Adanya surat pernyataan dari Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) tanggal 16 Pebruari 2021 yang ditujukan kepada PT Poso Energy, meneguhkan sikap Lembaga Keumatan tersebut terhadap kelestarian danau Poso itu sendiri.
Suara kritis dari Sinode GKST yang berkantor di Tentena, menjadi klimaks dari fase eksploitasi (pengerukan) danau Poso yang dilakukan PT Poso Energy demi kepentingan pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sulewana. Ada lima point yang menjadi pernyataan dari Lembaga Keumatan tersebut.
Pertama , batu batu di dasar danau area gua Pamona patut diduga memiliki keterkaitan erat dengan batu batu dinding gua Pamona yang jika tidak diperhitungkan dengan baik, akan mendatangkan dampak kerusakan yang lebih besar terhadap gua Pamona dan sekitarnya.
Dua, gua Pamona merupakan gua purbakala yang telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya yang dilindungi oleh undang undang nomor 5 tahun 1992. Tiga, lokasi area gua Pamona berada dalam penguasaan tanah milik GKST.
Empat, mengingatkan kembali awal pengerjaan pengerukan dasar danau Poso, dimana sosialisasi yang dipaparkan oleh PT Poso Energy adalah melakukan pengerukan sedimen sedimen di dasar danau, demi lancarnya pergerakan air. Bukan penghancuran batu batu di dasar danau/sungai. Lima, berdasarkan hal tersebut Majelis Sinode meminta kepada Pimpinan PT Poso Energy untuk menghentikan pemboran batu batu di area gua Pamona.
Sikap Majelis Sinode GKST beserta elemen masyarakat Poso lainnya yang secara tegas meminta penghentian pengerukan dan pemboran batu batu dasar danau Poso , rasanya sudah relevan. Hal ini jika didasarkan pada penunjukan danau Poso sebagai salah satu dari 15 penyelamatan danau prioritas nasional yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk dilakukan revitalisasi.
Sebagai danau prioritas nasional yang perlu diselamatkan, maka aktivitas pengerukan dan pemboran dasar sungai demi kepentingan PLTA dapat mengancam kerusakan fungsi lingkungan dan ekosistem danau Poso. Hal ini menjadi kontradiksi (Pertentangan) dari hakekat danau prioritas yang pemanfaatannya dilakukan secara terpadu, tidak sporadis serta parsial.
Status danau prioritas inilah yang rasanya perlu menjadi perhatian PT Poso Energy yang memanfaatkan potensi sumber daya air guna kepentingan PLTA Sulewana. Aktivitas pengerukan dan pemboran dasar danau secara gegabah yang bisa berdampak kerusakan cagar budaya gua Pamona, harus dipertimbangkan oleh pihak perusahaan.
Sudah cukup dibongkarnya jembatan tua Pamona (Yondo Mpamona) sebagai aset (Ikon) sejarah di danau Poso, menjadi dampak dari kepentingan PLTA. Jangan sampai aset sejarah lainnya yang masih tersisa, ikut 'lenyap' dari peradaban kekinian.
Harus diakui keberadaan PLTA Sulewana dalam melayani kebutuhan energi listrik adalah sebuah keniscayaan. Bahkan kontribusi PLTA Sulewana terhadap kebutuhan listrik wilayah Sulawesi Tengah cukup signifikan. Termasuk melayani sistem kelistrikan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Dimana berdasarkan data dari PT PLN Area Palu untuk sistem kelistrikan Sulawesi Tengah di tahun 2020 kemarin mencapai 174,97 Mega Watt (MW). Adapun suplay energi yang berasal dari sumber daya air (Hidro) menjadi dominan, diantaranya berasal dari PLTA Sulewana.
Sebagai badan usaha (swasta) penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum, sebagaimana diamanatkan dalam Undang undang no 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, maka upaya PT Poso Energy melakukan pengembangan kapasitas untuk PLTA Sulewana tak bisa dielakkan.
Maka kebutuhan pergerakan debit air yang lebih besar diperlukan untuk operasional PLTA Poso 1 dan PLTA Poso 2. Skemanya melalui pengerukan dasar danau Poso sepanjang 12 kilometer yang saat ini sedang dilakukan, untuk menambah kedalaman sungai yang mengalirkan air ke PLTA Sulewana.
Namun jangan dilupakan, Undang undang Nomor 30 tahun 2009 juga mengamanatkan bahwa pembangunan tenaga listrik diselenggarakan berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, kaidah usaha yang sehat, kesejahteraan masyarakat, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan.
Bahwa dampak dari pengerukan dan sistem pembendungan air danau untuk PLTA Sulewana ditenggarai telah menyebabkan lahan sawah dan kebun masyarakat di beberapa desa lingkar danau Poso terendam air. Seperti yang terjadi di Desa Salukaia Kecamatan Pamona Barat. Terendamnya lahan usaha tersebut turut berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini sudah sempat dikeluhkan oleh Kepala Desa beberapa waktu lalu.
Pemerintah Pusat sendiri lewat program revitalisasi danau Poso telah membangun tanggul abrasi melalui Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) Wilayah III Palu Kementerian PUPR. Tanggul abrasi yang dibangun di Desa Salukaia dan Taipa tahun 2020 kemarin menelan anggaran belasan miliar rupiah.
Sekali lagi, pemanfaatan sumber daya air danau Poso untuk kepentingan energi listrik PLTA Sulewana jangan sampai mengabaikan azas yang termuat dalam UU nomor 30 tahun 2009. Serta arah kebijakan dari keberadaan danau Poso yang sudah ditetapkan sebagai danau prioritas nasional.
Walaupun Peraturan Presiden (Perpres) belum terbit, namun afirmasi dari rancangan yang sudah disiapkan telah menyebutkan arah kebijakan dari penyelamatan danau prioritas nasional.
Yakni mempertahankan danau prioritas nasional dari ancaman penurunan kondisi dan fungsi. Mengendalikan kerusakan danau prioritas nasional. Memanfaatkan danau prioritas nasional dengan tetap memperhatikan kondisi dan fungsinya secara berkelanjutan. Intinya danau Poso harus dihindarkan dari kerusakan dan jika terjadi kerusakan, Pemerintah bertanggungjawab melakukan revitalisasi.
Sejatinya dari sejak turun temurun hingga kini, keberadaan sumber daya air danau Poso telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan badan usaha untuk sektor ekonomi dan terkait lainnya. Baik pertanian, perkebunan, perikanan air tawar, pariwisata, lingkungan hidup, transportasi danau dan UMKM.
Namun realitasnya pemanfaatan danau Poso kini menjadi kontradiksi diantara dua kepentingan. Disatu sisi kepentingan ketersediaan energi listrik yang lebih besar yang berpotensi terjadinya kerusakan fungsi lingkungan. Dan disatu sisi kepentingan keberlanjutan yang mempertahankan kondisi dan fungsi danau yang terhindar dari kerusakan.
Saatnya stakeholder terkait duduk satu meja untuk menyatukan kepentingan bersama, sekaligus menjaga peradaban kehidupan lingkar danau Poso.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H