Dalam keseharian, kalimat "ngopi, yuk" atau "ngeteh" sudah akrab di telinga orang Indonesia. Ngopi yang berarti minum kopi atau ngeteh yang minum teh merupakan ajakan seseorang kepada lawan bicaranya sebagai asosiasi kekerabatan yang sudah mengultur di Tanah Air. Tentu saja dengan cara minum bersama, baik kopi maupun teh.
Hal itu pun berlaku untuk beberapa komunal remaja dalam mengajak teman mereka minum sesuatu, misalnya "nyendol, yuk" yang berarti mengajak untuk minum cendol.
Sejatinya, beberapa menu Nusantara baik makanan maupun minuman seperti cendol ini sudah tidak dapat dipisahkan dari keseharian masyarakat Indonesia.
Lantaran sudah sangat merakyat, makanan ataupun minuman tersebut sudah menjadi menu ikonik.
Dalam jajaran menu yang ditawarkan pelaku usaha kuliner, es cendol sudah tidak terpisahkan dari konsumsi masyarakat di Tanah Air.
Pasalnya, minuman yang dulunya dianggap hanya dikonsumsi kalangan grassroot atau akar rumput, kini hadir memperkaya aneka menu khususnya beverage yang masif dijual berbagai kalangan bahkan di tingkat elite seperti restoran dan subresto hotel berbintang.
Seperti diketahui, es cendol adalah minuman khas Sunda yang dulunya terbuat dari tepung produk lawas berlabel "hunkwe". Kendati demikian, saat ini cendol juga terbuat dari tepung beras, disajikan dengan es parut serta gula merah cair dan santan. Rasa minuman ini sendiri manis serta gurih.
Di daerah "Parahyangan" alias Jawa Barat yang hegemoni didiami suku Sunda, minuman ini dikenal dengan nama "cendol" saja, sementara di Jawa Tengah dikenal dengan nama "es dawet".
Dalam proses pembuatannya, tepung beras diolah dengan diberi pewarna hijau dan dicetak melalui alat atau saringan khusus, sehingga berbentuk buliran. Pewarna yang digunakan lazimnya dari daun suji atau daun pandan.
Di Jawa Barat, cendol dibuat dengan cara mengayak kukusan tepung beras yang diwarnai dengan daun suji dengan ayakan, sehingga diperoleh bentuk bulat lonjong yang lancip di ujungnya. Di daerah ini, minum cendol juga kerap disebut "nyendol" yang biasanya disajikan sebagai pencuci mulut atau sebagai makanan selingan.
Terkait es cendol, salah satu restoran di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Waroenk Seafood, juga menyediakan minuman yang diklaim berasal dari Jawa Barat tersebut.
"Kami memang sengaja mengangkat minuman ini untuk memperkaya beverage Nusantara yang sudah ada, seperti es pisang ijo, es podeng, dan masih banyak lainnya," terang Supervisor Waroenk Seafood Wanda Bunga saat ditemui belum lama ini di Jalan Veteran 18, Fatululi, Kota Kupang.Â
Menurut Wanda, selain hal tadi manajemen juga menyediakan es cendol lantaran melihat animo pelanggan yang cukup apresiatif terhadap menu-menu Nusantara pihaknya.
Ia menambahkan, kendati sebelumnya dikenal sebagai minuman grassroot atau kalangan akar rumput, namun saat ini es cendol sudah "naik kelas".
"Buktinya, es cendol sudah tidak lagi hanya dijajakan penjual di pinggir-pinggir jalan maupun gang-gang kampung dengan gerobak dan warung-warung kecil, namun sudah dijual di resto-resto mewah," klaim Wanda.
Ia memaparkan, kompartemen pantry pihaknya senantiasa berkreasi terhadap minuman itu.
"Selain Es Dawet (es cendol original), kami juga ada varian es cendol lainnya di antaranya Es Cendol Kacang Merah, Es Cendol Alpukat, dan Es Cendol Durian, urai Wanda.
Ia mengklaim, es cendol saat ini merupakan salah satu minuman paling laris pihaknya.
"Dari demikian banyak varian minuman, es cendol adalah salah satu minuman paling diburu pelanggan," kata Wanda.
Selain lantaran telah merakyat, sebutnya, es cendol juga termasuk minuman yang "memorable". Memorable yang ia maksud tidak lain karena minuman yang berbahan pewarna dari daun suji tersebut gampang diingat dan sederhana dalam peracikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H