Mohon tunggu...
Efendi Muhayar
Efendi Muhayar Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki dengan pekerjaan sebagai ASN dan memiliki hobby menulis artikel

S-2, ASN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rumor Ahok Jadi Menteri Tak Ada Gunanya

5 Juli 2020   20:40 Diperbarui: 5 Juli 2020   21:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Selanjutnya, jika kita kaitkan Pasal 22 UU No. 39 Tahun 2008 dengan Pasal  156a  KUHP  tersebut, maka Ahok dipastikan tidak bisa menjadi menteri, karena syarat  menteri itu tidak bisa divonis karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih,  dan vonisnya  itu adalah sudah vonis berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kita tahu bahwa Ahok sudah divonis dengan vonis 5 (lima) tahun   dan kasusnya sudah inkracht, dan Ahok sendiri saat ini sudah bebas. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa  dengan  dua UU ini,  dan sepanjang tidak ada perubahan UU, maka sampai kapanpun Ahok tidak bisa menjadi menteri.  

Kemudian timbul pertanyaan, terutama oleh para Ahokers (pendukung Ahok) yang merasa  ketentuan ini tidak adil untuk Ahok. Oleh karenanya, untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya kita  harus melihat bahwa  pertama, pasal ini tidak saja diperuntukkan buat Ahok semata, tapi juga berlaku untuk semua orang, karena kita tahu sudah banyak para narapidana yang sebenarnya orang-orang yang menjadi tokoh dan berpotensi menjadi menteri,  namun  terjerat kasus korupsi  yang kemudian  dihukum lebih dari 5 (lima) tahun. Jadi yang dipentingkan dalam hal ini adalah ancaman hukumannya, bukan berapa tahun mantan narapidana itu dihukum atau divonis. Jadi dengan UU  KUHP tersebut, mereka tidak boleh menjadi menteri.

Kedua,  ada harapan jika pasal ini ingin dipersoalkan. Langkah yang perlu dilakukan adalah dengan mendatangi  Mahkamah Konstitusi (MK) untuk minta pembatalan pasal tersebut atau tafsir pasal tersebut  yang barangkali lebih menguntungkan seseorang yang pernah divonis karena melakukan tindakan  pidana dengan ancaman 5 (lima) tahun atau lebih. Hal ini pernah dilakukan oleh   Budiman Sudjatmiko dengan Hendryjosodiningrat. Pada ketentuan pasal  mereka mengatakan dan  meminta agar pasal ini  dihapuskan, yang akhirnya MK memberikan keringanan. Keringanannya adalah, pasal ini  tidak berlaku  untuk  tindak pidana politik. Namun jika kita hubungkan dengan kasus Ahok, maka Ahok tidak masuk dalam tindak pidana politik, meski  kasusnya bernuansa politik. Keringan kedua adalah, tidak berlaku untuk kealpaan ringan seperti contoh, pernah Hendrjosodiningrat menabrak orang hingga tewas dan dianggap itu sebuah kealpaan, sehingga akhirnya beliaupun pernah menjadi anggota DPR RI. Budiman Sujatmiko pun demikian, pernah masuk menjadi angota DPR RI meski beliau pernah terkena pidana  politik.

Namun sampai saat ini belum ada satu orangpun yang  membawa kasus dalam UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara  ini ke MK. Oleh karena itu,  selama masih ada ketentuan Pasal  22 huruf f, maka selama itu pula Ahok tidak bisa menjadi menteri. Jadi, rumor yang beredar di publik  tentang Ahok yang akan menjadi menteri adalah rumor yang tidak ada gunanya. (fy/5/7/2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun