Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Itu Bernama Mirna

13 Desember 2022   05:56 Diperbarui: 13 Desember 2022   06:15 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Wied Efect

Siang itu stasiun Gambir cukup banyak orang-orang yang mau menggunakan jasa Kereta Api. Di pintu utara antrian makin memanjang. Ada papan informasi Kedatangan dan Keberangkatan Kereta. Kebanyakan dari mereka sebelum memesan tiket melihat terlebih dahulu jadwal keberangkatan atau juga sebelum membeli tiket mereka melihat secara online keberangkatan Kereta.

Perlahan-lahan aku melangkah dengan membawa ransel berisi pakaian. Beberapa saat kemudian aku melihat dua temanku tengah duduk, satunya berada agak jauh dari tempatku berdiri sedangkan yang satunya berada beberapa langkang dari aku. Kebetulan ada tempat duduk kosong disebelah temanku itu, aku segera menggunakan kesempatan tersebut untuk duduk disitu.

Seorang gadis cantik berambut panjang melirik kearahku, sekilas aku beradu pandang sebentar. Gadis itu segera melanjutkan membacanya. Bau kertas bacaan memberikan pertanda kalau bacaan tersebut baru saja dibeli.

Aku sendiri tidak begitu mempedulikan, aku sibuk dengan diriku, aku berbincang-bincang dengan teman yang duduk disebelahku. Beberapa saat kemudian dua temanku mengajak keluar, tapi aku lebih suka duduk disitu, disamping mengobati letih berjalan di seputar Monas, tapi ada yang menarik hatiku.

Gadis yang duduk disebelahku, ketika aku sempat melirik wajahnya, kebetulan dia juga sempat berpaling kearah antrian tiket. Hatiku jadi berdebar-debar, ada sesuatu yang berbeda dari gadis tersebut, wajahnya? "Yah wajahnya seperti pernah kukenali", begitu kata hatiku.

Aku merenung begitu melihat wajah gadis itu, siapa? Dan dimana wajah yang pernah kukenali tersebut? Pikir punya pikir, sekalipun berusaha menerawang jauh ke masa lalu, begitu sulitnya mengungkap rahasia tersebut? Ataukah aku memang sudah mulai pikun untuk menerawang jauh-jauh dimasa lalu siapa sebenarnya yang mirip dengan wajah gadis itu? Atau mungkin karena begitu banyak temen wanita yang pernah ku kenal dimasa lalu baik dilingkungan rumah, sekolahan/kampus atau dilingkungan pergaulan lain, tapi pasti itu salah satu dari temenku mirip dengan wajah gadis itu. Siapa? Dimana, pernah bertemu?

"Maaf..?" begitu kakiku tak sengaja menyenggol kakainya yang tengah asyik duduk sambil membaca buku bacaan, dia menatapku sebentar, ada senyum mengembang.

"Mau berangkat kemana adik ini ya?" aku berusaha menyapa walau agak sedikit terbata, dan aku berusaha memberanikan diri menanyakan hal itu.

"Mau pulang om". Jawabnya singkat.

"Memangnya rumahnya mana?"

"Semarang..?"  begitu dia menyebut kota itu, aku terperanjat, akan tetapi tidak begitu aku tampakan, cuma dahiku berkerut. Walau aku masih ragu-ragu, namun ada sesuatu yang berbeda di kota itu dimasa lampau.

Tidak sedikit teman dikota Semarang, baik wanita dan pria, khusus untuk wanita, aku berusaha mengingat wajah yang mirip dengan gadis tersebut. Masih juga belum bisa mengingat.

"Yuk kita naik sekarang." Ajak Ferdy. Aku berdiri, gadis itu menatapku. Aria telah duluan melangkah, disusul Ferdy. Akupun segera mengikuti mereka dengan terlebih dahulu mengucapkan selamat bertemu lagi dikemudian hari, aku memberikan kartu nama pada gadis itu. Dia tersenyum. Senyum yang pernah aku kenali, tapi siapa? Dimana?

Perlahan aku mengikuti kemana temen-temenku melangkah, pikiranku jadi melayang jauh, kebatas yang aku sendiri belum bisa mengurai. Suatu permenungan yang sulit dipecahkan sore itu. Seberapa bisa aku mencoba mencari jawab, pikiranku masih saja belum bisa encer mengingat, "Who is she?"

Jarum jam terus saja berdetak tanpa mempedulikan kegelisahanku, tanpa mempedulikan lingkungan stasiun yang bergemuruh terdengar ketika kereta datang dan pergi. Rupanya temen-temenku agak penasaran bagaimana cara menyambung kepala dan gerbong KA, ketika kereta sudah datang, berada dijalur satu, mereka berdua mengamati bagaimana penyambungan gerbong kereta dengan kepala kereta.

Jam 17.00 wib, perlahan-lahan Kereta Eksekutif Bima meninggalkan Stasiun Gambir. Aku masih saja berpikir tentang gadis itu.

"Mirna...!" sepertinya aku harus lebih berpikir serius lagi, mengingat satu-satu teman yang pernah aku kenal dimasa lalu. Gadis itu bernama Mirna, namun dimasa lalu aku tidak mengenal nama mirna, Cuma wajahnya pernah aku kenali. Efi, dia bukan dari semarang. Efi teman kuliah. Airin dia dari semarang, tapi wajahnya tidak mirip dengan Gadis itu. Sebisa mungkin aku berusaha mengingat peristiwa-peristiwa dimasa lalu, akan tetapi belum juga menemukan titik temu, siapa wajah itu, aku tidak ingin terperangkap dalam impian semata, aku harus menemukan siapa mirip Mirna. Aku tidak ingin terperangkap wajah monalisa yang tak tahu siapa dia tapi ada ketika sudah menjadi lukisan. Lukisan ini memang tidak mirip Monalisa, tapi ada dalam bayang-bayang ku, lukisan ini adalah nyata, aku hadapi di stasiun Gambir siang itu, Mirna, begitu dia menyebut namanya, terasa wajah itu melegenda walau  aku belum juga menemukan wajah serupa dia.

Rasa penasaran tersebut semakin membuat aku termenung, kadang aku kaget, ketika Ferdy menawari minum. Semakin malam udara di gerbong Kereta Api terasa dingin, aku buka selimut yang memang sebagai salah satu fasilitas Gratis. TV KA malam itu ada sedikit gangguan sehingga tidak tayang, Cuma terkadang terdengar suaranya tanpa ada gambarnya, seseorang pernah menanyakan kalau sedang dalam proses perbaikan.

Aku melihat Ferdy dan Aria telah lelap tidurnya. Duduk disampingku seorang wanita dari Mojokerto Jawa Timur, ia asyik dengan laptopnya, sekaligus asyik memejet tut-tut pada HPnya. Dibelakangku dua orang Turis Asing tengah asyik ngobrol. Rupanya turis perempuan yang menurut penilaianku tergolong cantik juga, tidak begitu betah ngobrol dengan lawan jenisnya yang juga Turis asing. Ini kelihatan pada tengah malam perempuan itu melangkah keluar gerbong, ia duduk dekat pintu keluar sambil membaca buku.

Dari Purwokerto masuk seorang lelaki agak gemuk duduk disebelah turis perempuan tersebut. Rupanya turis satunya sengaja duduk disebelah perempuan itu. Ketika tempat duduknya dipakai orang. Lelaki itu melangkah keluar, entah kemana, entah berapa nomor kursi sebenarnya.

Aku hanya membatin saja, memang cukup menggelikan dari awal, ketika Kereta mau berangkat, Turis asing lelaki salah masuk, ia berada disebelah barat di jalur tiga dan empat, sementara turis asing wanita berada di jalur satu. Melihat wanita tersebut lelaki itu segera melangkah dan mencari tempat duduk wanita yang sebenarnya bukan tempat duduknya. Ia memang meminta persetujuan dari salah satu petugas KA, "May I change Number of Chair.." entah apa jawab petugas itu tapi lelaki itu bisa duduk disebelah turis wanita  seksi tersebut. (W. Efect) - Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun