Banyak jalan menuju Roma. Itulah adagium klasik yang sering kita dengar. Artinya banyak jalan keluar jika mau berusaha. Begitu juga dalam menyikapi adanya aspirasi  penolakan pengesahan Undang Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law, ada banyak cara bisa ditempuh.Â
Ada dengan melakukan aksi demonstrasi, ada penyampaian pernyataan sikap dan ada juga menempuh jalur Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).Â
Hari Selasa ini Senator Dapil Sulawesi Tengah (Sulteng) Lukky Semen SE kembali turun lapangan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi Uguna memyerap aspirasi daerah pasca pengesahan UU Cipta Kerja.
 Tugas Konstitusi mengharuskan semua Senator turun lapangan menangkap masukan dari daerah sesuai Komite masing masing tanpa terkecuali. Aspirasi yang diserap adalah bagaimana tanggapan Pemerintah Daerah dalam hal ini leading sektor terkait pasca pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.
Sebagai anggota Komite II DPD RI, Lukky Semen melaksanakan tugas konstitusional menjaring masukan terkait revisi UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Â
Dalam revisi UU tersebut sejumlah kewenangan daerah sebagian diambil alih oleh Pemerintah Pusat untuk kepentingan Cipta Kerja dengan regulasi yang lebih sederhana dan dipermudah.
Hal hal strategis yang dulunya menjadi kewenangan daerah direvisi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Diantaranya meliputi keterlibatan Pemerintah Pusat dalam membantu penyusunan AMDAL untuk usaha mikro dan kecil (Pasal 32), Â Keterlibatan Pemerintah Pusat dalam uji kelayakan lingkungan (Pasal 24), Â serta Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha yang wajib UKL/UPL (Pasal 34).
Selain itu Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya  Beracun (B3) mendapat perizinan dari Pemerintah  Pusat atau persetujuan Pemerintah (Pasal 59) serta Penetapan Pihak Ketiga dari Pemerintah Pusat untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup (Pasal 82).Â
Pasal pasal yang direvisi tersebut kini masuk dalam UU Cipta Kerja. Sangat jelas semua aspek dalam pasal tersebut sangat bersentuhan langsung dengan keberadaan lingkungan, pengajuan usaha kerja dan tentu saja kehidupan sosial masyarakat.
Sebenarnya dalam pembahasan UU Cipta Kerja di Senayan, upaya Senator untuk menjaring masukan dari daerah sudah dilakukan. Sejumlah pertemuan dengan Instansi Pemerintah maupun elemen masyarakat beberapa waktu lalu, dilakukan dengan tujuannya mengakomodir masukan daerah agar aspek dan kewenangan daerah yang sifatnya strategis jangan sampai ditiadakan.
- Semua masukan daerah telah menjadi bahan kompilasii DPD RI dalam pembahasan bersama dengan DPR RI. Dan sejumlah masukan dari daerah sudah terakomodir dan tidak dihapus dari revisi  UU Cipta Kerja.Â
Misalnya keberadaan AMDAL yang tadinya sebagai sebuah kewajiban dan akan dirubah  menjadi pertimbangan dalam pengambilan putusan penyelenggaraan usaha telah dibatalkan. Malah kata kewajiban berganti menjadi prasyarat. Â
Jika pada akhirnya pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI tidak bisa dielakkan, maka adanya aspirasi penolakan dari elemen masyarakat dan daerah juga menjadi sebuah keniscayaan.
Lepas dari aksi demo yang marak terjadi, jika nantinya UU Cipta Kerja diberlakukan maka akan banyak Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) Â yang dibuat sebagai turunan dari UU tersebut.Â
Himam Miladi dalam tulisannya di kompasiana.com menyebutkan, aturan turunan (Derivatife Rule) tersebut berpotensi melahirkan Hyper Regulated atau pengaturan yang lebih kompleks.
Presiden Jokowi dalam pernyataannya yang dilansir kompas.com mengatakan membuka kesempatan mendapat masukan dan usulan dari daerah terkait dengan turunan aturan  yang akan dibuat dalam tiga bulan kedepan.Â
Karena itu Pemerintah Daerah sebagai pelaksana regulasi nantinya  perlu ditangkap aspirasinya. Setiap masukan penting agar regulasi bisa efektif dan benar sesuai dengan tujuan UU Cipta Kerja dibuat.
Sebagai Wakil Daerah di Pusat sudah menjadi tugas  Senator untuk melakukan tanggungjawab yang berikan oleh Lembaga DPD RI. Aspirasi daerah harus ditindak lanjuti selama benar benar bertujuan untuk kepentingan rakyat.Â
Walaupun pada akhirnya tidak semua masukan tersebut dapat diakomodir. Namun paling tidak niat untuk berpihak pada kepentingan daerah diwujudkan dengan bertemu langsung dengan stakeholder di daerah.
Jalan untuk memperjuangkan aspirasi memang ada berbagai cara. Ada yang melalui Parlementer ada juga yang Ekstra Parlementer. Â Pada prinsipnya semua baik adanya, jika dilakukan sesuai dengan koridor dan aturan yang berlaku.Â
Tidak dilakukan dalam tindakan yang anarkis maupun yang inkonstitusional. Karena itulah hakekat berdemokrasi boleh berbeda pendapat namun tetap mengikuti aturan.
Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi Mohamad Afit Lamakarate mengakui, jika nantinya sejumlah kewenangan yang diambil alih oleh Pemerintah Pusat pada dasarnya turut meringankan tugas daerah.Â
Namun demikian peran Pemerintah Daerah yang terkait pengelolaan lingkungan hidup tetap diperlukan, karena merekalah  yang paling mengetahui kondisi di daerah. Serta berada di garda terdepan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Terima kasih untuk Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi telah memberikan berbagai masukan untuk ditindaklanjuti oleh sang Senator.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H