Dalam kondisi merebaknya virus corona saat ini, mau tidak mau, suka tidak suka, melakukan social distancing atau pembatasan interaksi sosial sebagai sesama anggota masyarakat, dalam upaya proteksi dan memutus rantai penyebaran virus corona adalah sebuah keharusan.
Tindakan social distancing ini juga yang menjadi arahan dan anjuran Presiden Jokowi, agar masyarakat saat ini menerapkan pembatasan sosial dengan mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain. Menjaga jarak, dan mengurangi kerumuman orang yang membawa risiko besar kepada penyebaran virus covid-19.
Sebagai insan manusia yang terbiasa melakukan aktivitas social gathering atau pertemuan dan pergaulan sosial, kebijakan ini pasti membuat sebagian kita menjadi aneh. Bagaimana tidak, ujug ujug harus membatasi pergaulan atau interaksi sosial dengan orang lain, apa kata orang.Â
Apalagi sebagai insan komunitas warung kopi, yang sehari saja tidak masuk warkop seperti ada yang kurang. Apalagi sampai tidak berjabat tangan yang sudah menjadi tradisi kekerabatan.
Kita yang terbiasa melakukan social gathering dalam sebuah komunitas, karena menyadari bahwa pada hakekatnya manusia sebagai mahluk sosial yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia sebagai makhluk sosial artinya, manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.
Karena menyadari keberadaan makhluk sosial yang berinteraksi, maka filsuf Yunani Aristoteles pada masa lalu, menggunakan istilah zoon politicon untuk menyebut makhluk sosial. Kata zoon politicon merupakan padanan kata dari kata zoon yang berarti "hewan" dan kata politicon yang berarti "bermasyarakat".
Secara harfiah zoon politicon berarti hewan yang bermasyarakat. Namun dalam pendapatnya, Aristotales menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Sebuah kodrat yang berlaku hingga kini.
Disini Aristoteles hendak membedakan manusia dengan hewan. Manusia mempunyai akal pikiran dan hewan tidak mempunyai akal pikiran. Dalam interaksi sosialnya atau dalam bersosialisasi, manusia menggunakan akal pikiran, taat pada norma, prosedur dan aturan yang ada. Dengan kualitas akalnya memungkinkan manusia dapat mengatakan dan bertindak sesuai mana yang benar dan mana yang salah.
- Sebagai insan manusia yang memiliki akal dan nalar, maka mematuhi anjuran dan prosedur untuk melakukan social distancing adalah upaya untuk kebaikan bersama. Sebuah upaya yang ditujukan untuk kepentingan kesehatan dan perlindungan bersama.
Yang jelas melakukan social distancing tidak akan mereduksi nilai social gathering atau pergaulan sosial kita yang selama ini terbangun. Juga tidak akan mendegradasi nilai kemanusiaan yang sejatinya sudah menjadi bawaan kita sebagai insan sosial yang senantiasa egaliter dan guyub.
Kita boleh saja membatasi interaksi sosial dengan mengurangi aktivitas rutin dengan tidak berjabat tangan untuk sementara, menggunakan masker saat bersosialisasi, cuci tangan dengan hand sanitizer serta menjaga jarak satu meter jika berada di ruang publk demi proteksi diri. Namun semangat dan jiwa sosial kita  terhadap sesama tidak mesti dibatasi. Tidak harus diproteksi.
Saling membantu saat yang lain membutuhkan masker, hand sanitizer atau vitamin yang sudah sulit didapatkan di apotik. So selagi bisa menghindari social gathering lakukanlah. Karena social distancing hanya sebuah fase untuk kita break sejenak dalam berintetaksi sosial, demi perlindungan dan kesehatan kita bersama.
Mari kita jalani social distancing ini dengan sepenuh hati dan semoga kita semua terhindar dari virus corona. Â
Salam Sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H