Mohon tunggu...
susilo ari
susilo ari Mohon Tunggu... Wiraswasta - generalis

ngerti sedikit-sedikit lah

Selanjutnya

Tutup

Humor

Turis Madura Geleng-geleng di Jogja

1 Juni 2019   21:40 Diperbarui: 1 Juni 2019   21:54 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
malioboro |idntimes.com

Cak Maturi asli Madura lagi melancong di Jogja. Naik kereta dari Wonokromo turun di Stasiun Tugu. Bingung mau ke mana, akhirnya manggil becak. Pokoknya puter-puter, katanya. Tukang becaknya manggut-manggut saja.

Pelan tapi pasti becak meninggalkan Stasiun Tugu, meluncur ke Malioboro. Cak Maturi berdecak kagum melihat deretan toko-toko, mal dan hotel di sepanjang jalan yang terkenal seantero nusantara itu.

"Lek, toko, emol, hotel ini semua punyak-e siapa?" selidik Cak Maturi. Tukang becaknya bingung. Mana dia tahu pemiliknya.

"Duko", akhirnya dia hanya jawab begitu. (Duko=Nggak tahu).

"Wah, Kang Duko tokonya bagus-bagus, banyak lagi. Punya hotel sama emol. soghi (kaya) rek....!"

Becak meluncur terus ke selatan memasuki alun-alun utara.

"Lek, ini lapangannya siapa?" Cak Maturi ingin tahu.
Tukang becaknya sebenarnya tahu alun-alun utara itu milik Kanjeng Sultan Hamengkubuwono. Tapi kalo dijawab, dia takut penumpang yang satu ini nanti tanya macem-macem tentang Kanjeng Sultan. Malah repot nanti. Akhirnya dia memutuskan menjawab dengan jawaban yang sama.
"Duko."

"Byuh....tokone uakeh, punya lapangan luas lagi......kang Duko, memang soghi sampeyan!"

Tukang becaknya mesem-mesem. Dalam hati bilang...Ha! tak kerjain saja orang ini! Melaju sedikit lagi ke arah selatan, becak itu sampai di samping Kraton Jogja.
"Lha ini rumah siapa, Lek?"
"Duko"

"Byuh-byuh.... Kang Duko, rek! Tokone uakeh, rumahnya besar apik. Lapangan itu tadi berarti halaman rumah, ta?"

Tukang becaknya tambah geli. Tambah semangat pula nggenjotnya. Sebentar sudah sampai di Kompleks Taman Sari. Kebetulan ada sekelompok turis asing di kawasan itu. Londo perempuan semua. Mereka pake baju sekenanya. Maklum, Jogja panas. Mata Cak Maturi melotot keasyikan melihat pemandangan indah terhampar di mana-mana.

"Lek,...iku arek wedok-wedok, londo ayu-ayu bojone siapa?"

"Duko."

"Byuh......Kang Duko, rek, kuat-e duwe bojo akeh. Bojone londo-londo! Pasti dia minum jamu kuat setiap hari."

Tukang becaknya tambah terhibur. Becak terus digenjot meluncur ke arah selatan. sampailah mereka di depan Gereja Katolik Pugeran.

"Lek, gereja yang besar itu punya siapa?"

"Duko."

"Oh.......Ndak ngira...Kang Duko itu Kresten, ta!" Tapi kok bojonya banyak. Katanya ndak bole?"

Tukang becaknya sekarang mulai geleng-geleng mikirin turisnya yang satu ini. Becak belok ke arah timur. Pas lagi kenceng-kencengnya meluncur, tiba-tiba serombongan pelayat memotong jalan diikuti mobil jenazah. Becak terpaksa berhenti. Ciiitt!

"Waduh! Orang meninggal! Siapa Lek yang meninggal?"

"Duko."

Mendengar jawaban ini, kontan Cak Maturi turun dari becak, berdiri sambil membuka topi laken-nya. Sebentar ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Byuh..byuh....byuh.... kang Duko, rek...tokonya banyak, punya emol, hotel, rumahnya bagus, halamannya luas, istrinya cuantik-cuantik eh,....ditinggal matek!" Cak Maturi.


(warisan cerita dari bapakku)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun