Sementara sekutu Amerika Serikat yakni Perancis mencapai ketegangan diplomasi dengan Amerika. Dimana Prancis, meski mendapat penolakan terus menerus dari Amerika, kembali mengajukan draf lain untuk resolusi Dewan Keamanan PBB yang isinya menyerukan diakhirinya permusuhan antara Israel dan Hamas. Prancis juga menyerukan akses kemanusiaan ke wilayah Jalur Gaza.
Indonesia yang ambil bagian dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dengan misi mendesak penghentian kekerasan dan menekankan kemerdekaan warga Palestina.
Meski tidak punya hubungan diplomatik dengan Negara Israel, namun misi diplomasi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang dibawa oleh Menlu Retno, merupakan amanat the founding father yang dicetuskan Bung Karno tahun 1962. Dan diaktualisasikan dalam pemerintahan Presiden Jokowi sebagai konsistensi kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Misi Indonesia tersebut sejalan dengan sejumlah negara lain yang hadir dalam sidang umum PBB. Â Selain Indonesia, sejumlah negara yang langsung diwakili oleh Menteri Luar Negerinya adalah Qatar, Yordania, Aljazair, Turki, Pakistan, Kuwait, Maladewa, Tunisia, dan Arab Saudi.
Walaupun andil Mesir cukup signifikan dalam upaya genjatan senjata Israel Palestina, namun tidak bisa dinafikan peran negara negara lain dalam mengupayakan perdamaian tersebut. Termasuk pula peran Sekertaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang aktif melakukan diplomasi dengan berbagai negara. Antonio Guterres bahkan meminta semua pihak untuk mengawal gencatan senjata tersebut.
Pun peran Indonesia yang ikut serta melakukan upaya perdamaian tentunya dilatarbelakangi pada aspek historis, tekstual dan kontekstual sebagai konsepsi diplomasi geopolitik Indonesia. Dalam aspek histori, tentu Indonesia tidak menafikan bagaimana dukungan sejumlah negara pada masa Agresi militer Inggris dan Belanda saat Indonesia baru saja merdeka tahun 1945.
Salah satu negara yang getol mendukung Indonesia adalah Rusia yang saat itu masih bernama Republik Soviet Sosialis Ukraina (RSSU). Dalam buku Soekarno Biografi Politik menyebutkan, pihak Sekutu dalam hal ini Amerika dan Inggris selalu mengganjal setiap usul Soviet di Dewan Keamanan PBB dalam membela Indonesia.
Tanggal 21 Januari 1946 delegasi Soviet mengirim surat Khusus ke Dewan Keamanan PBB dan ditunjukan bahwa tentara Inggris dan Belanda melakukan aksi militer terhadap penduduk Indonesia dan telah mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan itu.
Tanggal 27 Juli 1947 angkatan perang Belanda berkekuatan besar menyerang republik Indonesia. Belanda menyebut intervensi ini sebagai aksi polisionil. Soviet bersama negara negara sosialis lainnya tegas membela Indonesia. Dukungan besar juga datang dari negara Asia dan Afrika.
Pada tanggal 31 Juli 1947 atas bantuan India dan Australia, Dewan Keamanan PBB membahas masalah Indonesia. Delegasi Soviet menuntut agar agresi ini dihentikan dan ditarik mundurnya kedua belah pihak. Namun posisi negara yang pro Belanda seperti Amerika dan Inggris menggagalkan diterimanya resolusi Soviet yang dengan tegas membela kepentingan nasional RI yang masih muda.