Namun, waktu aku pernah duduk bersama-sama dengannya, Anton ini pernah memarahi seorang wanita apa adanya, wanita yang menunggang nama Dewi. Bukan Dewi kemewahan melainkan Dewi Kesederhanaan. Dewi ini orangnnya agak sembrono. Jika bercanda dengannya kita akan tertawa sampai terpingkal-pingkal mengingat wajahnya yang sangat semringah. Senyumnya segar pahit. Wajahnya gelap. Melihat Dewi kita akan teringat foto John Cena ketika hidungnya darah.
Waktu itu Dewi bercanda dengan Anton sampai dia menginjak sepatu fantovel yang dikenakan Anton. Anton pun berdiri dan menampar pipi Dewi. Dewi yang wajahnya sangat seram berlari sambil menangis. Sampai sekarang jika mendengar nama Anton, Dewi akan melagukan sumpah serapa jenis nenek moyang. Coba, kalau Ayu yang menginjak sepatu itu, Anton akan mengelap dengan penuh gaya, menyibak rambut halusnya yang sedikit agak tebal seperti iklan sampo. Mengesankan, sekaligus menggelikan.
Anton pernah memberi bunga kepada Ayu. Waktu ditanya sama teman-teman, Anton dengan angkuh menjawab kalau itu adalah bunga-bunga saja. Tidak ada makna apa-apa di balik bunga itu. Baru kenal Ayu satu hari Anton sudah ajak Ayu makan di restoran. Bayangkan, kami yang sudah lama berteman dengannya tidak pernah diajaknya. Sekadar traktir nasi jinggo pun tidak. Betapa menyedihkan. Alih-alih lengket dengan wanita, Anton akhirnya disalagunakan wanita. Anton tidak pernah diterima, namun selalu bersama wanita. Anton bersama mereka, mereka bersama uang Anton. Yang Anton tidak tahu adalah wanita itu sangat ekspresionistik.
Belum sempat menghabiskan kisah bersama Ayu, kedatangan Serli sangat mengganggu keadaan psikis Anton. Dua hari bersama Ayu, dua hari juga bersama Serli. Anton punya pembagian yang jelas untuk kebutuhannya. Ayu dan Serli berteman. Di renggang waktu ketika Ayu dan Serli bertemu, mereka berdua akan menceritakan kekonyolan Anton. Tidak hanya sekedar konyol, tetapi mereka juga menganggap itu bodoh. Mereka akan menghitung-hitung besarnya uang yang sudah Anton habiskan bersama mereka masing-masing.
Ayu dan Serli akan tertawa sepuas-puasnya sampai mata mereka berkaca-kaca. Betapa bahagianya mereka menemukan pria semacam ini. Belum sempat kudengar Anton sekali dipeluk mesra oleh keduanya. Setidaknya membayar kebaikan Anton dengan kehangatan pelukan kasih. Sialnya, Anton tidak pernah menuntut, dan rasa-rasanya tidak pernah menginginkan itu. Anton memang absurd.
Belum habis bercerita dengan wanita, jika Anton dibebankan tanggung jawab untuk segera dilaksanakan Anton akan mengakhiri pertemuan dengan wanita itu. Ada kala ditinggalkan mereka. Anton sangat bertanggung jawab sekali jika urusannya soal prosedur, birokrasi, dan ketatanegaraan. Bicaranya selalu terbuka. Kata-katannya tajam. Harus pakai asas-asas yang jelaslah Pak, begitulah ketika Anton tidak puas dengan pembicaraan teman-temannya.
Ringkas saja tentang Anton, mengisahkannya kita jadi ingin terus bertanya bahwa ada apa di balik kerumitannya di mata kita, dan ketegasannya sendiri di balik pelupuk matannya. Anton mungkin adalah orang yang peduli dengan pandangannya sendiri tentang dirinya, dan acuh terhadap lingkungan di sekitar. Bicaranya pelan, tegas, berasas-asas, penuh kelembutan hanya untuk wanita cantik. Anton bertanggung jawab sekali.
Nasib tersial untuk wanita berwajah pas-pasan, bercandanya tidak ada batas, yang blak-blakan adalah ketika berjumpa dengan Anton. Wajah Anton memang seperti pria-pria di iklan sampho namun jiwanya berisi akal sehat yang melumpuhkan kepekaan. Syukur-syukur jika hanya dicerca oleh Anton, karena biasannya dia pakai tampar. Anton memang memuakkan sekaligus memukau.
Bahwa dengan demikian dunia yang absurd tidak pantas untuk diterima dengan ikhlas sebagai anugerah. Sebagai manusia sebenarnya Anton membutuhkan ilusi. Ilusi keindahan, ilusi kebaikan, ilusi kemanusiaan, pokoknya ilusi yang mampu menciptakan kepekaan. Sebagai manusia, Anton membutuhkan penghayatan untuk memaknai esensinya sebagai manusia yang berada. Tidak ada yang tahu jelas, di balik kerumitanya itu Anton sedang menikmati kebahagiaan yang ilusi itu. Sebab, untuk seorang Anton dunianya nampak sangat kabur di mata kita, mungkin penuh sensasional di matanya.
Di mataku Anton hanyalah korban definisi yang dirumuskan di dalam buku-buku ilmiah, korban kerumitan zaman serta keabu-abuan keberadaan kebenaran dan kesalahan yang akan punah itu. Dunia adalah dunia kebenaran yang sangat kaku. Anton anti-perikemanusiaan, perikeadilaan, perikesejahteraan, serta peri-peri yang lainnya. Bagi Anton, semua itu hanyalah peri yang selamanya akan tetap menjadi peri. Kalaupun peri itu bertubuh, peri-peri itu akan selamanya tersesat. Tanggung jawab, dan kesepakatan pemahaman ilmiah Anton kunyah serta bersetubuh dengan sempurna. Namun, kesesatannya adalah kesesatan yang sempurna pula. Kesesatan terhadap peri-peri itu. Peri-peri yang sebenarnya hidup. Peri yang bernyawa dan bertubuh dan berwibawa.
Mungkin, kesesatannya disebabkan pengkhianatan peri-peri indah itu. Membawanya pada ketamakan untuk hanya menyetubuhi definisi-definisi mengenai hidup yang diidentifikasi dalam pemahaman ilmiah. Sebab, untuk wanita akal sehat tidak diijinkan untuk banyak bicara. Untuk cinta sangat tidak pantas untuk dibakukan. Pada intinya yang Anton tidak tahu wanita itu sangat ekspresionistik. Aku tidak tahu akan sampai kapan Anton akan dijajah peri-peri yang dia abaikan, namun untuk seorang manusia pengalaman akan menempanya hingga melahirkan pandangan yang lebih ideal untuk hidup yang tidak pernah ideal.Â