Dalam menyikapi pro kontra yang ada di ruang publik, Pemerintah tentu sudah  menganalisa apa konsekuensinya  jika opsi program tersebut dilanjutkan. Pertama, Pemerintah akan dituding memanfaatkan anggaran negara untuk mencari keuntungan semata.Â
Kedua, Pemerintah akan dianggap tidak memiliki sense of crisis terhadap kondisi masyarakat saat ini. Dimana  vaksin yang harusnya digratiskan justru dibuat berbayar.
Sebaliknya jika  tidak lanjutkan, maka anggaran negara semakin terbeban, karena harus dialokasikan untuk pengadaan vaksin dalam jumlah banyak.  Sementara skema untuk meringankan beban anggaran, terkunci sama sekali.
Selain itu  akses kepada masyarakat yang mampu serta pengusaha dengan tenaga kerja  sedikit untuk mendapat vaksin gratis, menjadi tidak mudah. Karena harus rela ikut mengantri untuk mendapatkannya. Bagi warga yang mampu atau pengusaha, waktu untuk mengantri ini sangat tidak efektif bagi produktifitas kerja.
Soal kesulitan dalam mendapat akses pelayanan vaksin gratis adalah sebuah realita. Terbukti pelaksanaan vaksin pertama kepada masyarakat di daerah beberapa hari lalu sempat ditutup pelayanannya, karena kehabisan kouta. Kalaupun ada pelayanan, maka diutamakan bagi warga yang hendak divaksin kedua.
Adapun untuk vaksin pertama di daerah akan dilanjutkan kembali setelah kouta vaksin tersedia. Dipastikan antrian warga kembali tidak terbendung, jika pelayanan vaksin pertama dibuka kembali. Mengingat keberadaan sebagian besar masyarakat yang sama sekali belum mendapatkan vaksinasi.
Setelah opsi vaksin gotong royong dibatalkan, maka Pemerintah lewat instansi yang melakukan pelayanan vaksin perlu memperbaiki akses pelayanannya. Ini penting agar pelayanan dapat berjalan efektif dan keseluruhan masyarakat dapat terlayani vaksinasi.
Misalnya, bagi Rumah Sakit atau Puskesmas yang hanya melayani vaksin Sinovac dengan kouta puluhan vaksin sehari, sementara yang antri ada ratusan orang, dipastikan pada hari itu ada warga yang tidak terlayani. Ini adalah realitas yang terjadi di sejumlah daerah.
Demikian pula sebaliknya vaksin disiapkan ada ratusan atau ribuan kouta perhari yang dilakukan di satu tempat. Maka proses antrian bisa berlangsung berjam jam bahkan seharian penuh. Bisa dibayangkan model  pelayanan tersebut, jelas tidak efektif dan efisien.
Ini yang harus dievaluasi oleh Pemerintah jika ingin program nasional vaksinasi gratis akan dilanjutkan. Tempat tempat vaksinasi perlu lebih dimasifkan, sehingga masyarakat mendapat kemudahan dalam mengakses pelayanan. Demikian  pula kuota vaksin harian diperbanyak, sehingga vaksinasi masal bisa dituntaskan.