Kunjungan lapangan dalam rangka menjaring aspirasi (Reses) di dua Kabupaten paling timur Provinsi Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu, terselip curhatan dan aspirasi dari tenaga penyuluh saat pertemuan bersama Senator dapil Sulteng Lukky Semen.
Reses diawali dengan pertemuan di Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) serta Dinas Perikanan Kabupaten Banggai di Luwuk. Dilanjutkan pertemuan  di Dinas Pertanian dan di Dinas Perikanan Kabupaten Banggai Kepulauan  di ibukota Salakan. Antara Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan harus ditempuh dengan sarana transportasi laut.
Reses bertujuan untuk mendengar aspirasi pejabat dinas dan penyuluh terkait pengawasan pelaksanaan Undang undang (UU) No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Sekaligus medapat masukan dan saran untuk rencana revisi UU tersebut.Â
Pasalnya, usia UU tersebut sudah 14 tahun dan dominan penyuluh mendukung jika sudah saatnya untuk direvisi guna melegitimasi keberadaan penyuluh di daerah. Â
Maka curhatan dan aspirasi pun tak terbendung, saat penyuluh yang hadir dalam reses tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan keluhan, masukan dan aspirasi dihadapan Senator.
Pertemuan tersebut benar benar dimanfaatkan penyuluh untuk curhat terkait beban tugas dan peran mereka, dalam melaksanakan penyelenggaraan program pemerintah di sektor  pertanian dan perikanan.
Satu hal yang membuat penyuluh begitu bersemangat, karena baru kali ini mereka bertatap muka langsung dan menyampaikan uneg uneg  kepada  Wakil Rakyat yang ada di Pusat. Selama ini penyuluh merasa tidak punya saluran aspirasi untuk menyampaikan berbagai problematika yang dihadapi di lapangan.
Maka sejumlah problempun disampaikan mulai dari honor bulanan yang minim, sarana dan prasarana yang tidak memadai, fasilitas transportasi dan informasi teknologi yang minim, jumlah tenaga yang terbatas untuk menjangkau luas wilayah serta ketidakpastian status yang setiap tahun harus memperpanjang kontrak.
Semua problem tersebut menjadi dilematis jika melihat peran tenaga penyuluh yang menjadi garda terdepan berhadapan langsung dengan petani dan nelayan serta pelaku usaha.
Serta terdepan dalam bertugas mengawal dalam menyukseskan penyelenggaraan program pertanian dan perikanan di daerah agar terlaksana dengan baiik. Termasuk menyukseskan penerapan program Indeks Pertanaman (IP) Padi 400 guna meningkatkan produksi padi nasional.
Tenaga Penyuluh Terbatas
Terkait dengan jumlah tenaga penyuluh yang  jumlahnya terbatas dan tidak seimbang dengan luas wilayah juga disampaikan langsung kepada Senator. Di Kabupaten Banggai Kepulauan misalnya  keberadaan penyuluh pertanian masih sangat kurang jika mengacu pada rasio 1 : 1 atau 1 desa, 1 penyuluh.Â
Adapun keberadaan Desa sebanyak 141 dan Kelurahan 3. Sementara jumlah penyuluh sebanyak 67 orang dengan perincian Penyuluh PNS sebanyak 40 orang, penyuluh THL-TB PP Pusat 1 orang dan Penyuluh THL-PP Daerah sebanyak 26 orang.
Berdasarkan realitas lapangan tersebut, maka didapatkan penyuluh yang mempunyai wilayah cakupan lebih dari satu desa dan itu harus terakomodir dalam tugasnya. Hal ini tentu saja sangat memberatkan bagi seorang penyuluh dalam melaksanakan pelayanan kepada petani selaku pelaku utama, mengingat topografi wilayah di Kabupaten Bangkep sangat bervariasi bergunung dan berbukit dan jarak antar desa berjauhan.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya fasilitas yang diberikan kepada penyuluh. Sementara penuluh harus menyampaikan tugas penyuluhan guna merubah perilaku petani dalam upaya peningkatan sektor pertanian.
Termasuk tugas tugas lain yang juga dilakukan diantaranya pengawasan kegiatan yang bersifat bantuan ke petani termasuk melakukan tugasnya identifikasi calon petani (CP) dan calon lahan (CL) hingga bantuan tersebut sampai ketangan petani sebagai penerima mandat. Â Â
Masalah yang sama juga ditemukan di Kabupaten Banggai sebagai Kabupaten lumbung pangan kedua di Provinsi Sulawesi Tengah setelah Kabupaten Parigi Moutong. Dimana jumlah penyuluh pertanian di Kabupaten tersebut saat ini hampir dominan memasuki masa pensiun bahkan sudah ada sebagian yang pensiun. Berdasarkan data yang ada, jumlah penyuluh pertanian di Kabupaten Banggai mengalami penurunan setiap tahun secara drastis.
Dengan terjadinya pengurangan tenaga penyuluh tersebut, maka secara langsung berpengaruh pada penyelenggaraan program yang ada di Dinas Pertanian, Dimana progam semakin bertambah, sementara tenaga penyuluh berkurang. Ambil contoh di Kacamatan Kecamatan Tolili yang menjadi salah satu wilayah sentra pangan Kabupaten Banggai.
Dimana terdapat 17 desa, dengan Penyuluh PNS sebanyak 10 orang, Adapun luasan areal pangan 5600 ha dengan kelompok tani sebanyak 394. Adanya keharuskan 1 penyuluh untuk 1 desa,  jelas sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Karena itu kedepan  diusulkan untuk segera mengganti penyuluh yang sudah pensiun.
Penyuluh Perikanan pun mengalami kondisi yang sama dalam jumlah tenaga lapangan. Di Kabupaten Banggai Kepulauan yang produksi perikanan tangkapnya lebih dari 100 ribu ton pertahuan itu, tenaga penyuluh perikanan yang bertugas di wilayah tersebut hanya sebanyak 10 orang.
Hal ini jelas masih kurang dan tidak berimbang dengan luas wilayah dan Kecamatan yang harus dijangkau. Akibatnya ada tenaga penyuluh yang harus mencakup dua Kecamatan sekaligus.
Aspirasikan Dukungan Fasilitas
Sebagai daerah yang memiliki potensi yang besar terhadap sektor pertanian dan perikanan, maka mau tidak mau suka tidak suka, penguatan terhadap keberadaan penyuluh Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepualuan harus dioptimalkan. Tentu saja termasuk tenaga penyuluh yang ada di Kabupaten lain dI Provinsi Sulteng yang juga punya prolematika yang sama. Â
Kendala minimnya anggaran, sarana dan faslitas untuk menunjang kinerja dan tugas penyuluh di lapangan menjadi problem yang tiap tahun selalu disuarakan dan menjadi bahan curhat jika bertemu wakil rakyat maupun pejabat instansi terkait. Keterbatasan fasilitas transportasi misalnya, turut menjadi kendala penyuluh dalam melakukan tugas operasional di lapangan.
Keterbatasan sarana dan faslitas kerja seperti komputer dan printer menjadi urgen untuk dimiliki namun tidak bisa disediakan, akibatnya ada penyuluh yang harus membeli sendiri fasilitas komputer karena tidak disiapkan oleh instansi terkait.Â
Bahkan penyuluh perikanan di Kabupaten Banggai Kepulauan sampai harus meminjam fasilitas printer yang ada di Dinas Perikanan. "Syukurlah pihak Dinas masih berbaik hati meminjamkan ruangan dan fasilitas printer untuk kami," tutur Koordinator penyuluh Perikanan.
Soal minimnya anggaran untuk mendukung kinerja disampaikan langsung oleh penyuluh. Bahkan menjadi bahan curhat dimana biaya orerasional untuk tenaga penyuluh semenjak dulu hingga sekarang belum ada kenaikan. Dimana hingga kini honor transportasi untuk penyuluh pertanian masih sebesar Rp 500 ribu per bulan.Â
Nominal honor tersebut tidak seimbang dengan jangkauan wilayah kerja yang harus ditempuh oleh penyuluh, sehngga disarankan kepada Pemerintah perlu memikirkan untuk menaikkan honor operasional tersebut.
Masalah lain yang mencuat yakni, selama ini penyuluh diwajibkan menyampaikan laporan terupdate melalui aplikasi sistem yang sudah disiapkan yakni sistem PDPS (Penguatan Data Pangan Strategis).
Namun tidak ditunjang dengan fasilitas perangkap teknologi seperti handpond yang memadai kepada penyuluh, akibatnya menyulitkan dalam menyampaikan laporan. Belum lagi kendala lain seperti di Kabupaten Banggai kepulauan ,dimana tidak semua wilayah bisa diakses oleh internet menjadi realitas yang perlu dicarikan solusinya.
Kendala yang dihadapi saat ini yakni Balai Penyuluh Pertanian (BPP) yang ada  Kecamatan dominan tidak memiliki gudang penyimpanan, sehingga mengganggu kinerja penyuluh. Karena bantuan bahan pupuk dan peralatan alsintan yang ada di Kecamatan, harus disimpan di BPP yang sarananya terbatas. Upaya untuk membangun sarana BPP yang memadai, seringkali terkendala dengan alokasi anggaran yang disiapkan  oleh instansi terkait.
Pada akhirnya penyuluh berharap kehadiran regulasi bagi tenaga penyuluh mendukung kemandirian dan mendukung untuk bisa berimprovisasi terhadap tugas kerjanya di lapangan. Adanya curhatan dari penyuluh perikanan bantu (PPB) terkait kepastian status, yang harus diperpanjang kontraknya setiap tahun, paling tidak bisa diangkat sebagai Pegawai non PNS. Dimana punya tunjangan yang sama dengan PNS, kiranya dapat diakomodasi lewat regulasi perundang undangan.
Mengingat keberadaan tenaga penyuluh yang setiap saat harus menyampaikan informasi teknologi  melalui metode penyuluhan guna merubah perilaku petani maupun nelayan di daerah, maka peyuluh harus terus diberikan pelatihan untuk menambah kemampuan mereka. Karena ilmu yang akan diisampaikan sangat dinamis dan berkembang pesat, sehingga perlu terus memperkuat kapasitas dan kualitas.
Satu pesan yang sempat mencuat dari penyuluh adalah bahwa mereka turut melakukan tugas pendidikan kepada masyarakat, sehigga selayaknya penyuluh juga mendapat perhatian yang besar dari Pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H