Mohon tunggu...
effendi siradjuddin
effendi siradjuddin Mohon Tunggu... -

co-founder forum komunikasi perusahaan migas TAC (Technical Assistant Contract) dan 2006 co-founder dan chairman Aspermigas (Asosiasi Perusahaan Migas Nasional) serta Kaukus Migas Nasional (Federasi Asosiasi-asosiasi Perusahan Jasa dan Barang Nasional serta Asosiasi Profesi). Terakhir tahun 2008 co-founder Lembaga Pengkajian Pembangunan Nasional yaitu Entrepreneurial State 2020 Institute of Research.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Langsung Ataupun Tidak Langsung Keduanya Tak Menyelesaikan Masalah

25 September 2014   23:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(PANCA REVOLUSI, SOLUSI TUNTAS AKAR DARI AKAR MASALAH BERBANGSA & BERNEGARA)

Drama akrobat politik yang tak lucu ditonton rakyat, hari ini sidang paripurna DPR RI memutuskan PILKADA Langsung atau Tak Langsung (melalui DPRD). Apapun keputusannya takkan berarti bagi rakyat, cengkeraman koruptif partai politik merampok aset negara makin merajalela.

Disisi lain Indonesia dihadapkan pada lima defisit besar dan masif, agar tidak menenggelamkan NKRI dalam dekade ini, olehnya dibutuhkan langkah besar, cepat dan transformatif bahkan revolusi berupa revolusi defisit energi; revolusi defisit pangan dan lingkungan; revolusi defisit moral, etika, hukum melawan korupsi; revolusi defisit APBN dan revolusi perubahan sistem politik/UU politik atau disingkat Panca Revolusi. Defisit pertama s/d ke empat adalah akibat daripada kerusakan sistem politik

Sistem partai sudah berumur lebih dari 100 tahun merupakan turunan dari konsep trias politika Montesqiue 1776, sistem negara yang berbasis distribusi kekuasaan. Pejabat publik ditentukan oleh mekanisme kepartaian dan mekanisme pemilihan umum yang berbasis pd sistem perwakilan. Namun dalam prakteknya sistem perwakilan ini dengan mudah dipelintir, dibeli dan dikuasai oleh kekuatan uang korporasi pada 3 cabang kekuasaan, bahkan dua kekuasaan diluar pemerintahan pun sperti media dan LSM juga dikuasai oleh kekuatan uang, sehingga UUD/UU serta institusi politik negara praktis seluruhnya dikendalikan oleh uang tidak lagi berfungsi untuk memberi perlindungan pada mayoritas warga negara bahkan dijadikan komoditi bisnis politik.

Apakah ada alternatif lain yang tidak pada sistem distribusi kekuasaan yang sudah dikendalikan uang?

Ada.... Saat ini sistem negara yang ada mirip piramida, rakyat sebagai pondasi dari negara (menerima beban paling besar) dan memilih wakilnya didalam partai. Partai-partai ini yang ikut dan menang dalam pemilu menjadi pilar lembaga legislatif. Tahapan dua, pada pilpres, partai-partai yang masuk lembaga legislatif membentuk koalisi dan sesuai UU berhak mencalonkan presiden utk ikut pilpres.

Tahap terakhir, saat membentuk pemerintahan, presiden mau tidak mau terikat pada partai dan koalisi partai yang mendukungnya pada pilpres, sehingga kabinet yang dibentuk mencerminkan keinginan dari partai-partai politik. Ditambah lagi biaya yang dikeluarkan utk pileg dan pilpres yang menggunakan biaya sendiri dan sumbangan dari korporasi, menyuburkan dominasi korporasi.

Sebagai ide awal (yang pasti bukan yang terbaik), seharusnya mayoritas warganegara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi diilustrasikan dalam bentuk piramida terbalik, rakyat tidak menunjuk wakil rakyat bahkan menuntut & mensyaratkan partai-partai/non-partai-partai menyiapkan paling tidak 1-2 tahun sebelum pemilu & mengajukan paket pemerintahan beserta program yang terbaik untuk dipilih & dilegitimasi final & tuntas oleh rakyat sebagai kontraktor pelayan rakyat yang terbaik. Bekerja berbasis produktivitas bukan berbasis kekuasaan, yang kalah dalam pemilu tidak usah duduk dalam pemerintahan pusat & daerah dan parlemen (DPR, DPRD), hanya yang terbaik yang duduk di pemerintah dan parlemen.

Sebagai gambaran ada Lima Keuntungan Sistem Pemilihan Paket Pemerintahan Produktivitas Tinggi 3 in 1 (paket aspirasi rakyat, paket program terpadu & paket rezim pemerintah terpadu pusat & daerah (presiden, wakil, menteri2, gubernur, bupati/walikota, ± 540 orang Indonesia terbaik): Pertama, terdapat satu kesatuan langkah dari negara melalui 1 rezim pemerintahan, sehingga semua potensi nasional hanya dikerahkan kepada 1 tujuan bersama; Kedua... Terciptanya motivasi yang kuat dari para pelaksana pemerintahan karena program-program yang dijalankan telah dipersiapkan sejak lama dan dilegitimasi oleh rakyat didalam pemilu; Ketiga.....tidak akan lagi ditemui jual beli kekuasaan karena biaya kebutuhan partai & fasilitas kampanye calon penyelenggara negara disediakan sepenuhnya oleh negara & diaudit ketat oleh negara, paket koalisi pemerintahan telah disiapkan dan disosialisasikan paling tidak 3 bulan, sebelum pemilu dilaksanakan; Keempat.... orang-orang yang nantinya akan memimpin benar-benar orang yang terbaik dibidangnya masing-masing beserta program terbaiknya; Kelima.... bagi calon penyelenggara pemerintah dapat bertukar informasi tentang pengalaman dan database pemerintah yang sedang berjalan sehingga kedua pihak pemerintahan mendapatkan benchmarking baru untuk diperbaiki dan pembangunan berkesinambungan.

Mari bertukar pikiran dengan ide-ide yang lebih konstruktif termasuk agenda politik untuk merealisasikannya....

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun