Setelah lama ditunggu, akhirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 60 tahun 2021 Tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, diteken oleh Presiden Jokowi tanggal 22 Juni dan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM tanggal 30 Juni 2021.
Perpres yang  memuat 21 pasal tersebut, menjadi regulasi yaang signifikan terhadap penyelamatan 15 Danau Prioritas Nasional di Indonesia. Meliputi Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara, Danau Singkarak di Sumatera Barat, Danau Maninjau di Sumatera Barat, Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Danau di Provinsi Banten, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah.
Selanjutnya Danau Batur di Provinsi Bali, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Kaskade Mahakam (Melintang, Semayang, dan Jempang) di Kalimantan Timur, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Danau Limboto di  Gorontalo, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Matano di Sulawesi Selatan, dan Danau Sentani di Papua.
Keluarnya Perpres tersebut tentu menjadi  kabar baik bagi sejumlah Daerah di Indonesia yang memiliki Danau Prioritas Nasional dari ancaman, bahkan yang sudah mengalami pengrusakan lingkungan dan ekosistem lingkar danau.
Juga buat daerah yang mengalami konflik pemanfaatan sumber daya alam danau yang melibatkan multi stakeholder. Termasuk masyarakat lingkar danau yang turut terkena dampak sosial dan hingga kini  tidak jelas penanganannya oleh pihak pihak terkait.
Karena Perpres diteken oleh Presiden dan diundangkan oleh Kemenkumham dipertengahan tahun 2021, maka menjadi momentum kado HUT Republik Indonesia ke 76 bagi daerah daerah yang memiliki Danau Prioritas Nasional. Kado yang tentu saja bermanfaat bagi daerah untuk memulihkan dan menyelamatkan kembali keberadaan danau yang telah mengalami kerusakan akibat pemanfaatan yang tidak terkendali terpadu dan terkoordinasi baik.
Jika dilihat dari pasal pasal yang tercantum, saya menilai keberadaan Perpres tersebut menjadi regulasi yang ideal, guna penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Karena telah mengakomodir sejumlah aspek yang relevan dengan kondisi yang ada.
Yakni Pertama, mengakomodir arah kebijakan yang jelas sebagaimana tertuang dalam Pasal 4. Yakni mencegah dan menanggulangi kerusakan ekosistem, memulihkan fungsi dan memelihara ekosistem serta memanfaatkan danau prioritas nasional dengan tetap memperhatikan kondisi dan fungsinya secara berkelanjutan.
Kedua, Â mengakomodir strategi penyelamatan danau secara kongkrit, sebagaimana termuat dalam pasal 5. Yakni pengintegrasian program dan kegiatan penyelamatan danau prioritas nasional ke dalam penataan ruang, perencanaan dan penganggaran. Kemudian strategi penyelamatan ekosistem perairan, ekosistem sempadan dan ekosistem daerah tangkapan air danau.
Strategi selanjutnya berupa penerapan hasil riset, pemantauan, evaluasi, dan pengembangan basis data dan informasi; dan pengembangan sosial ekonomi, penguatan kelembagaan, dan peningkatan peran pemangku kepentingan.
Strategi penyelamatan Danau Prioritas Nasional nantinya akan dijabarkan ke
dalam program, kegiatan, sasaran, target capaian, dan penanggung jawab. Serta disusun untuk masing-masing Danau Prioritas Nasional dan ditetapkan
untuk periode 4 (empat) tahun.
Â
Ketiga, mengakomodir keterlibatan pemangku kepentingan sebagaimana tertuang dalam pasal 7 ayat 3. Dimana menyebutkan dalam melaksanakan strategi penyelamatan Danau  Prioritas Nasional,  Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melibatkan pemangku kepentingan.
Redaksi dalam pasal ini sangat jelas. Karena harus diakui keberadaan pemangku kepentingan dalam pemanfaatan danau prioritas nasional bahkan setelah menimbulkan dampak sosial, justru terkesan ditinggalkan.
Sebagai contoh dalam kasus dampak pemanfaatan Danau Poso untuk kepentingan PLTA yang berdampak kerusakan lingkungan, perendaman lahan sawah masyarakat dan dampak sosial lainnya, pemangku kepentingan terkesan beraksi secara parsial.
Padahal di wilayah tersebut ada Lembaga Keumatan seperti Sinode GKST ada Perguruan Tinggi Unkrit dan STT GKST Tentena,  ada sejumlah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) ada Aparat Desa serta Tokoh Adat/Masyarakat yang perannya tidak dimaksimalkan. Akibatnya  hingga kini konflik dan upaya mencari solusi penyelesaian atas masalah yang mencuat masih berlarut larut.
Keempat, mengakomodir  pembentukan Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional  secara berjenjang, sebagaimana tercantum dalam pasal 8 yang terdiri Tim Penyelamatan Tingkat Pusat dan Tim Penyelamatan Tingkat Daerah. Selanjutnya tercantum dalam pasal 13, mengamanatkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan susunan keanggotaan Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional Tingkat Daerah.
Atas amanat diatas, maka sudah selayaknya Pemerintah Daerah bersikap pro aktif merancang terbentuknya Tim Penyelamatan yang tentu saja melibatkan pemangku kepentingan di daerah. Terkecuali dalam hal Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah memiliki Lembaga Pengelola Danau, maka dapat bertindak sebagai Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional tingkat Daerah.
Terkait keberadaan Danau Poso yang ditetapkan sebagai salah satu Danau Prioritas Nasional, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Poso sudah harus siap sedia membentuk Tim Penyelamatan jika Lembaga Pengelola Danau belum pernah terbentuk. Mengingat Perpres berlaku sejak tanggal diundangkan (Pasal 21).
Kelima, mengakomodir pendanaan Penyelamatan Danau Prioritas Nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 19. Adapun pendanaan bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
Soal pendanaan ini tentu saja sangat signifikan guna membiayai strategi penyelamatan Danau Prioritas Nasional di daerah. Mengingat selama ini masing masing stakeholder yang punya kegiatan atau program, mengalokasikan anggaran secara parsial. Belum lagi keterbatasan anggaran di Pemerintah Daerah tidak cukup untuk pembiayaan program yang komprehensif dan tepat sasaran guna menanggulangi kerusakan ekosistim lingkar danau.
Keenam, menetapkan komposisi Dewan Pengarah Tim Penyelamatan di Tingkat Pusat sebagaimana tercantum dalam pasal 9. Dimana terdiri atas Ketua Menko  Kemaritiman dan Investasi. Wakil Ketua Menko Perekonomian. Ketua Harian  Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Wakil Ketua Harian I Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Serta Wakil ketua harian II Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Adapun 15 Anggota dari Dewan Pengarah terdiri dari Pimpinan Kementerian/Lembaga/Badan/Institusi ditingkat Pusat. Diantaranya  Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Menteri Pertanian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Kelautan dan Perikanan;
dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Dewan Pengarah sendiri bertugas memberikan arahan dalam pencapaian, pemantauan dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan strategi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan menyampaikan laporan pelaksanaan Penyelamatan Danau Prioritas Nasional kepada Presiden.
Pada awal bulan Juni tahun 2021 Pimpinan dan Anggota Komite II DPD RI salah satunya Senator Dapil Sulteng Lukky Semen bersama mitra kerja dari tiga Kementerian yang masuk dalam Dewan Pengarah yakni Kementerian PUPR, Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta ESDM telah turun langsung ke Tentena Kabupaten Poso guna menyerap aspirasi masyarakat terkait dampak pengelolaan danau Poso.
Diharapkan hasil turun lapangan tersebut dapat menjadi bahan evaluasi terhadap pemanfaatan danau yang menimbulkan dampak lingkungan dan sosial, sekaligus masukan dalam menyusun strategi penyelamatan Danau Prioritas Nasional yang lebih kongkrit.
Ketujuh, mengakomodir kewenangan Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional Tingkat Daerah sebagaimana tercantum dalam pasal 12. Adapun kewenangan tersebut yakni melakukan koordinasi, sinergi, sinkronisasi, dan harmonisasi tingkat daerah terhadap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta pembinaan dan pengawasan strategi Penyelamatan
Danau Prioritas Nasional.
Mengenai seperti apa bentuk koordinasi, sinergi, sinkronisasi, dan harmonisasi akan diatur oleh Menteri Selaku Ketua Harian Dewan Pengarah (Pasal 15). Demikian pula ketentuan mengenai hubungan kerja antara Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional Tingkat Pusat dan Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional Tingkat Daerah diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 14).
Dengan adanya Perpres  No 60 tahun 2021 ini, maka kedepannya orientasi pemanfaatan Danau Prioritas Nasional oleh muti stakeholder dan pihak berkepentingan, sudah  harus lebih terpadu dan mengedepankan keselamatan lingkungan dan ekosistem lingkar danau.
Tentu saja semua pihak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada di danau tanpa batasan. Baik untuk kepentingan ekonomi, pariwisata, budaya, sosial, infrastruktur serta juga sumber daya energi. Namun harus dilakukan secara bertanggungjawab dan berkearifan lokal.
Maka kita menanti komitmen, keseriusan dan tindaklanjut dari Pemerintah Daerah setempat untuk membentuk Tim Penyelamatan guna menjadikan Danau Prioritas Nasional sebagai mata rantai kehidupan yang holistik. Bukan saja untuk manusia tapi juga ekosistem yang ada di danau tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H