Kala biasa kuukir tatapan lewat jendela di ujung sana,yang lalu pelan terhapus oleh kabut dan awan yang menghapus semua bayang tentang sebuah wajah
Terlalu banyak goretan dan aturan yang menekan, lalu sayapku terpatah tak bisa terbang, bagai burung kehilangan kepak-kepak sayapnya, bukan menjadi dirinya
Terlalu sedih mengapa kabut dan awan begitu tebal,menghapus jejak damba yang kian lama kian kerontang,bagai tanah dengan rekahannya kekurangan titik air hujan saat membutuhkannya
Rasa damba yang telah tiada, terkubur dalam  jejak-jejak kesuraman dan ketidakbahagiaan,kala tautan saling pengertian telah dilepaskan,  satu dominasi menghantui sebuah hubungan dengan keposesifan,  jejak-jejak damba yang telah tiada kian terasa, saat dua hati tak bisa bersua ke depannya
#puisianakmuda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H