Mohon tunggu...
Efendi Rustam
Efendi Rustam Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya memiliki ukuran moral dan persepsi sensualitas yang mungkin berbeda dengan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

DivoSaga, Membangun Empati Lewat Game Online

28 September 2013   23:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:15 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari seorang teman menanyakan kepada saya, "Apa kegiatan kamu sekarang, kok jarang nongol kalau malam...??". Dengan singkat saya jawab kalau saya bermain DivoSaga. Bak gayung bersambut, dia pun mengatakan hal yang sama, bermain DivoSaga. Sebagai seorang maniak game, dia mengatakan agar terus meningkatkan stamina, jaga kesehatan karena wabah kekurangan tidur akan terus meningkat seiring dengan dirilisnya lagi server baru di Indonesia. Setelah Hell Gate kini ada Ash Pit.

Bagi yang pernah memainkan Wartune tentu tidak asing lagi dengan DivoSaga, salah satu game browser modern dengan konsep Real Time RPG yang menampilkan gambar animasi yang halus dan menarik. Salah satu feature dalam permainan ini, pemain bisa membangun guild atau clan sehingga para pemain terbagi dalam komunitas-komunitas kecil yang saling bersaing menjadi yang terkuat. Disinilah muncul interaksi antar pemain untuk saling bekerjasama dalam komunitas mereka.

A Playful Spirit Can Change The World, sebuah tema yang pernah diangkat dalam Tokyo Game Show yang merupakan ajang pemeran game terbesar di dunia. Bagi sebagian orang mungkin terlalu lebay bila dikatakan sebuah game bisa merubah dunia. Hanya karena semangat bermain game ?? Bagi saya, bisa iya bisa tidak. Semua tergantung dari perjalanan game itu sendiri, banyak tidaknya yang memainkan dan perawatan dari pihak pengembang game itu sendiri.

Permainan yang mungkin awalnya biasa-biasa saja, di suatu hari bisa jadi sangat luar biasa. Permainan yang mungkin bagi sebagian orang dianggap tidak produktif berubah menjadi permainan yang kreatif dan inovatif. Sebuah penelitian di Universitas Tokohu, Sendai, Jepang, mengatakan bahwa sebuah permainan yang dituduh hanya membuat bodoh, terisolasi, ketagihan, mengganggu kesehatan, dan penyebab kekerasan bisa berubah menjadi permainan yang membuat pintar, para pemainnya menjadi lebih gemar membaca, membantu mereka bersosialisasi dengan beragam karakter dan komunitas, menghilangkan stress, dan menjadi energi pemulih bagi mereka yang didera keletihan dari rutinitas aktivitas pekerjaan.

DivoSaga sebuah game online memungkinkan setiap pemainnya saling berinteraksi langsung satu sama lain. Sebagai game yang berorientasi kapitalis, permainan ini cenderung membentuk sifat komsumtif dan hedonis sebagai cara pandang efektif untuk memenangkan setiap event-nya. Siapa yang berani mengeluarkan uang lebih, dialah yang jadi pemenangnya. Yang kuat mengalahkan yang lemah adalah inti dari permainan ini. Namun maraknya obrolan-obrolan yang bersifat menghina menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati. Perang chat sering kali lebih heboh dan panas dari pada gamebattle-nya. Pemicunya adalah lebih didorong perasaan para pemainnya yang tidak mampu mengontrol beban sosio emosional antara hiburan dan media sosial. Di sinilah dikatakan bahwa karakter atau sifat seseorang bisa diketahui dari cara dia bermain dan berinteraksi dengan pemain lainnya.

Beruntunglah di game ini ada feature guild atau clan, tempat para pemain saling berhimpun dan berkumpul. Walaupun terjadi persaingan antar guild namun segala kegiatan permainan di dalam guild menjadi suatu nilai positif. Kerjasama dan saling membantu antara pemain yang mempunyai power besar dengan mereka yang powernya kecil menjadi faktor pendorong dalam peningkatan empatic concern antar pemain, yakni kemampuan individu untuk berbagi ilmu dan pengalaman tanpa rasa takut untuk di-salip kekuatannya.

Fasilitas guild chat membantu pemain mengetahui dan memahami emosi pemain lain. Dengan empati, pemain dituntut untuk mengubah pola pikir yang kaku menjadi fleksibel, egois menjadi toleran, dan memiliki inisiatif membantu orang lain. Kesadaran bahwa setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda akan mampu membuat seseorang menyesuaikan diri sehingga terjadi komunikasi efektif. Dengan empati, seorang pemain bisa menghilangkan ketidaknyaman pemain lain melihat tingkahnya. Membangun mental emosional dengan empati akan meningkatkan kesadaran diri, keterbukaan, kepercayaan, dan keterampilan membaca karakter orang lain. Memahami game sebagai hiburan dan media sosial, bukan tidak mungkin semangat bermain dari para pemainnya akan mampu merubah dunia.

Salam dari Hell Gate. Bravo Mostwanted.

Char Randeyang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun