Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerdas Berbagi Bentuk Solidaritas dalam Ketidakpastian

30 Juni 2020   15:41 Diperbarui: 30 Juni 2020   16:09 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi sembako untuk yang membutuhkan. Doc Pri

Hidup dalam ketidakpastian di masa pandemi corona merupakan sebuah keniscayaan. Bagi yang berkelebihan materi, ini menjadi momentum untuk mengaktualisasikan cerdas berperilaku, sekaligus aksi sosial untuk bisa berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Saya beruntung bisa menjadi bagian untuk bisa saling berbagi beban dan menyaksikan langsung kehidupan masyarakat yang terkena dampak, dalam masa pandemi corona. Tentu dengan mengikuti prosedur physical distancing yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak saat mendistribusikan bantuan. 

Bertemu dan melihat wajah wajah yang berharap sentuhan tangan tangan kemanusiaan, seperti melihat pancaran kehidupan peradaban. Wajah wajah yang karena adanya aturan social distancing harus berdiam di rumah, demi kelangsungan kesehatan tidak terpapar virus covid19. Yang akibat kebijakan tersebut jugalah, harus tetatih tatih melewati perjalanan waktu dengan pergumulan hidup yang tidak mudah.        

Membangun optimisme agar bisa menjalani masa ketidakpastian bukanlah soal mudah. Dampak financial dan ekonomi karena pandemi, merupakan sebuah keniscayaan yang sangat dirasakan eksesnya. Sepintar pintarnya mengatur keuangan dimasa pandemi, tetap akan tergerus juga. Apalagi bagi mereka yang tidak ada pemasukan akibat kebijakan stay at home dan social distancing, sehingga tidak bisa berpenghasilan.  

Menyiapkan kebutuhan logistik rumah tangga untuk waktu yang panjang, karena ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, adalah sebuah keharusan. Saya bisa membayangkan bagaimana mereka yang tidak bisa berpenghasilan akibat dampak pandemi corona.

  • Yakni harus bisa bertahan hidup dengan tabungan yang menipis atau mungkin devisit alias tekor, karena tidak seimbang dengan pembiayaan kebutuhan hidup yang harus diadakan. Ibarat kata lebih besar pasak dari pada tiang. Lebih banyak kebutuhan dari pada dananya.

Inilah realitas yang terjadi ketika beberapa kawan menghubungi karena membutuhkan bantuan dana, demi bisa membeli kebutuhan sembako. Bahkan ada yang perlu bantuan dana untuk biaya kuliah karena orang tua dari kampung terbentur dana, karena belum bisa melakukan pengiriman. Ingin membantu kawan kawan yang sangat membutuhkan, harus cerdas dalam memanage keuangan, kalau tidak kita sendiri yang akan terdampak. Karena jujur saja saya juga turut merasakan dampak pandemi corona.

Berbagi Sebagai Panggilan Kemanusiaan

Keinginan untuk bisa membantu mereka (kawan, sahabat dan keluarga) yang membutuhkan sebanyak banyaknya, serta upaya mempertahankan kondisi keuangan agar tetap stabil dimasa pandemi, adalah sebuah dilema. Apalagi dengan gaji bulanan yang memang pas pasan, harus cerdas dalam niat untuk berbagi. Disinilah dibutuhkan cedas berperilaku, karena jangan sampai stabilitas sistem keuangan terganggu.

Berbagi bantuan di salah satu Pantu Asuhan. Doc Pri
Berbagi bantuan di salah satu Pantu Asuhan. Doc Pri

Sementara berbuat solider terhadap sesama, apalagi yang sangat memerlukan bantuan adalah aktualisasi nilai nilai kemanusian yang paling hakiki. Membantu sesama adalah sebuah panggilan kemanusian, apapun kondisi yang sedang kita hadapi. Berbagi yang didasari dengan perhitungan untung rugi, bukanlah sebuah ketulusan dan keiklasan. Sebaliknya berbagi karena didasarkan ketulusan dan keiklasan, senantiasa membuat berkat rejeki terbuka lebar.

Jika harus memilih, saya dan mungkin juga yang lain yang sudah melakukan aksi kemanusiaan, tidak mempersoalkan kondisi keuangan agak tergerus, demi solidaritas kemanusiaan. Namun solidaritas tersebut harus dibarengi dengan kecerdasan untuk bisa berbagi, karena tidak semua harus mendapat bantuan. Ada yang lebih layak dan ada yang lebih proritas.

  • Jika harus semua dibantu dan dibagi, maka sebanyak apapun bantuan yang sudah disiapkan tidak akan pernah cukup. Itulah sebabnya Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) diperuntukkan bagi mereka yang benar benar membutuhkan dan sama sekali tidak termasuk skema penerimana bantuan yang lain. 

Pengalaman dalam berbagi dan menyalurkan bantuan sembako bagi mereka yang membutuhkan dimasa pandemi corona bersama Senator dapil Sulawesi Tengah Lukky Semen beberapa waktu lalu, adalah sebuah bentuk menjaga asa dan optimisme dalam situasi ketidakpastian. Sebuah panggilan untuk dapat berbagi, dalam situasi yang penuh tantangan dan pergumulan.

Tantangan karena harus dijalani dalam masa pandemi dan dilakukan dengan prosedur physical distancing agar kesehatan selalu terjaga. Sementara pergumulan karena tidak semua orang bisa dibantu, karena situasi dan kondisi. Toh sebanyak apapun bantuan yang disiapkan, tetap tidak akan cukup cukup, apalagi dalam lingkup wilayah yang luas dan volume masyarakat yang membutuhkan.    

Rasanya sudah banyak yang dibantu dengan pendekatan bagi mereka yang layak mendapat bantuan. Seperti sewaktu memberikan bantuan kepada  masyarakat pedagang kecil, kaum lansia dan janda serta panti asuhan yang terdampak pandemi. Namun terlalu banyak juga yang memerlukan bantuan yang sama. Dan bagi yang belum sempat terbantu, itu bisa terwujud jika dilakukan secara bersama sama dan bergotong royong.

Satu hal yang perlu dicatat, bahwa dalam kondisi ketidakpastian, ternyata modal sosial itu masih bekerja dalam kehidupan masyarakat kita. Yakni rasa kebersamaan, dan persaudaraan dari mereka yang punya kepedulian dan panggilan kemanusiaan.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun