Mohon tunggu...
Efi Riana
Efi Riana Mohon Tunggu... -

"statisticians who love art and psychology"\r\n"workaholics, love climbing, jogging, reading, watching drama and movie"\r\n"family lover"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

IPB dan UI

4 Juni 2012   14:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:24 3603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13388181861722122049

Bagaimanapun, di dalam sejarah Institut Pertanian Bogor (IPB) pernah menjadi bagian Universitas Indonesia (UI). (Bisa dilihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Institut_Pertanian_Bogor atau http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/28622)

Tulisan ini didasarkan pada keisengan saya membaca sebuah blog yang judulnya cukup menarik minat saya. Blog ini beralamat http://staff.blog.ui.ac.id/daryanti/2008/10/23/ipb-dan-ui/. Di dalamnya tertulis curahan hati si penulis yang karena sesuatu hal harus berkunjung ke IPB. Berikut tulisannya...

IPB dan UI

Kemarin, Rabu, 22 Oktober 2008

saya main-main ke kampus IPB Bogor

Kampus Dermaga tepatnya.

Tujuannya sih sebenarnya untuk meramaikan acara wisuda adik ipar saya, Ahmad fauzi, yang akhirnya kelar kuliahnya, setelah berkuliah ria sambil bekerja selama hampir tujuh tahun. hm hampir geleng-geleng kepala. Nyaris saja dia menjadi mahasiswa abadi, atau kalau di UI mungkin sudah diminta mengundurkan diri. Seperti kasus siapa ya?

Wah, IPB secara nyata berbeda sekali dengan UI.

Kataku soal Kampus IPB

IPB memang punya julukan kampus rakyat. Bus IPB sebenarnya ada, tapi ketika ada wisuda di alihkan untuk wisudawan dan keluarganya. Sebenarnya anak IPB dari kalangan berpunya (mungkin disini diukur dengan mobil dan laptop, maaf kalau salah) itu gak kalah banyak dengan UI. Yang membedakan adalah anak IPB lebih low profile. Ini mungkin memag juga cuma pandangan saya. Soalnya banyak teman-teman saya yang anak pejabat, developer, pengusaha dan kalangan atas lain yang tampil biasa. Mereka cenderung tidak ingin menonjolkan kekayaan orang tuanya. Baru tahu kalau mereka dari golongan berada setelah bergaul akrab atau main ke rumah. Beberapa teman sebenarnya dibekali mobil sama ortunya, tapi mereka lebih memilih menggunakan motor, jalan, atau naik bus dan meninggalkan mobil di kosan atau di rumah. Bahkan ada anak menteri yang kalau dilihat sekilas tak menunjukkan kalau dia anak menteri RI, bahkan merasa sungkan kalau jabatan ayahnya di sebut-sebut. Hal ini mungkin karena kultur kampus rakyat yang begitu melekat. Apalagi adanya wajib asrama selama 1 tahun pada tingkat pertama agaknya memola mahasiswanya hidup sederhana. Maklum tak jarang orang dari golongan berpunya dan dari golongan kurang seringkali ditempatkan dalam 1 kamar yang tidak terlalu luas. Begitu pun alumni IPB, beberapa kali saya melihat alumni IPB yang sukses dan masuk tv. Gaya low profile, tujuan untuk mengabdi masyarakat, dan bermanfaat bagi orang lain agaknya jadi pemandangan umum kisah sukses alumni IPB. Mengenai teknologi, saya mengakui masih banyak mahasiswa IPB yang kurang lihai. Hal ini dimungkinkan karena beberapa bidang kuliah di IPB tidak mengharuskan penggunaan IT. Hanya jurusan tertentu saja. Selain itu, IPB menyediakan cyber (komputer dan internet gratis) bagi mahasiswanya. Birokrasi, organisasi, unit kegiatan mahasiswa senderung aman, bahkan dikelola dengan sangat baik. Sangat jarang menemukan mahasiswa yang sama sekali tidak terlibat dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini saya akui bahwa kegiatan seni masih kurang. Meskipun demikian, beberapa komunitas seni mulai bermunculan: musik, teater, stand-up party, dan sebagainya. Menurut saya mahasiswa IPB kurang suka berteriak-teriak aksi, meskipun ada pasti sedikit peminatnya. Mereka cenderung ‘cari aman’. Adem ayem dan tidak banyak protes, menurut saya jiwa kritis mahasiswa IPB masih kurang. Sebagai mahasiswa IPB, saya turut bangga dengan prestasi-prestasi mahasiswa IPB di berbagai jangkauan. Bahkan tahun 2011, juara 1 Mahasiswa Berprestasi Nasional di raih oleh Kak Leo Wibisono, mahasiswa Teknologi Pangan Angkatan 2007. Banyak lagi prestasi nasional dan internasional, prestasinya pun tak melulu bidang pertanian. Ada satu hal lagi, kegiatan beragama di IPB sangat aktif dan tidak saling kontra. Toleransi sangat tinggi. Selain itu gaya berbusana mahasiswanya cenderung lebih sopan, dan hijab menjadi pilihan mayoritas (banyak yang berhijab setelah kuliah di kampus ini). Tiap kelas biasanya ada hajiko (hari jilbab koko). Hampir tidak pernah ada mahasiswa pakai rok mini atau hot pen atau u can see di area kampus. Terlepas dari paparan saya di atas, tetap saja ada oknum-oknum yang melakukan hal-halyang tidak sesuai. Kegiatan-kegiatan yang kurang sesuai maupun hal lain yang tidak sebaik kampus UI. Ini semua pandangan saya sebagai orang yang selama hampir 2 tahun tinggal di IPB. Bagaimanapun saya sempat mengidam-idamkan menjadi pemilik 'jakun'. ^_^

Selamat bersua !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun