Anita menepikan troli belanjanya lalu asik memilih buah-buahan impor yang diincarnya, yang jarang dibelinya karena harganya. Dia sedang merobek  kantong plastik untuk tempat buah, ketika pasangan di sebelahnya bercakap-cakap dan memenuhi gendang telinganya karena terlalu dekat dan lumayan keras.
Supermarket itu tidak begitu ramai , tempat rak buah ada di pojokan , suara itu bergema di keheningan dan menyesakkan  nafasnya serta menimbulkan titik didih kemarahan yang terpicu begitu saja, padahal bukan dirinya yang sedang diajak bicara oleh pria itu, tetapi fatamorgana seolah-olah dirinya yang diajak bicara dan dirinya mencapai suhu ledak, murka.
Suara keji pria itu pada wanita di sebelahnya terdengar jelas dan lugas serta begitu dingin, sementara si wanita menjawab terbata-bata, tiba-tiba saja Anita merasa jatuh kasihan pada wanita itu, spontan begitu saja.
Kata-kata pria itu berhamburan dalam nada yang begitu dingin dan penuh tikaman. Bahwa pria itu lebih suka melajang di usia 40 daripada terpaksa menikahi wanita itu, bahwa dia menikah dengan wanita udik yang memalukan dan sama sekali tidak membanggakan, bahwa seharusnya dia mendapatkan wanita yang lebih muda dan lebih modern dan lebih mandiri.
Duar !
Ingatan lama dan panjang tentang pernikahannya, serasa merasakan hal yang sama, namun yang mengatakan bukan suaminya tetapi mertuanya, ingatan panjang menyakitkan bahwa ia mencintai suaminya dan suaminya mencintainya, tetapi level bertrap-trap adalah kerikil dan duri dalam daging untuk pernikahan mereka, hingga Anita ditinggalkan selamanya.
Troli itu dia dorong dan lepaskan hingga suara benturan menjatuhkan beberapa butir apel dan menggelinding. Percakapan satu arah terhenti dan  dia berhadapan dengan pasangan itu dengan sikap menantang.
"Apa anda tidak tahu ini supermarket umum?"
Sang pria terperangah, sang wanita sedang mengusap airmata di wajahnya yang pucat dan kurus serta penuh ketakutan.
"Apa harus begitu?" Suara pria itu menggelegar dan menyambar trolinya sendiri dan membenturkan pada troli belanjaan Anita dengan suara benturan yang membuat seorang petugas supermarket tergopoh-gopoh datang dengan wajah bertanya-tanya, memunguti buah yang jatuh dan menyendirikannyaÂ
"Ada yang bisa kami bantu? Ada masalah apa?"Tanya petugas itu.
"Tidak ada" kata Anita sambil mengamati kepergian pria  yang buru-buru pergi dan istrinya mengikuti kecepatan langkahnya, mereka tidak jadi berbelanja. Bagus!
Mencoba meredam dirinya dari suasana hati yang benar-benar kacau dan mempertanyakan sikap spontannya, kenapa harus semarah itu, kenapa harus sekasar itu? Bukankah seharusnya dia pergi dan membiarkan mereka?
Hari berganti dengan masih meragukan seniri apa yang telah dilakukannya, siapa pasangan itu, siapa pria keji itu?Â
**
Acara hari ini di kantornya, berkenalan dengan pimpinan baru yang berasal dari  kota lain. Lelaki yang ia juluki 'monster' dengan teman-temannya saat ia berceritera tentang peristiwa di supermarket, dia berdiri disana dengan senyum dan wibawa dan ketenangan, bersama istrinya yang sepertinya tidak mengenalinya pasangan yang terlihat begitu harmonis, Anita tiba-tiba merasa muak.
Tamatlah riwayatku! Pikirnya.
**
Pergerakan dimulai, adu pengaruh dimulai, Anita seperti biasa tidak begitu peduli. Yunior yang pernah diajarinya sepertinya semakin merangsek maju menebar pesona dan Anita sudah hapal, anak itu tidak bisa apa-apa.
Peperangan dimulai, Yunior nampaknya lebih dipercaya dan diserahi apa-apa, Anita merasa dilangkahi karena Yunior mengambil alih kuasa dan tiba-tiba Anita merasa akhir-akhir ini hanya makan gaji buta.
**
"Jangan Resign" Kata temannya Lala.
"Aku sudah tidak betah" katanya
"Temui pak bos, you are the best"
"Tetapi Yunior dengan cara yang tak biasa"
"Ayolah"
Anita mengetuk pintu, mencoba meredakan deburan jantungnya,satu kesalahan awal namun dirinya tak pernah merasa bersalah.
"Ah.. kebetulan..aku baru ingin memanggilmu"
Kata pria itu. Sebuah map di atas meja.
Anita duduk dan menatap map di depannya.Â
"SK pemindahan tugas di lain kota. Posisimu akan diisi oleh Yunior yang kurasa karakternya lebih terpuji dan lebih stabil menguasai keadaan"
Kata pria itu dingin.
"Tetapi pak.." Anita memprotes.
"SK sudah jadi. Silahkan dilaksanakan yah kecuali anda ingin resign"
Sesuatu menghantamnya. Ia membawa map itu keluar ruangan dan menyadari  hanya ada dua pilihan, tetap atau pergi.Â
Sesuatu mendidih lagi, dia ingin menangis di pelukan seseorang, namun pemilik lengan itu telah pergi abadi.
**
Anita pindah kota untuk pekerjaannya. Meski sebagai kepala cabang, namun itu seperti dibuang ke kota kecil yang pasarnya kurang bertumbuh. Dia menyiksa dirinya bekerja begitu keras dan lupa mengurus dirinya. Dia menanam investasi warisan suaminya dengan membeli tanah di kota tempatnya bekerja dan membuat tanah itu menghasilkan uang.
Lima tahun kemudian dia menikah dengan pria dari kota itu, seorang pemilik penginapan dan mereka mengembangkannya. Anita menyadari itulah jalan hidupnya dan bersyukur.
Lima tahun kemudian dia bertemu dengan mantan atasannya  di sebuah rumah sakit di kota itu, mantan atasanya yang  pernah memindahkannya, mantan atasan yang ingin menjual tanahnya karena butuh biaya pengobatan. Suami Anita membelinya untuk mengembangkan usaha.
Sesuatu yang entah kenapa terlepas dari bebannya. Dia telah memaafkan atasannya.
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H