Dulu, Â kalau ngomongin digital, paling gampang mengasosiasikanya dengan aplikasi media sosial. Sejak gawai di tangan bukan hanya berfungsi untuk telpon dan sms dengan aplikasi email atau chat sepeti bbm yang dibenamkan ke dalamnya. Â
Waktu saya masih kuliah dulu, selain membuka email, sekadar chat di kanal mIRC, atau yahoo messenger saya harus melipir dulu ke warnet. Ada yang murah meriah dengan tariff 2.500 per jam sampai 6.000 per jam.  Malah ada yang memberikan rate 10.000 jam dengan fasilitas ekstra. Buat ukuran kantong mahasiswa kayak saya sih itu nanti dulu, lumayan nyesekin dompet J Tahun segitu HP yang digunakan masih besar kayak batu bata, dengan layar monokrom dan nada dering yang masih sederhana. Setelah bekerja, saya masih berusaha keep in touch dengan dunia  digital, meski ga setiap hari juga. Sekitar tahun 2005an,  situs jejaring pertemanan Friendster lagi boomingnya, bersamaan dengan aktivitas milis yang juga masih trending.Â
Kalau tidak salah sekitar tahun 2008an, Friendster menghilang dari orbitnya, tergeser  oleh situs jejaring pertemanan yang masih eksis sampai saat ini, Facebook (FB). Yang saya rasakan, FB sekitar tahun 2010 semakin heboh karena bisa diakses lewat gawai, walau tampilannya masih sangat sederhana. Di sisi lain dengan keberadaan fitur BBM yang memfasilitasi chat group membuat jagat milis alias mailing list semakin tenggelam. Interaksi teman-teman milis yang saya ikuti pun bergeser ke Facebook. Beberapa diantara mereka masih terhubung di dunia medsos lho. Dari  facebook, instagram sampai aplikasi chat yang notifnya paling sering bunyi di hp saya, Whatsapp.
Sebenarnya perkembangan dunia digital yang semakin muda diakses dari smarthphone bukan hanya untuk aplikasi have fun saja seperti media social atau chatingnya (WA, BBM, Line, Snap Chat dsb). Sebagai pengguna jasa angkutan yang harus ‘rela’ membeli waktu dengan nomnail lebih, saya termasuk konsumen yang merasa terbantu dengan adanya situs booking transportasi online. Baik motor (gojek) atau taksi (uber, grab, go-car). Dibanding yang sistemnya konvensional, harganya jauh lebih murah.  Walau begitu, saya memanfaatkannya hanya dalam situasi tertentu saja. Kepepet waktu atau malas berlama-lama tertahan di jalan,  faktor cuaca seperti hujan atau banyak bawaan yang ribet  bin rempong. Selebihnya? Ya sudah pakai angkutan biasa saja, demi menyelamatkan cash flow hehehe
Siapa yang jeli memanfaatkan celah dialah yang akan jadi pioneer di bidang yang ditekuninya. Seperti kebanyakan trend lainnya di Indonesia, biasanya para pembuka jalan ini akan mendapat kompetitor yang bergerak dalam lingkup yang sama. Nadiem Makarim dengan gojeknya misalnya.  Alumi Harvard ini berhasil merevolusi  industri transportasi dan teknologi dalam satu aplikasi mobile.  Dulu Gojek jadi satu-satunya pelaku penyedia layanan ojek online. Beda dengan sekarang, semakin banyak provider yang menawarkan layanan yang serupa. Sekarang mah siapa yng pintar berinovasi, dialah yang akan bertahan.Â
Itu baru aplikasi transportasi online saja yang softwarenya bisa dengan mudah kita temukan di google play bagi pengguna android atau Apple Store untuk pegguna i-Phone. Â Kebutuhan akses yang mudah dan cepat juga ditangkap dengan jeli oleh para pengusaha e-commerce. Â Siapa coba yang tidak familiar dengan beberapa situs belanja online seperti tokopedia, zalora, bukalapak, Â dan sebagainya? Dengan beberapa kali tap di layar handphone, pesanan barang yang kita pesan segera meluncur.Â
Ini lho, yang menarik dari trend digital sekarang.  Beberapa penyedia jasa yang ditawarkan secara online jadi saling bersinergi. Untuk toko online seperti ini penyedia jasa ekspedisi atau penyedia dana deposit via perbankan jadi saling terhubung.  Mereka ini dalah contoh para pegiat dunia eccomerce yang bekontribusi terhadapt pendapatan nasional dengan membangun negeri  dengan kreasi digital. Sebagai infomasi, share dunia e-commerce terhadap pendapatan nasional mencapai 30 milyar US$ pada tahun 2016,  meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingdua tahun sebelumnya pada tahun 2014, dengan share sebesar US$ 12 milyar.
Menurut riset yang dilakukan oleh google, pada tahun 2020an nanti, Indonesia menjadi pasar potensial yang menjanjikan. Saat ini baru 24% saja yang mengakses internet. Uniknya peluang manis ini ternyata  masih  berpihak kepada pelaku start up digital lokal daripada investor asing. Pasalnya modal yang besar jadi percuma kalau tidak bisa menjawab kebutuhan pasar lokal di Indonesia. Tertarik jadi salah satu pelaku dunia digital di Indonesia? Boleh banget.  Marketnya masih luas. Asal ya itu tadi, tau betul kebutuhan umum masyarakat yang potensial untuk digali. Ga selalu harus menggarap di sektor masyarakat perkotaan saja.  Gagal membaca kebutuhan pasar? Bye!
Selama ini maasih banyak masyarakat yang merasa ilfil atau parno bila mendapat penawaran asuransi, baik secara telemarketing  via telepon atau offline dengan kunjungan ke rumah/kantor atau ‘dicegat’ di mall. Itu baru tahapan awal saja, lho. Belum lagi kalau ternyata sang sales berhasil meyakin nasabah barunya, prosedur yang ribet terasa menyebalkan. Sepertinya ini salah satu hal mengapa masih banyak yang alergi dengan layanan asuransi di Indonesia.
Lalu apa kelebihan yang ditawarkan oleh Asurangi Jaga Diri disbanding lainnya? Â Asuransi Jagadiri memberikan layanan yang menarik, antara lain seperti berikut:
- Proses yang cepat dan mudah, mulai dari pengajuan polis sampai proses klaim
- Forum Group Disscusion untuk memfasilitasi dan memberikan feedback ayang yang dibutuhkan oleh klien
- Komunikasi langsung dengan perusahaan asuransi tanpa perantara agen
- History/track record  transaksi yang bisa diakses dengan cepat dan mudah dari handphone sendiri
- Interaksi secara langsung melalui customer service  (saat ini masih dilayani selama jam dan hari kerja)
- Terhubung dengan media sosial seperti facebook dan twitter, dan grup chat di Whatsapp untuk menguatkan engagement
Ada atau tidak ada klaim, dana nasabah akan dikembalikan 50% setelah melewati waktu 3 tahun. Ya lumayan kan? Ga hangus kalau misalnya tidak terpakai? Apalagi kalau terpakai tetap dibalikan. Meski sebenarnya siapa sih yang mau sakit atau mengalami musibah? Ga ada. Yakin deh.
Sebagai penyedia jasa keuangan,  Asuransi Jaga Diri termasuk institusi keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga para nasabahnya akan tetap merasa  aman. Hanya saja sesuai dengan peraturan yang berlaku, unit link tidak termasuk layanan keuangan yang go online. Sampai saat ini baru produk yang sifatnya simple saja yang dilayani secara online oleh Asuransi Jaga Diri.
Gimana, tertarik?Â
Efi Fitriyyah
Blogger, Kompasianer Bandung
FB: https://web.facebook.com/EfiFitriyyah
Twitter: @efi_thea
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H