Sekedar bercerita...
Model bertetangga memang beda-beda,bertetangga ala perumahan bersubsidi ,bertetangga ala perumahan menengah,bertetangga ala perumahan mewah,bertetangga ala perumahan kantor,bertetangga ala kampung pinggir sungai,bertetangga ala kampung tengah kota dan bertetangga ala pedesaan serta masih banyak lainnya.
Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya,tentang heterogenitas dan homogenitas,semakin rapat dan kecil sebuah bangunan maka ada kemungkinan semakin membaur  satu sama lain.
Ketika seseorang hidup di sebuah kampung rapat yang biasa berbaur,bahkan kejelekannya bisa mengetahui dan mengurusi masalah orang lain,tergantung orangnya juga.
Kembali ke tadi,pastinya akan kaget begitu tinggal di perumahan dimana hampir semua anggota rumah penghuni bekerja,pagi sampai sore sepi karena ditinggal penghuninya.Begitu datang langsung menutup pintu karena kelelahan bekerja.
Pertemuan hanya saat pas ketemu dan ada acara khusus,selain itu tidak ada.Tidak seperti di kampung yang rapat,saat tukang sayur datang,para ibu berkumpul membeli sayuran duapuluh ribu dan tukang sayur masih disitu mwmdengarkan obrolan para ibu-ibu yang tidak suka FB an atau belum .
Beda lagi dengan perumahan yang kami huni belum lama ini.Perumahan sedang dan penghuninya keluarga muda semua dengan anak berumur satu hingga  tiga tahun.Bersemangat berangkat kerja berdua dengan anak yang sepertinya disekolahkan sekolah bayi atau dititipkan di semacam penitipan anak karena tidak memiliki asisten rumah tangga.
Perumahan yang berada di pojok dari sebuah wilayah,yang malah kalah sama penduduk aslinya.Harga tanah disini,jangan ditanya berapa.Tiga apartemen sudah dan sedang dibangun.
Penduduk aslinya rata-rata memiliki bangunan di atas 500 meter persegi atau bahkan 1000 meter,yang dibangun joglo, ada banyak pohon rambutan yang sampai busuk pun tidak ada yang menyentuh.
Pas musim rambutan akan bertebaran rambutan,yang mau mintapun, saya rasa tuan rumahnya malah senang.Rambutan sangat murah disini pas musim,kadang dua ribu rupiah.
Penduduk asli punya tanah hektaran dan banyak yang disewakan untuk restauran besar disini (banyak sekali restauran besar disini dengan menu per porsi 150 ribu misalnya kepiting dan sangat ramai),dengan sistim sewa tanah perlima tahun.
Penduduk yang punya uang tetapi sangat sederhana ,mereka juga banyak yang mendirikan pavilun untuk keluarga kecil dan disewakan untuk para pekerja baik yang sebagai pengemudi  taksi online maupun pekerja kantor  .
Penduduknya banyak yang sudah sepuh.Banyak yang sudah berusia di atas 80 tahun,mereka orang-orang yang sangat ramah.
Satu lagi jenis keramahan mereka adalah di atas lahan dan rumah-rumah besar mereka,tidak memasang pagar rumah dan menyediakan pintu atau gerbang yang tidak dikasih pintu gerbang agar mobil bisa memutar disitu saat berpapasan dengan  mobil lain karena jalan hanya sekitar 4 meteran lebarnya.
Pemakaman pun juga bisa untuk penduduk pendatang dan ada harganya 15 juta untuk mengurus semua pemakaman(mirip event organizer),saya ketahui ketika tetangga sebelah meninggal.Dan uang itu untuk lahan pemakaman dan kas desa.Jadi semacam membeli satu jatah kuburan dan diurus semua upacara pemakamannya.Untuk penduduk asli jelas beda.
Keramahan penduduk dan kesederhanaan serta malah jarangnya kontra karena meski punya uang banyak dari menyewakan sepuluh pavilun atau rumah kontrakan (banyak  yang membangun seperti itu disini ),mereka masih mau menanam bayam dan mengurusi sendiri kolam ikan yang berhektar-hektar.
Pola pikir mereka pun maju,banyak akademisi ,jadi bukan penduduk pedesaan yang gamang akan perubahan.Mereka bisa menyatukan keduanya.Modern tetapi sederhana dan sepertinya banyak sekali yang panjang usia dan sehat sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H