Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Ketika Steik Tidak Melulu Soal Daging Sapi

16 Agustus 2022   11:07 Diperbarui: 16 Agustus 2022   11:12 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seperti kebanyakan objek lainnya, jika menyoal kuliner tentu tidak akan ada ending-nya. Selalu saja ada perkembangan baru bernama inovasi yang lahir dari rahim kreativitas peraciknya, khususnya para koki atau chef yang membidanginya.

Perkembangan dalam urusan "lidah" tersebut berkontribusi mengangkat citra kuliner sebagai salah satu budaya dan warisan dunia bukan benda yang tidak dapat dinafikan. Bahkan, beberapa menu khususnya makanan tradisional Indonesia seperti rendang telah diakui publik mancanegara (survei CNN, 2011) sebagai salah satu menu terlezat di dunia.

Hal itu tentu patut diapresiasi, pasalnya makanan Nusantara khas Minang tersebut selain didapuk sebagai salah satu makanan ter-"yummy" dunia, juga telah didaftarkan ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia.

Indonesia sendiri masih memperjuangkan menu rendang supaya diakui UNESCO. Pendaftaran rendang asal Sumatra Barat itu sebagai warisan budaya Indonesia ke UNESCO, tidak lepas lantaran pengaruh Anthony Bourdain pada gelaran akbar kuliner "World Street Food Congress 2017" di Manila, Filipina.

Dukungan ini dilakukannya lantaran ia berkaca terhadap kualitas dan kekayaan kuliner Indonesia yang memiliki karakter unik.

Seperti diketahui, Anthony Michael Bourdain adalah koki sohor, penulis, dan tokoh televisi yang populer di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS). Berbagai media dunia bahkan mengakui dan menobatkan Bourdain sebagai salah satu koki paling berpengaruh di dunia.

Terkait rendang yang notabene berbahan dasar daging sapi, tidak sedikit pelaku kuliner yang mencoba menggantinya dengan bahan dasar lain. Beberapa contoh kasus upaya penggantian daging sapi ke daging nonhalal yang belum lama ini mengemuka, seperti kasus "Babiambo" adalah salah satu dampak dari bagaimana populernya menu rendang ini.

Menyoal daging sapi, selain bahan dasar untuk pembuatan rendang, daging sapi juga menjadi bahan utama pembuatan steik yang sering juga disebut "steak". Steik seiring kemajuan kuliner telah dikembangkan sedemikian rupa, sehingga tidak hanya menggunakan daging sapi tetapi juga daging lainnya seperti daging ayam, ikan, bahkan tempe!

Seperti diketahui, hidangan steik atau bistik saat ini makin digemari penikmat kuliner dari berbagai kalangan, khususnya di kota-kota besar.

Steik yang lazimnya terdiri dari sepotong besar daging, biasanya daging sapi, dada ayam, dan ikan ini yang dulunya masif dikonsumsi orang-orang Eropa dan AS, kini telah merambah dan menjadi tren sarapan warga dunia, tidak terkecuali di Tanah Air.

Salah satu resto di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Waroenk Oebufu tidak ketinggalan mengakomodir kebutuhan steik bagi para penikmat kuliner di daerah berjuluk "Kota Sasando" ini.

Dalam upaya merangkum pembahasan terkait kuliner untuk artikel "Foodie" di Kompasiana.com, penulis berusaha menggali validitas bahan tulisan ke berbagai sumber termasuk langsung kepada pelaku kuliner dan koki yang mengepalai kompartemen pantry restoran ini.

"Tidak sekadar steik biasa namun kami menawarkan steik unik berbahan ayam yang dinamakan Double Decker," jelas Head Chef Waroenk Group Ahmad Niko saat ditemui belum lama ini di Waroenk Oebufu, Jalan WJ Lalamentik, Oebufu, Kota Kupang.

Menurut Niko, steik yang ditawarkan pihaknya lain dibandingkan steik yang ditawarkan restoran ataupun kafe pada umumnya.

"Sebab tidak hanya lezat dengan bahan daging ayam yang legit tetapi juga karena porsinya yang lebih besar," bebernya.

Besar yang dimaksud Niko tidak lain lantaran potongan daging ayam yang disajikan pihaknya adalah ganda atau "double".

"Tak hanya itu sebenarnya, pelengkap daging ayam kami juga tidak kalah lezatnya, karena ada potongan-potongan kentang goreng atau french fries, saus mayonais dan bolognese, serta potongan wortel dan buncis," paparnya.

Niko mengungkapkan, bahan steik tersebut dipotong selebar kurang lebih telapak tangan orang dewasa dengan ketebalan sekitar 1,5 sentimeter.

"Setelah dilumuri perisa seperti lada, garam, serta bumbu lainnya, selanjutnya, dipanggang atau digoreng menggunakan mentega," imbuhnya.

Niko menjelaskan, kebanyakan steik dipotong tegak lurus dengan serat otot. Tujuannya agar hal tersebut menambah kelegitan daging.

"Steik biasanya dimasak dengan cara dipanggang, walaupun juga lumrah digoreng atau dibroil," tutupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun