Mohon tunggu...
Franciscus Sung
Franciscus Sung Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar fotografi

Kelahiran Sambas 1968 sekarang tinggal di Jakarta. Hobby snorkeling dan menyelam, fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengajarkan Metode Enam Topi Berpikir Kepada Pelajar

10 Mei 2012   05:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengajarkan Metode Enam Topi Berpikir Kepada Pelajar

Tulisan ini saya buat karena mendapat banyak pertanyaan seputar Program Six Thinking Hats® untuk Pelajar. Masih banyak para orang tua yang tidak tahu mengenai program ini. Ada juga sebagian yang sudah pernah membaca karya Dr. Edward de Bono dan yang pernah mengikuti seminar tentang Six Thinking Hats®. Sebagian orang mencoba mengaplikasikan apa yang ia ketahui dan pelajari tentang Metode Six Thinking Hats® kepada anak-anak mereka atau kepada murid di sekolah mereka. Namun mereka mengatakan kepada kami bahwa apa yang mereka lakukan belum memberikan hasil yang mereka harapkan. Anak-anak atau murid mereka belum memahami bagaimana menggunakan masing-masing topi.

Di saat kami memperkenalkan Six Thinking Hats® atau Enam Topi Berpikir kepada masyarakat umum, ada orang tua yang mengatakan bahwa anaknya sudah belajar mengenai Six Thinking Hats®. Kami sempat heran karena baru tahun ini The Thinking Methods from Dr. Edward de Bono untuk para pelajar di Indonesia baru secara resmi kami luncurkan bulan Februari 2012. Beliau memberikan lisensi resmi kepada Jadi Kreatif™ di bawah institusi Cakrawala Potensi untuk memperkenalkan Program Six Thinking Hats® untuk Pelajar di Indonesia.

Kemudian seijin orang tuanya, kami melakukan test terhadap pemahaman dan kemampuan  anak mengaplikasikan Program Six Thinking Hats®. Dan kami dapatkan bahwa anak hanya bisa menyebutkan dan menghafal arti masing-masing enam topi tersebut (topi putih, topi merah, topi hitam, topi biru, topi kuning, topi hijau) itupun tidak sepenuhnya benar. Mereka tidak tahu bagaimana menggunakan masing-masing Topi Berpikir dalam kasus atau situasi yang mereka hadapi sehari-harinya. Jadi, apakah sebenarnya materi yang telah mereka pelajari?

Para orang tua kemudian bercerita, bahwa anak mereka belajar Six Thinking Hats® dari seminar-seminar umum yang biasanya instant (baca: 1-2 hari). Ada yang diajarkan oleh guru yang pernah membaca buku Dr. Edward de Bono dan kemudian mengajarkan apa yang dibacanya kepada muridnya.

Dari pengalaman tersebut kami hanya bisa memberitahukan kepada orang tua adalah tidak mungkin bagi seseorang dengan hanya membaca suatu buku yang sangat bermanfaat kemudian karena sudah merasa menguasai dan memahami isi buku tersebut sudah serta merta bisa dan berhak menjadi seorang pengajar. Bila sedemikian gampang, tentu akan muncul banyak guru-guru dengan keahlian khusus.

Materi dalam Program Six Thinking Hats® untuk Pelajar dirancang sendiri oleh Dr. Edward de Bono, dengan mempertimbangkan dan menyeimbangkan kemampuan otak anak dan umur anak. Beliau yang diakui di dunia Internasional sebagai seorang pakar dan penerobos di bidang berpikir ingin menghapus stereotipe yang selama ini dipegang, yakni: berpikir itu harus hati-hati, bebas resiko dan salah. Obsesi beliau tertuang dalam kata-kata yang saya kutip: “My one ambition is that around the world there should be a few more young people who come to say, 'I am a thinker.' I would be even more pleased if some of them were to go further and say: 'I am a thinker, and I enjoy thinking.'" (Salah satu ambisi saya adalah seharusnya lebih banyak kaum muda dari segala penjuru dunia yang berkata: "Saya seorang pemikir." Saya akan lebih senang lagi bila beberapa di antaranya kemudian berkata: "Saya seorang pemikir, dan berpikir itu menyenangkan.")

Kami ingin menanamkan kepada anak bahwa 'berpikir' itu menyenangkan. Berpikir di sini artinya berpikir secara jernih, logis, yang terstruktur dan kreatif di bidang akademis dan ketermpilan hidup sehari-hari. Bukan asal berpikir atau sembrono.

Materi kami tidak mengajarkan anak berhitung, menghafal ataupun mengulang pelajaran di sekolah. Kami tidak juga tidak bisa menjanjikan mengubah anak yang tidak cerdas atau pintar kemudian tiba-tiba berubah menjadi cerdas atau pintar setelah menyelesaikan program. Atau yang sudah cerdas dan pintar kemudian menjadi super cerdas atau super pintar. Yang kami lakukan adalah mengubah pola pikir anak dalam hal berpikir. Kembali saya mengutip kata beliau:

Most of the mistakes in thinking are inadequacies of perception rather than mistakes of logic.”
(Sebagian besar kesalahan dalam berpikir adalah kurangnya persepsi, bukan karena logika yang keliru).

Bukankah sering kita temukan anak yang terlahir sangat cerdas (IQ tinggi) tapi berpikir dengan sembrono. Tak sedikit juga cerita tentang orang yang sukses dan kecerdasan rata-rata saja, namun membuahkan hasil yang sukses dan cemerlang di dalam kehidupannya? Mengapa mereka bisa demikian? Karena pikiran mereka dilatih, karena mereka mempertimbangkan semua faktor dalam pengambilan keputusan!

Oleh: Franciscus Sung
Jakarta, 1 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun