Lagu "Kebyar-kebyar" yang dinyanyikan mendiang Gombloh sudah terdengar dengan volume yang cukup keras saat saya menjejaki lantai resto yang terbilang cukup populer di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Tidak sekadar untuk sarapan bubur ayam seperti biasanya, tetapi juga untuk merasakan atmosfer "kemerdekaan" yang dirayakan masyarakat dengan meriah seantero negeri di pagi hari ini, Rabu 17 Agustus 2022.
Lagu pembakar semangat kebangsaan dan nasionalisme itu kembali terdengar melalui speaker yang cukup besar yang tergantung sepasang di atas eternit resto melalui lagu "Hari Merdeka", "Halo-halo Bandung" dan lain-lainnya yang dinyanyikan Cokelat Band saat saya menyantap makanan saya.
Saya edarkan mata, suasana "kemerdekaan" benar-benar selaras dengan apa yang dikondisikan manajemen yang berlokasi di Jalan Veteran 18, Fatululi ini. Karyawan, dalam hal ini pramusaji, bartender, dan supervisor tampak mengenakan kebaya khas Nusantara.
Sebelumnya, di atas meja terlihat miniatur bendera Merah-Putih yang berdiri "gagah" seakan mempertegas "kemerdekaan" itu sendiri.
Setiap detik-detik menuju momentum "pembacaan" teks Proklamasi yang biasanya dibacakan kepala daerah masing-masing di setiap wilayah Indonesia yang saat ini dapat disaksikan langsung dari live streaming dan kemutakhiran teknologi digital lainnya, merupakan hal menarik bagi saya untuk kontemplasi. Sudahkan saya menjadi insan yang berarti dan berkontribusi bagi negeri ini?
Saya sadar, salah satu kontribusi yang dapat dilakukan masyarakat tentu adalah dengan menjadi warga negara Indonesia (WNI) yang baik.
Saat ini, mungkin kita tidak perlu mengangkat senjata atau bambu runcing melawan penjajah asing seperti Belanda dan Jepang tetapi cukup mematuhi hak-hak dan kewajiban kita sebagai warga negara, seperti membayar pajak dan lain sebagainya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah tetap bersatu dan memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari segala upaya disintegrasi bangsa.
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri," demikian kalimat motivasi yang pernah dilontarkan Soekarno.
Kalimat motivasi itulah yang terus saya dengungkan dalam diri saya. Kemerdekaan bukan soal kebebasan, namun juga tidak lepas dari mempertahankan nilai-nilai kebajikan yang telah diperjuangkan para pahlawan bangsa.
Lagu "Satu Nusa Satu Bangsa" dari Cokelat Band masih mengalun ketika saya melangkahkan kaki ke meja kasir untuk membayar bubur ayam dan beberapa bungkus makanan untuk saya bawa pulang.
Ketika kasir menyodorkan struk tagihan, saya tersenyum. Ternyata ada promo "Merdeka Diskon 7% plus 7%". Saya sadari, ini adalah cara warga, terutama pelaku usaha dalam memeriahkan HUT ke-77 kemerdekaan Indonesia.
"Ada diskon khusus hari ini, Pak. Setiap pembelanjaan makanan atau minuman sebesar Rp 100.000 akan dapat diskon '7% plus 7%'," kata Supervisor Waroenk Seafood Wanda Bunga sembari menyodorkan selembar struk makanan saya.
Saya kembali tersenyum, angka "7 dan 7" sudah barang pasti merepresentasikan "77", usia bangsa kita sejak founding father Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 1945 silam.
Tak peduli bagaimana cara warga terlibat merayakan kemeriahan HUT ke-77 kemerdekaan Indonesia, acara santap sendiri saya hari ini dipenuhi permenungan dalam momentum HUT ke-77 kemerdekaan Indonesia.
"Sudahkan saya berkontribusi bagi negeri ini?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H