Sebagaimana the founding father atau para pendiri bangsa yang mewariskan karakter kepribadian yang saya teladani sebagai anak bangsa, demikian pula dari kompasianer senior pak Tjiptadinata Effendi saya meneladani karakter kepribadian yang teraktualisasi dalam hidupnya.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang. Dimana terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga karakter yang saya dan juga anak bangsa lainnya dapatkan dari pendiri bangsa untuk dijadikan teladan hidup. Pertama, terpercaya, kedua, patriotisme dan ketiga merakyat. Dari karakter tersebutlah, bangsa ini bisa berdiri sebagai negara merdeka dan kita generasi sekarang bisa merasakan buah perjuangan mereka.
Terpercaya tentu saja, karena dari situlah rakyat mempercayakan penuh kepada pendiri bangsa mau dibawa kemana bangsa ini dalam masa revolusi kemerdekaan dulu. Patriotisme sudah pasti, karena perjuangan dilakukan tanpa pamrih dan penuh pengorbanan untuk bangsa dan negara Indonesia. Merakyat, karena kedekatan dan motivasi perjuangan semata demi kepentingan rakyat di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali.
Meneladani karakter pendiri bangsa dalam konteks kekinian, dimana potret degradasi kebangsaan begitu nyata, merupakan sebuah keniscayaan. Dengan meneladani karakter pendiri bangsa, maka  dapat menjadi filter terhadap bentuk segregasi sesama anak bangsa, lewat sikap hidup yang patriotisme dan cinta bangsa.
Warisan karakter kepribadian pendiri bangsa itulah yang rasanya relevan diperkuat bagi generasi sekarang yang diperhadapkan dengan pola  kehidupan yang materialis, individualis dan hedonis. Sebuah pola hidup yang meresistensi nilai kemanusiaan yang menjadi warisan pendahulu bangsa, yakni gotong royong, pengorbanan dan bermasyarakat.
Jujur saja karakter kepribadian dari pendiri bangsa itulah yang saya lihat ada pada sosok kompasianer Pak Tjiptadinata. Sebagai seorang yang sudah senior di media kompasiana, pak Tjiptadinata dapat menjadikan dirinya sebagai sosok yang bisa dipercaya dalam memotivasi dan mendorong sesama kompasianer untuk percaya diri dan menjadi lebih baik.
Narasi optimis yang selalu pak Tjiptadinata disampaikan saat menyapa sesama kompasianer, menegaskan bahwa mampu menyampingkan ego diri yang punya jam terbang tinggi sebagai penulis. Ini sesuatu yang luar biasa dan hanya insan yang tercerahkan mau menggerus sikap ego dan menjadi egaliter dengan yang lain.
Dalam tulisan saya berjudul Jakob Oetama, Tajuk Rencana dan Duka Kompasianer dimana mendapat label Artikel Utama yang mengisahkan kepribadian dan karya sosok almarhum Jakob Oetama terhadap bangsa ini, Pak Tjiptadinata menyempatkan menyapa dengan komentar yang apresiatif.
"Selamat pagi pak Efrain. Terima kasih atas ulasannya yang mantap. Kami semua sangat berduka." Saya yakin pak Tjiptadinaa tidak sekedar menyambung silaturahmi dengan saya sembari memberi apresiasi atas tulisan yang dinilai mantap. Tapi lebih dari itu saya yakin pak Tjiptadinata memdalami benar kepergian Jakob Oetama sebagai sosok patriotisme  yang sudah berkontribusi besar buat bangsa ini
Ucapan kami ikut berduka yang terselip dalam komennya, diyakini bukan sekedar keluar dari mulut semata, tapi dari sanubari terdalam. Inilah yang saya yakini Pak Tjiptadinata adalah juga sosok patriotisme sejati atas kepeduliannya terhadap nilai nilai perjuangan, serta cinta pada tanah air dan bangsa.  Sama seperti yang dilakukan almarhum Jakob Oetama yang  begitu besar cintanya pada bangsa ini diaktulisasikan lewat tulisan di kolom tajuk rencana harian Kompas.
Kepedulian terhadap sesama kompasianer adalah perwujudan dari karakter merakyat yang ada dalam kepribadian pak Tjiptadinata. Saya meyakini sikap merakyat tersebut merupakan aktualisasi dari cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku pak Tjiptadinata dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya peduli tapi juga mau berkorban dengan sesama termasuk dengan kompasianer.
Sebagai kompasianer senior dengan kapasitas sudah menghasilkan 5000 tulisan, namun mau peduli dan menyapa saya yang baru menghasilkan 91 tulisan, maka itulah cerminan sikap hidup merakyat. Sikap hidup yang melanggengkan pergaulan dengan orang biasa. Â Tidak merasa sebagai orang yang diatas, sebaliknya mau nelihat yang dibawah dan memposisikan diri setara dengan yang lain.
Luar biasa. Salut dan hormat saya untuk Pak Tjiptadinata. Inilah karakter yang patut diteladani dalam berinteraksi sosial. Bukan hanya dalam komunitas sesama kompasianer tapi juga dilingkungan kita bermasyarakat. Karakter hidup  yang relevan diaktualisasikan dalam kondisi kekinian.
Jika ada pertanyaan dari mana datangnya karakter yang dimiliki para pendiri bangsa, sehingga bisa memerdekakan bangsa ini, maka ketika saya berkontemplasi, saya menemukan jawabannya. Yakni karena diperhadapkan dengan kondisi bangsa yang sulit dan terjajah, sehingga membentuk kepribadian dan jari diri yang kokoh untuk berjuang.
Namun jika ada pertanyaan darimana datangnya karakter seorang Pak Tjiptadinata, sehingga peduli dan solider terhadap sesama kompasianer  Saya sudah mencoba berkontemplasi, namun sayangnya saya tidak menemukan jawabannya.
Mungkin pak Tjiptadinata atau kompasianer yang lain bisa membantu mendapatkan jawabannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI