Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Evaluasi Prolegnas dan Jaring Aspirasi bersama Pemprov Sulteng

23 November 2020   12:53 Diperbarui: 23 November 2020   13:19 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senator Lukky Semen menerima aspirasi Pemprov Sulteng. Doc Pri

Waktu tiga bulan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah untuk memberikan masukan dan aspirasi terkait regulasi turunan dari Undang undang (UU) Cipta Kerja membutuhkan peran kongkrit dari stakeholder terkait, termasuk didalamnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam hal ini Senator Lukky Semen SE selaku perpanjangan aspirasi daerah.

Dalam kapasitas selaku Panitia Perancang Undang Undang (PPUU) DPD RI, Senator Lukky Semen melakukan tugas Evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolenas) Tahun 2020-2024 dengan turun langsung ke Biro Hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng), guna menjaring masukan dan aspirasi terkait evaluasi tersebut.

Tugas konstitusional Evaluasi Prolegnas yang dilakukan di daerah oleh Senator, bertujuan untuk menginventarisasi peraturan perundangan yang dirubah terkait dengan disahkannya UU Cipta Kerja. 

Mendiskusikan evaluasi terhadap daftar Program Legislasi Nasional terkait telah diubahnya 78 UU dalam UU Cipta Kerja, serta Merumuskan usulan evaluasi Prolegnas 2020-2024.

Terkait Evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024, dimana dalam rapat rapat pembahasan UU Cipta Kerja sevelumnya disepakati untuk menambahkan 6 UU dalam RUU tentang Cipta Kerja, Yaitu UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Jo UU Nomor 16 Tahun 2009; UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Jo UU Nomor 36 Tahun 2008.

UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009; UU Nomor Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia; dan UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Sebagai Lembaga Perwakilan Daerah, DPD RI dari awal pembahasan telah mengambil sikap bahwa materi muatan dalam RUU  Cipta Kerja harus mengacu pada pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana tercantum tercantum dalam Pasal 18 ayat (2) UUD RI Tahun 1945. 

  • Oleh karenanya, setiap kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang tercantum dalam UU eksisiting, harus dikembalikan agar dalam pelaksanaannya UU Cipta Kerja nantinya akan tetap konstitusional.

Terkait hal ini maka diperlukan apa saja masukan dari Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah terkait pemangkasan Kewenangan Daerah pada Sejumlah UU, diantaranya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang  undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang nantinya akan dijabarkan dalam regulasi turunan baik dalam bentuk Peraturan Presiden (Prepres) maupun Peraturan Pemerintah (PP).

Diskusi evaluasi Prolegnas. Doc Pri
Diskusi evaluasi Prolegnas. Doc Pri

Pemprov Sulteng lewat Biro Hukum
menyikapi secara nornatif terkait regulasi turunan dari UU Cipta Kerja. Dimana ada satu asas dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu Asas Dapat Dilaksanakan. 

Asas ini menyatakan bahwa setiap pembentukan Peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Jika melihat pada materi UU Cipta Kerja, justru UU ini memandatkan hal-hal yang sangat mendasar yang sebelumnya diatur dalam tataran Undang-Undang untuk diatur di dalam Peraturan Pemerintah, seperti terkait dengan pembagian kewenangan. UU Cipta Kerja justru memandatkan 454 peraturan yang didelegasikan untuk mengimplementasikan peraturan ini. 

  • Melihat hal ini, justru dikhawatirkan UU Cipta Kerja tidak dapat langsung dioperasionalisasikan dengan baik sebelum Peraturan pelaksana yang dimandatkan diselesaikan.

Disamping itu, UU Cipta Kerja juga mengamanatkan agar peraturan pelaksanaan dari UU yang telah mengalami perubahan dalam UU Cipta Kerja agar disesuaikan paling lama tiga bulan setelah UU Cipta Kerja disahkan. Adapun 454 peraturan pendelegasian ini terdiri: 1 peraturan untuk diatur dengan Undang-Undang; 424 peraturan untuk diatur dengan PP;  7 Peraturan untuk diatur dengan Peraturan Presiden; 21 Peraturan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan 1 Peraturan untuk diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Dokumentasi bersama jaring aspirasi. Doc Pri
Dokumentasi bersama jaring aspirasi. Doc Pri

"Perlu diapresiasi adanya keinginan Pemerintah Pusat untuk menyederhanakan berbagai kemacetan perizinan dan birokrasi yang menghambat dunia usaha di berbagai daerah melalui UU Cipta Kerja. Oleh karena nya berkaitan dengan hal tersebut kiranya Pemerintah Daerah turut diberikan ruang partisipasi untuk memberikan masukan dalam penyusunan peraturan delegasi, khususnya yang berkaitan dengan kewenangan Pemda," ujar Kepala Biro (Karo) Hukum Dr Yopie MIP SH MM dihadapan Senator Lukky Semen SE.

Satu hal yang mendapat perhatian oleh Biro Hukum terkait evaluasi Prolegnas yakni adanya UU Nomor Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. 

Dimana Indikasi Geografis merupakan nama dagang yang dikaitkan, dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi menunjukkan asal tempat produk tersebut. 

Asal tempat itu mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut sangat dipengaruhi oleh tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik dibenak masyarakat, khsususnya konsumen. Yang mana akan tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam menghasilkan suatu produk.

Perlindungan atas merk dan indikasi geografis merupakan isu dalam perdagangan internasional. Oleh karenanya perlu dilandaskan pada Prinsip perlindungan hukum terhadap indikasi geografis yaitu Prinsip keadilan, Prinsip Ekonomi, Prinsip Kebudayaan, dan Prinsip Sosial.

Sementara terkait peralihan kewenangan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana revisi UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Barutara yang masuk dalam UU Cipta Kerja, Pemerintah Provinsi pada dasarnya  tidak keberatan selama tidak mempengaruhi pendapatan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan yang dilakukan secara transparansi.

"Kita di daerah memberi masukan agar regulasi turuan terkait  Pertambangan Mineral tetap memberi porsi kewenangan kepada daerah terkait akses informasi. Berapa dana bagi hasil yang disetor pihak perusahaan ke Pusat sebagai wujud tranparansi pengelolaan sumber daya alam di daerah,," ujar Karo Hukum sembari menyerahkan aspirasi Pemprov Sulteng kepada Senator.

Senator Lukky Semen memberi apresiasi atas responsif dari Pemprov Sulteng lewat Biro Hukum berupa tanggapan terhadap evaluasi Prolegnas, sekaligus penyampaian masukan dan aspirasi terhadap penyesuaian regulasi turunan UU Cipta Kerja. Menurut Senator, DPD sebagai perwakilan daerah di Pusat harus komitmen untuk memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi daerah ke Pusat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun