Realitas di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah (Sulteng) masih ada masyarakat yang belum dapat menikmati manfaat listrik, maka tentu saja meninbulkan keprihatinan. Karena harusnya setelah 74 tahun Indonesia merdeka, maka listrik sebagai kebutuhan utama, harusnya bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Fakta bahwa masih adanya masyarakat yang belum menikmati listrik, terungkap saat Senator Lukky Semen melakukan reses atau jaring aspirasi di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)Sulteng beberapa waktu lalu. Dari pemaparan dan presentasi data terkait bidang kelistrikan di Instansi tersebut, terungkap bahwa untuk rasio elektrifikasi di Sulteng untuk tahun 2019 sebenarnya sudah mencapai 94,70 persen.
Data ini tidak berbeda dengan yang dipresentasikan oleh Manager PT PLN Area Palu Muhammad Wardi Hadi saat di temui Sang Senator juga untuk reses bahwa, terkait rasio elektrifikasi di Sulteng untuk kategori renewable energy (RE) yang pada tahun 2019 menjadi 96,05 persen. Itu untuk kategori RE PLN, namun jika dimasukkan dengan data RE non PLN akan mencapai  97,75 persen. Klop data kedua Instansi sama.
Namun ironi terjadi pada perbandingan jumlah usulan pemasangan listrik untuk rumah atngga sederhana (RTS) dan realisasinya hingga tahun 2019. Ambil sampel di Kabupaten Banggai Kepulauan dari usulan pemasangan sebanyak 1577 KK yang terealisasi sebanyak 61 KK. Juga di Parigi Moutong  dari usulan 1037 KK terealisasi 286 KK. Kabupaten Sigi dari 347 KK terealisasi sebanyak 150 KK. Hampir semua kabupaten mengalami hal yang sama antara pengusulan dan realisasi tidak sebanding.
Program PLTS dengan sistem off grid sebagai bagian pembangunan energi terbarukan sudah dilaksanakan Dinas ESDM Sulteng sejak tahun 2017. Dimana realisasi hingga tahun 2019 jumlah kepala keluarga (KK) yang sudah terlistriksi sebanyak 6219 KK. Dari jumlah tersebut di Kabupaten Sigi yang terbesar yakni sebanyak 3532 KK, menyusul Banggai Laut sebenayak 1115 KK. Sementara dua Kabupaten yakni Tojo Unauna dan Tolitoli sama sekali belum terealisasi.
Pihak PT PLN Area Palu sendiri tidak menampik, fakta soal masih adanya masyarakat Sulteng yang belum menikmati faslititas listrik. Meski PLN menjamin bahwa berdasarkan data yang dimiliki, total pelanggan rumah tanggal yang ada Sulteng mencapai 641.539 pelanggan, dengan kategori 66 persen pasca bayar dan 34 persen prabayar.Â
Sementara berdasarkan data versi sistem informasi laporan manajemen (SILM) PLN dan BPS (Badan Pusat Statistik) untuk kategori RE atau bentuk pelayanan khusus pelanggan, dari jumlah 708799 kepala keluarga (KK) yang ada di Sulteng, RE total yang terealisasi sebesar 97,75 persen. Sebuah data yang tentu saja sesungguhnya signifikan dalam upaya pengusahaan kelistrikan bagi masyarakat.
Namun dari kondisi lapangan tersebut, terbersit optimisme mendapatkan fakta mengejutkan, bahwa ternyata Sulteng mengalami surplus daya listrik. Dimana sistem kelistrikan di Sulteng hingga tanggal 11 Maret 2020 untuk kapasitas daya telah mencapai 174,97 Mega Watt (MW). Sementara untuk beban pemakaian (BP) sebesar 154,01 MW, sehingga mengalami surplus sebesar 20,96 MW.
Surplus daya tersebut berdasarkan penyerapan dari tiga pembangkit listrik yakni PLTA Sulewana di Kabupaten Poso, PLTM Bambalo di Tojounauna dan PLTD Silae di Palu. Sementara kondisi kelistrikan untuk tiga sub sistem yakni Tambu, Kolonedale dan Bungku untuk daya mampu (DM) pasokan listrik juga mengalami kategori surplus. Sub Sistem di Tambu surplus 550 kilo Watt (kW), Kolonedale 1830 kW dan di Bungku sebesar 2254 kW.
Tidak cukup sampai disitu PLN Area Palu juga mengenjot pekerjaan gardu induk (GI) dan transmsi guna memperkuat sistem kelistrikan di Sulteng, yang saat ini mencapai  27 pekerjaan. Beberapa diantaranya adalah pekerjaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ampana dengan kapasitas 2x3 MW, dimana progresnya telah mencapai  94,16 persen. Untuk Pembangkit Listrik tenaga Mesin Gas (PLTMG) Luwuk kapasitas 40 MW sebesar 81,24 persen. Sementara untuk pekerjaan  Gardu Induk (GI) kapasitas 150 kilo Volt (kV) Palu Baru sudah mencapai 90,45 persen.
Antara masyarakat yang belum terakomodisi listrik dan fakta surplus daya listrik di Sulteng memang menjadi sebuah kontradiksi. Meski berdasarkan data, ada fakta positif terkait bagaimana PT PLN menggenjot pengusahaan kebutuhan listrik bagi masyarakat, tapi tetap saja seringkali aspirasi dan keluhan masyarakat lebih nyaring terdengar. Apalagi masyarakat terpencil yang juga harus mendapat perhatian Pemerintah.
Sebenarnya bukan hanya di Sulteng, kondisi yang sama juga dialami di daerah lain yang belum terakomodasi listrik, sehingga diharapkan energi baru dan Terbarukan (EBT) dapat menunjang kebutuhan energi dengan sistem off grid. Pemanfaatan PLTS dengan sistem off grid merupakan satu instrumen bagi bisa mengakomodasi masyarakat ketika PLN belum bisa menjangkau. Â
Ini tantangan bagi stakeholder terkait termasuk para kepala daerah dan wakil rakyat bagaimana tantangan kelistrikan ini bisa menjawab kebutuhan masyarakat Sulteng. Apalagi undang undang Nomor 30 tahun 2007 tentang energi sudah mengamanatkan bahwa pengelolaan energi (listrik) diselenggarakan berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, dan kesejahteraan masyarakat.
Namun jika pemenuhan kebutuhan listrik sudah terpenuhi, maka jangan lupakan kewajiban untuk melunasi. Karena berdasarkan pengakuan Manager PT PLN Area Palu, bahwa ternyata masih ada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) di Sulteng yang menunggak pembayaran ;listrik lampu jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H