Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Dari Penganan Bacang hingga Perahu Naga, Inilah Sejarah Festival Duanwu

9 Juni 2024   14:31 Diperbarui: 9 Juni 2024   14:49 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberadaan perahu-perahu nelayan yang mencari jasad Qu Yuan di masa lampau, kemudian diimplementasikan menjadi Perahu Naga. (Foto: Shutterstock)

Awalnya, mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai, namun agar tidak terburai, mereka pun membungkusnya dengan dedaunan bambu yang sampai sekarang dipakai untuk membungkus penganan bacang.

Hingga ribuan tahun berlalu, penganan ini masih dapat ditemui, terutama pada Festival Duanwu yang menghadirkan lomba perahu-perahu Naga. Cikal-bakal hadirnya perahu dalam festival yang sebenarnya digelar untuk mengenang Qu Yuan ini, bermuasal dari perahu dan sampan nelayan yang dulu mencari jenazah Qu Yuan.

Festival Duanwu dan Tradisi Leluhur Tionghoa yang Sarat Pesan Moral

Festival Duanwu masih asing di Indonesia kecuali di Medan dan beberapa daerah dengan mayoritas etnik Tionghoa di Kalimantan. (Foto: Effendy Wongso)
Festival Duanwu masih asing di Indonesia kecuali di Medan dan beberapa daerah dengan mayoritas etnik Tionghoa di Kalimantan. (Foto: Effendy Wongso)

Secara umum, kebanyakan etnik Tionghoa baik di Tiongkok (China) maupun diaspora perantau di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Indonesia sendiri, penganan Bacang tidak sekadar makanan tradisional Tiongkok yang masih digemari sampai sekarang namun juga menyimpan tradisi kuno terkait kearifan dan pesan moral para leluhur.

Kendati menyoal bacang mereka sedikit sudah paham, namun Festival Duanwu masih asing di Indonesia kecuali di Medan dan beberapa daerah dengan mayoritas etnik Tionghoa di Kalimantan. Di daerah ini, selain menyantap bacang, ada satu tradisi yang masih dipegang teguh dan menjadi budaya.

Tradisi tersebut adalah mempersembahkan bacang nondaging atau vegetarian yang biasa disebut "chai cang" kepada totem, khususnya Guan Yin atau lebih dikenal sebagai Avalokitesvara khususnya umat Buddha mazhab Theravada.

Sebelumnya, Duanwu atau Peh Cun ini dirayakan untuk mengenang tokoh patriotik Tiongkok kuno, Qu Yuan di masa Sam Kok ribuan tahun lampau. Setelah itu, perayaan ini marak digelar suku Yue di selatan Tiongkok pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han.

Seperti diketahui, perayaan yang dilakukan adalah satu bentuk peringatan dan penghormatan kepada leluhur yang dianggap berjasa seperti telah ditunjukkan Qu Yuan. Lambat laun, setelah terasimilasi secara budaya dengan suku Han yang mayoritas, perayaan ini kemudian berubah serta berkembang menjadi Festival Duanwu yang modern, seperti yang banyak dilakukan di negara-negara Asia seperti Taiwan, Hongkong, Makau, Vietnam, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia.

Keberadaan perahu-perahu nelayan yang mencari jasad Qu Yuan di masa lampau, kemudian diimplementasikan menjadi Perahu Naga. (Foto: Shutterstock)
Keberadaan perahu-perahu nelayan yang mencari jasad Qu Yuan di masa lampau, kemudian diimplementasikan menjadi Perahu Naga. (Foto: Shutterstock)

Dalam Festival Duanwu, biasanya digelar beberapa kegiatan, di antaranya lomba Perahu Naga. Tradisi perlombaan Perahu Naga ini muncul setelah meninggalnya Qu Yuan yang bunuh diri dengan melompat ke dalam sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun