"Tentu saja membutuhkannya,tetapi pengemis itu pekerjaan 'yang menjual belas kasihan dengan  berbagai cara,kalau terus membiarkannya,apakah itu mendidik dan menghormati harkat manusia?Siapa sih yang tidak kasihan.Tetapi harus memikirkan ke depannya agar mereka lebih baik masa depannya".
Kemudian Perda di Yogya muncul tentang aturan mengenai pengemis dan gelandangan tahun 2014
Saya cuplikan yang ringkas saja:
-Bahwa gelandangan itu ada dua yang waras atau yang sakit jiwa.
-Bahwa pengemis itu adalah orang yang pekerjaannya meminta-minta dengan menjual belas kasihan'
-Bahwa ada tindakan untuk menanggulanginya, yang bersifat mencegah(preventi),memaksa(koersif),rehabilitasi  misalnya ada Rumah singgah dan sebagainya dan reintegrasi misalnya ditelusuri asal usul keluarga,dikembalikan atau bekerjasama dengan Pemda asal seseorang tadi untuk solusinya dan jika tidak ada keluarganya berarti harus ada bantuan berkesinambungan dari Penda .
Dan bahwa jika seseorang dan lain sebagainya memberi pada pengemis atau gelandangan di tempat-tempat umum maka akan ada konsekuensi kurungan 10 hari atau denda satu juta rupiah.
Semua tercantum dalam Perda itu dengan  pasal-pasal dan aturan sangat jelas.
Saya hanya mendeskripsikan disini.
(Sumber Perda Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 tentang Gelandangan dan Pengemis).
Realita setelah Perda dibuat: