Jika tidak memiliki kemampuan komunikasi publik, maka bisa dipastikan Krisdayanti minim akan literasi dan referensi. Sehingga menjadi instrospeksi bagi dirinya untuk mulai belajar, bagaimana menjadi politisi yang cakap dan handal di bidang komunikasi publik.
Di satu sisi menjadi instrospeksi bagi sebuah Parpol, bahwa penting untuk membekali elit politiknya yang duduk sebagai Wakil Rakyat dengan pengetahuan komunikasi publik yang mumpuni.Â
Karena tugas elit politik adalah memberikan pencerahan di ruang publik setiap saat. Bukan sebaliknya menjadi politisi hampa terlebih blunder di ruang publik.
Jika di rasa rasa belum cukup memiliki kemampuan komunikasi publik, maka sebaiknya Parpol atau Lembaga DPR tidak mendelegasikan elit politiknya tampil di ruang publik yang berpotensi menimbulkan kegaduhan.Â
Sebaiknya elit politik yang menguasai komunikasi publik dan berwawasan luas yang bisa didelegasikan.
Karena sudah keseringan publik mendapati elit politik yang menimbulkan kegaduhan di ruang publik dengan narasi narasi yang tidak mencerahkan.Â
Sementara esensi dari komunikasi publik adalah menghadirkan pesan politik yang memberi dimensi pesan nilai kepada publik. Peran inilah yang dilakukan seorang komunikator politik apakah itu elit Parpol, Eksekutif maupun Legislatif.
Maka sebagai seorang komunikator politik, Krisdayanti masih punya kesempatan untuk memperkuat kapasitas diri dengan menguasai komunikasi publik.Â
Karena kita tentu prihatin narasi 'politisi lugu' harus disematkan kepada seorang Krisdayanti. Padahal dirinya adalah seorang Wakil Rakyat yang sejatinya memiliki kemampuan  sebagai modal utama duduk di Senayan.
Semoga dengan belajar dari pengalaman, Krisdayanti dapat menghitung hari, kapan saatnya tampil kembali di ruang publik. Yakni sebagai seorang komunikator politik handal dengan narasi narasi yang mencerahkan dan mengedukasi.