November sudah datang, Â artinya musim hujan jadi semakin akrab dengan keseharian kita. Â Dan kalau membahas tentang hujan, Â banjir yang menyertainya juga jadi hal yang lumrah kita saksikan atau dengar di berita-berita. Apakah ini artinya hujan jadi pengundang banjir?Â
Salah besar buat saya kalau menumpahkan pada hujan sebagai penyebab banjir . Â Banjir timbul karena ada yang salah dengan yang kita lakukan dalam penataan lingkungan. Salah satunya adalah pengelolaan sampah. Â Sering lihat, kan setiap banjir datang banyak sampah yang mengambang atau ikut hanyut dalam genangan air banjir?Â
Sampah plastik dan sampah rumah tangga adalah salah dua di antara sampah harian yang masih jadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk mengelolanya. Padahal sebenarnya kalau tahu bagaimana me-manage-nya, jumlahnya bisa kita tekan sampai residunya hanya tersisa 10-15%. Luar biasa, kan? Baru tau? Sama, saya juga begitu. Â Baru tercerahkan saat hari minggu kemarin menyambangi acara Car Free Day di jalan Dago pada hari minggu, 19 November 2017.
Bertempat di pelataran parkir Eduplex, jalan Dago nomor 84 Bandung  ada booth dari Balitbang PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang menggelar Campaign "Ciptakan Lingkungan Sehat dengan Inovasi Balitbang". Selain menggelar zumba bersama pengunjung acara, digelar juga diskusi santai yang membahas seputar banjir, sampah dan limbah plastik.Â
Menarik nih, soal limbah plastik yang selama ini kita ketahui sebagai limbah yang paling susah diurai oleh alam. Volume sampah plastik setiap harinya di Bandung bisa sampai mencapai  1.311 ton setiap harinya, meliputi wilayah Bandung,  Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat (data dari liputan6.com).  Iya,  ini hitungannya hari,  bukan seminggu atau setahun.
Sampah Kresek dan Aspal
Tapi tunggu dulu. Ternyata nih, sampah plastik berupa kresek bisa kita manfaatkan sehingga residunya bisa  diminimalisir dengan mengolahnya menjadi bahan campuran aspal.  Sifat sampah plastik kresek yang lengket/meleleh bila dipanaskan ternyata bagus lho jika dijadikan sebagai bahan campuran aspal.
Pada hari itu di lokasi acara pun disediakan box khusus untuk menampung sampah  plastik keresek dari para pengunjung acara nantinya akan diolah sebagai bahan campuran aspal.  Keren! Semoga bukan hanya pengunjung acara hari itu saja yang sudah aware soal ini tapi juga di kota-kota lainnya.
Selain sampah plastik, seperti yang sudah saya bahas sebelumnya di atas, masalah sampah rumah tangga juga jadi  masalah umum bagi kita untuk mengelolanya. Hampir dari setengahnya sampah total di Indonesia (data tahun 2016  tercatat mencapai porsi 44,5%).
Di Bandung sendiri volume sampah rumah tangga mencapai angka sebanyak 1.500 ton yang dihasilkan setiap harinya. Buat saya mengerikan kalau setiap hari terus bertambah tapi tidak bissa dikelola dengan baik. Â Sampah dapur seperti bekas sayur yang tidak termakan karena basi atau sisa cahan dari batang sayur, kulit buah dan sejenisnya termasuk yang sering kita buang setiap harinya.
Di hari yang sama, saya berkesempatan untuk ngobrol dengan Ibu  Lya Meilany Setiawati,  dari Puslitbang Perumahan dan Permukiman.
Di antara sampah rumah lainnya, sampah dapur adalah sampah yang paling cepat membusuk, menguarkan aroma tidak sedap bila tidak dikelola dengan baik. Namun baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang PUPR menemukan cara pengelolaan  yang unik dengan sistem Composting dengan kascing (bekas cacing).
Untuk mengelolanya kita membutuhkan tiga bahan utama yaitu kompos, tanah,  dan kotoran hewan sapi  yang sudah kering dengan perbandingan 3:1:1. Jangan khawatir soal bau yang ditimbulkan dari kotoran sapi. Kotoran sapi ini tidak mempunyai bau seperti kotoran hewan lainnya.  Setelah ketiga bahan ini kita simpan dalam wadah, barulah limbah rumah tangga dari dapur tadi kita masukan ke dalam komposter.
Untuk membuat komposter dari limbah dapur ini tidak asal kita masukan begitu saja.  Sebelumnya sampah dapur ini harus kita tiriskan dulu sampai kadar airnya tidak lebih dari 50%. Cara untuk memastikannya adalah tidak ada air yang menetes dari sela-sela jari kita bila sampah ini kita kepal dengan jari-jari tangan.  Selain itu kita juga bisa memanfaatkan tetesan air dari sampah dapur ini dengan meniriskannya dalam kantung plastik dan memanfaatkannya untuk  menyiram tanam.
Caranya begini:
-  Wadahi sampah organik  dalam plastik  yang sudah dibolongi agar tertiriskan
- Â Masukan ke plastik kedua untuk menampung air. Airnya bisa dipakai untuk menyiram tanaman.
Sementara itu untuk mengolah sampah dapur tadi dalam komposter bisa dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
- Siapkan wadah apa saja, misalnya ember bekas maksimal setinggi 60 cm agar sirkulasi udara tetap terjaga
- Simpan pasir atau kerikil di dasar wadah
- Masukan kompos (jika tidak ada tidak apa-apa)
- Masukan sampah dapur (maksimal ukurannya 5 cm)
- Tutup dengan tanah (boleh tanah apa saja).
- Masukan cacing tanah biasa dengan jarak 5 cm.Â
Untuk satu container berukuran  60 cm x 30 cm dibutuhkan kira-kira 1 kg cacing tanah. Nantinya dalam setiap hari cacing-cacing ini akan naik ke permukaan membuang kotoran dengan volume mencapai  0.5 kg. Yup,saya ga salah, 0,5 kg. Ini karena satu ekor cacing tanah menghasilkan kotoran setara dengan setengah dari berat  tubuhnya.Â
Pastikan komposter ini tidak terkena sinar matahari langsung karena sifat alami cacing yang menghindari sinar matahari. Selebihnya jangan lupa untuk memastikan menyirami komposter dengan kadar air yang cukup namun bila terkena hujan tidak usah disirami lagi. Â
Komposter ini tidak akan berbau atau mendatangkan belatung atau lalat karena limbah dapur tadi sudah tertutup tanah.  Kascing alias bekas cacing yaitu kotoran cacing yang berwarna putih yang muncul di permukaan tanah inilah  yang akan kita panen setiap hari.
Untuk 1 kg kascing bisa dijual dengan harga Rp.7.500/kg, sedangkan kalau diekspor ke Malaysia bisa dihargai lebih mahal lagi jadi Rp. 15.000. Lumayan menggiurkan, kan? Hitung deh dari satu komposter Kascing saja setidaknya kita sudah bisa menghasilkan 15 kg Kascing.
Bagaimana,tertarik untuk mengelola sampah dapur jadi bernilai ekonomis? Â
Mulai dari sekarang mari kita memilih dan memilih sampah antara sampah organik dan anorganik sebelum dibuang. Â Bila sampah anorganik seperti kertas dan Koran bisa kita kelompokan untuk didaur ulang, sampah-sampah organik kita pilih lagi untuk dikelola lebih baik. Selain mengurangi bau dan residu akhir yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir Sampah bisa jadi bermanfaat secara ekonomis.Â
PR untuk mengelola permasalahan sampah sebenarnya bukan cuma tanggung jawab pemerintah saja, tapi juga kita semua. Siapa sih, yang tidak senang kalau ternyata permasalahan sampah dan banjir karena onggokannya menghambat laju air di sungai atau selokan ternyata  bisa kita atasi dari hal terkecil, kita sendiri dan sejak sekarang. Setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H