Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimi

19 September 2017   15:11 Diperbarui: 20 September 2017   08:28 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mimi adalah nama panggilan salah seorang temanku, nama lengkapnya adalah Agustina Suyatmi, ia termasuk adik kelas  di salah satu Universitas di Yogya. Sudah dua tahun setelah tidak berjumpa dengannya, karena aku sendiri sudah lulus, ia sendiri sebenarnya kalau menurut ukuran studi juga sudah lulus tahun ini, namun ternyata ia ambil cuti selama satu tahun sehingga baru bisa membuat tugas akhir.

Aku sendiri tidak mengira kalau akan bertemu lagi dengannya pada saat ia menyusun tugas akhir di Kampus, kebetulan juga salah satu temanku yang tinggal di Yogya Bardi namanya juga menyusun tugas akhir, dan meminta bantuanku untuk membuatkan laporan tentang disiplin Kerja. Ia mengadakan penelitian di daerah Sleman. Hal yang justru tidak terduga bahwa, Bardi satu kelompok dengan Mimi pada saat mengadakan penelitian, ia mengatakan kalau dosen pembimbingnya sama, jadi dapat bersama-sama mencari data.

Mimi, begitu melihatku ia nampak ceria dan menanyakan "kenapa ada ditempat ini." Bardilah yang kemudian menjawab pertanyaan Mimi kalau ia mengajakku dan ikut membantu membuat laporan akhir. Wajah ceria Mimi tidak bisa disembunyikan dan hendak selalu berlama-lama ngobrol dengan ku.

Sebenarnya aku sendiri juga tidak enak karena tujuan utamaku ke tempat itu membantu Bardi menyelesaikan tugas akhir, namun Bardi juga tak begitu ambil pusing ketika aku banyak ngobrol sama Mimi.

"Dua tahun terasa cukup lama, kemana saja mas." begitu kata Mimi sewaktu ada waktu senggang tengah ngobrol bersama di teras depan, tempat kami menginap. Aku sendiri tak langsung menjawab pertanyaan Mimi namun akupun segera mengatakan kalau selama dua tahun terakhir aku berusaha untuk mencari pekerjaan "sampai saat ini belum juga mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan". Begitu jawabku pada Mimi yang masih tampak senyum dikulum.

Hari itu aku jadi mengingat sesuatu sewaktu masih kuliah dulu, bersama Mimi yang selalu ceria, tidak berarti aku berusaha untuk menghindar darinya namun sungguh aku sangat mengharapkan bertemu lagi dengannya, walau sebenarnya dapat aku sadari kalau aku memiliki banyak keterbatasan lebih-lebih soal pendanaan hidup sehari-hari, sehingga aku lebih banyak berada dirumah, kalau ada lowongan pekerjaan baru mencari info.

Mimi sebenarnya tahu juga akan kondisi keuangan ku, apalagi sewaktu bersama dia, ia yang selalu nraktir aku bila makan di warung dan itu berlangsung sekitar setahun saat aku mulai kenal dengannya. kalau masalah ekonomi rumah tangga sebenarnya tidak begitu kurang dalam keluargaku namun aku dapat memahami kalau adik-adik ku juga membutuhkan biaya kuliah dan sekolah sehingga aku lebih banyak berdiam diri, jarang meminta jatah ke ortu. Dengan bakat menulis ku kadang mendapatkan Honor dari salah satu media yang bersedia memajang opiniku. Itupun tidak setiap hari, paling sekitar dua mingguan sekali, karena aku harus mencari ide yang dapat diterima oleh masyarakat dan mencari alternatip jalan keluarnya bagaimana?                                                 *

Udara di kota Yogya waktu itu terasa dingin menyentuh tubuh, apalagi malam hari, Malioboro tampak mulai berbenah diri, Mimi kost di jalan Solo di salah satu tempat perawatan kecantikan. Laporan akhir Mimi sudah selesai demikian juga dengan bardi, sudah di Acc Dosen Pembimbing. Dari Bardi juga, aku tahu kabar tentang Mimi, ia mengatakan kalau Mimi berulang tahun. Ini kesempatan bagus agar aku dapat bertemu lagi dengan Mimi. Persoalan yang menurutku klise manjadi perdebatan batin yang hingga saat itu belum juga dapat aku atasi. Sepeda motor yang biasa aku pakai dijual Ortu guna  membayar Kuliah Mirna adikku yang sudah tahun ke tiga jurusan Teknologi Informasi. aku merelakan juga. Cuma persoalannya, dengan cara bagaimana aku bisa menemui Mimi saat merayakan Ultahnya. "Tentu ia sangat menantikan kedatanganku", begitu kata batinku.

Karena begitu ingin nya menemui Mimi saat hari ulang tahunnya, aku mengajak bardi ke tempat Kost Mimi. Rupanya Mimi tidak sependapat ketika aku mengajak Bardi, ia justru sering cemberut, dialog nya juga tak begitu ceria bila dibandingkan saat ketemuan cari data di Sleman. Aku berusaha untuk mejelaskan kondisiku, namun Mimi tak mau menerima alasan seperti itu. Akhirnya yang seharusnya hari ulang tahun dilaksanakan dengan ceria justru berbalik menjadi rasa  tidak enak, rasa canggung.

Aku sendiri sebenarnya paham juga akan kondisi yang dialami Mimi, tapi ya karena situasi dan inginnya bertemu akhirnya aku laksanakan juga walau harus mengajak Bardi. Dan karena kondisi ku memang lagi tak begitu beruntung, karena fasilitas yang kurang. Aku lebih banyak berada dirumah, penginnya juga jalan-jalan sebagaimana temen-temen namun ya begitulah!!

Padahal aku mengerti kalau Mimi sering cemberut bila aku datang ke tempat kost nya, ini juga karena aku sering mengajak teman, namun ketika bardi aku suruh mengantarkan ke tempat kost nya dan kusuruh pulang, aku mencoba untuk menanyakan hal-hal yang sering membuatnya cemberut. Ia ternyata mengharapkan kalau datang ke kost nya ya sendirian saja. Aku berusaha untuk memahaminya, tapi aku juga berpikir dengan apa ke tempatnya?

Ini adalah masalahku dan hendaknya aku selesaikan segera, akhirnya ketika adikku tidak ada Kuliah, aku sering pakai motornya, dan setelah itu mimi nampak begitu bersemangat bercerita, bercerita tentang keluarganya, bercerita tentang kuliahnya, bercerita bagaimana menghadapi dosen pembimbingnya dulu. yah... akhirnya aku mendapatkan banyak informasi tentang Mimi.

"Besuk malam minggu jangan lupa kesini ya Mas." aku berkerut, tidak semudah itu aku datang, aku hanya bilang semoga adikku tidak ada jadwal kuliah besok. Mimi berkerut tapi iapun segera tersenyum, "Aku tahu masalah kendaraan kan".

Kuanggukkan kepala, ia membiarkan aku keluar ruangan, ia nampak masih melihatku hilang ditengah arus kendaraan di Jalan Solo.

                                                                                                          *

Malam minggu memang malam yang sungguh dinanti-nantikan bagi mereka yang lagi dimabuk cinta, sepertinya aku juga terkena hipnotis seperti itu, malam itu aku bersama Mimi, menelusuri Jalan dengan menggunakan sepeda motor, udara terasa dingin menyentuh tubuh ini. Aku sengaja menjadikan malam minggu sebagai hari untuk memberitahukan informasi-informasi yang penting kepada Mimi, sekaligus mempererat hubungan.

Di salah satu warung copy, di sudut kota Yogya, kami berhenti. mimi aku minta untuk memesan copy dan beberapa nyamikan untuk sekedar menemani kami ngobrol. Aku memang ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sungguh sangat penting, berkaitan tentang perjalanan persahabatan kami berdua."Sudah lama kita tidak ngobrol begini ya Mik."

Mimi mengulum senyum, "kelihatannya Mas Bimo hendak mengatakan sesuatu malam ini." Mimi berusaha untuk menerka, aku berusaha untuk menguatkan hati dan pikiran, berpisah untuk waktu yang cukup lama tentu akan banyak kendala yang mungkin terjadi diwaktu yang akan datang. Akhirnya aku mengatakan yang sebenarnya. Ku hela napas panjang, "Aku diterima kerja di Medan Mik." Mimi agak terkejut. Untuk beberapa saat ia berdiam diri, akupun tenggelam pada perdebatan batin yang susah juga untuk aku katakan selanjutnya.

"Terus bagaimana dengan kita?" Tanya Mimi kemudian. Aku tidak langsung berkata, masih menakar kalimat-kalaimat apa yang sebaiknya aku katakan pada Mimi. Lama kami berdiam diri, namun akhirnya aku mencoba untuk mengatakannya,

"Jarak bukan hal yang merintangi hubungan kita khan Mik, bagaimanapun aku dan kamu sudah sepakat untuk menjalin hubungan yang lebih serius. karena itu, aku tetap menunggu mu hingga kita siap nanti. Sepertinya itu kalimat yang baik aku sampaikan pada Mimi, tak tahunya air mata Mimi mulai meleleh ke pipinya. Cahaya lampu yang menyoroti wajahnya nampak kilau airmata membasahi pipi. Ia memeluk erat tubuhku dan seakan tidak mau melepaskan. 

Aku berusaha untuk membisikkan, "Aku ingin tetap setia padamu Mik." itu kalimat terakhir yang aku sampaikan malam itu. 

Kamipun segera berbenah diri melanjutkan perjalanan ke rumah.

September 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun