Mohon tunggu...
Efendi Muhayar
Efendi Muhayar Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki dengan pekerjaan sebagai ASN dan memiliki hobby menulis artikel

S-2, ASN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kuasa Presiden Atas Aparatur Sipil Negara

4 Juni 2020   15:50 Diperbarui: 4 Juni 2020   15:55 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By : Efendi Muhayar (Analis Kebijakan Setjen DPR RI)

Masyarakat  bahkan  Aparatur Sipil Negara (ASN) mungkin   belum banyak yang  mengetahui  bahwa Pemerintah dalam hal ini Presiden telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2020 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kehadiran PP ini oleh  beberapa kalangan dianggap sebagai upaya Presiden untuk menguasai ASN dan Presiden dianggap terlalu jauh mengurusi kerja ASN. Namun demikian, untuk menambah informasi, dan jangan sampai salah faham dengan tujuan lahirnya PP ini, maka penulis  mencoba untuk sedikit memberi masukan tentang hal-hal yang berkaitan dengan PP No. 17 Tahun 2020 ini terutama yang penulis anggap substansinya paling crusial dimana Presiden diangggap terlalu menguasai ASN.

Dalam PP No. 17 Tahun 2020 ini, perubahan yang mencolok terjadi pada Pasal 3, dimana terdapat satu ayat  baru, yakni ayat (7), dari awalnya yang hanya berisi 6 ayat. Ayat baru itu berbunyi : Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditarik kembali oleh Presiden dalam hal:  Pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian); atau Untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.

Adapun pada ayat 2, menyatakan bahwa, Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan  pemberhentian  ASN kepada :

  • menteri di kementerian ;
  • pimpinan lembaga di lembaga pemerintah non-kementerian ;
  • sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga non structural ;
  • gubernur di provinsi ; dan
  • bupati/walikota di kabupaten/kota.

Pemerintah menilai, bahwa penambahan  Pasal 3 yang semula 6 (enam) ayat menjadi  7 (tujuh) ayat dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja ASN dan penerapan sistem merit, dan sebagai upaya untuk meminimalisir pelanggaran sistem merit. Karena sebagaimana diketahui bahwa sistem marit adalah sebagai  suatu  kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

Bahkan dalam suatu pernyataan di media massa Menpan/RB menyatakan bahwa PP No. 17 Tahun 2020 ini dikamsudkan untuk lebih mendorong  pengembangan karir, pemenuhan kebutuhan organisasi dan pengembangan kompetensi ASN. PP  ini  juga dimaksudkan untuk mendorong agar PPK dapat melaksanakan system merit dengan cepat. Namun demikian Presiden dapat meanarik kembali  kewenangan yang telah didelegasikan  ke PPK jika ditemukan pelanggaran sistem merit oleh PPK.

         Perubahan juga terjadi untuk pasal 106, yang berbunyi :

  • JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
  • JPT utama dan JPT madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS.
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai JPT utama dan JPT madya tertentu yang dapat diisi dari kalangan non-PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pada aturan yang lama disebutkan bahwa JPT Utama dan JPT Madya tertentu di bidang tertentu tidak dapat diisi oleh kalangan non PNS.  Namun dalam aturan yang baru ditambahkan penjelasan bahwa  ketetapan tersebut dapat dikecualikan sepanjang ada persetujuan Presiden. Kemudian pada ayat berikutnya dijelaskan bahwa JPT Utama dan JPT Madya yang dapat diisi oleh kalangan non PNS akan diatur dengan Peraturan Presiden. Selain  tambahan pada dua pasal  tersebut, masih ada sejumlah tambahan lain yang memperkuat presiden yang memiliki kuasa penuh terhadap PNS.

 Berkaitan dengan perubahan yang terjadi, maka kritik pun muncul karena  PP No. 17 Tahun 2020 menganggap Presiden terlalu terlibat didalam penentuan ASN, kuasa Presiden dinggap terlalu luas dan dominan dan hal ini  terkesan pemerintah semakin otoriter   dan melegalisasi kekuasan Presiden yang semakin dominan. Selain itu juga dikhawatirkan akan memberi rasa ketakutan kepada ASN, karena dengan PP ini  Presiden bisa memberhentikan dan memidahkan PNS dengan subyektifitasnya.  

 Namun demikian, penerapan kuasa penuh Presiden terhadap manajemen PNS atau ASN tidak bisa sembarangan. Ada sejumlah kondisi yang harus dipenuhi agar hal tersebut bisa diterapkan. Begitu pula dalam pelaksanaannya harus tetap bebasis pada system merit dan  mendapat pengawasan dari Komisi ASN. Selain itu, secara hukum, kuasa Presiden terhadap  ASN  memang sangat kuat di dalam mengangkat, memindahkan dan memberhentikan ASN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun