisdayanti tidak cepat memfilter mana yang relevan disampaikan dan mana yang tidak relevan. Mana pernyataan yang dapat memberi citra negatif dan mana yang dapat memberi citra positif terhadap Lembaga dan Parpolnya.

Jika tidak memiliki kemampuan komunikasi publik, maka bisa dipastikan Krisdayanti minim akan literasi dan referensi. Sehingga menjadi instrospeksi bagi dirinya untuk mulai belajar, bagaimana menjadi politisi yang cakap dan handal di bidang komunikasi publik.

Di satu sisi menjadi instrospeksi bagi sebuah Parpol, bahwa penting untuk membekali elit politiknya yang duduk sebagai Wakil Rakyat dengan pengetahuan komunikasi publik yang mumpuni. 

Karena tugas elit politik adalah memberikan pencerahan di ruang publik setiap saat. Bukan sebaliknya menjadi politisi hampa terlebih blunder di ruang publik.

Jika di rasa rasa belum cukup memiliki kemampuan komunikasi publik, maka sebaiknya Parpol atau Lembaga DPR tidak mendelegasikan elit politiknya tampil di ruang publik yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. 

Sebaiknya elit politik yang menguasai komunikasi publik dan berwawasan luas yang bisa didelegasikan.

Karena sudah keseringan publik mendapati elit politik yang menimbulkan kegaduhan di ruang publik dengan narasi narasi yang tidak mencerahkan. 

Sementara esensi dari komunikasi publik adalah menghadirkan pesan politik yang memberi dimensi pesan nilai kepada publik. Peran inilah yang dilakukan seorang komunikator politik apakah itu elit Parpol, Eksekutif maupun Legislatif.

Maka sebagai seorang komunikator politik, Krisdayanti masih punya kesempatan untuk memperkuat kapasitas diri dengan menguasai komunikasi publik. 

Karena kita tentu prihatin narasi 'politisi lugu' harus disematkan kepada seorang Krisdayanti. Padahal dirinya adalah seorang Wakil Rakyat yang sejatinya memiliki kemampuan  sebagai modal utama duduk di Senayan.

Semoga dengan belajar dari pengalaman, Krisdayanti dapat menghitung hari, kapan saatnya tampil kembali di ruang publik. Yakni sebagai seorang komunikator politik handal dengan narasi narasi yang mencerahkan dan mengedukasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun