Mohon tunggu...
Elok Fadillah
Elok Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembawa Mimpi - Melukis Masa Depan

small circle, private life, peaceful mind

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi Kritis: Pancasila sebagai Entitas & Identitas Bangsa serta Profil Pelajar Pancasila dalam Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik Abad 21

17 Mei 2024   09:23 Diperbarui: 17 Mei 2024   09:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, memiliki peranan fundamental dalam membentuk identitas dan entitas bangsa. Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga sebagai pedoman moral dan etika bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan keanekaragaman budaya, adat istiadat, dan tradisi yang ada di Indonesia, sehingga mampu menjadi perekat yang menyatukan berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, penting untuk menguatkan pemahaman dan penghayatan Pancasila, terutama dalam konteks pendidikan yang berpihak pada peserta didik. Pendidikan menjadi wahana utama untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda agar mereka dapat menginternalisasi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tantangan Menghayati Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa

Tantangan utama dalam menghayati Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia meliputi pengaruh budaya asing yang masif. Globalisasi membawa arus budaya asing yang kadang kala tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti individualisme, materialisme, dan hedonisme. Budaya-budaya ini dapat mengikis nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan solidaritas yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Selain itu, kesenjangan sosial dan ekonomi juga menjadi tantangan serius. Ketimpangan dalam akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi menciptakan jurang yang lebar antara kelompok kaya dan miskin. Kesenjangan ini dapat memicu rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan yang berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu, munculnya radikalisme dan intoleransi berpotensi mengancam nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan kebhinekaan yang diusung oleh Pancasila. Radikalisme, yang sering kali mengatasnamakan agama, dapat memecah belah masyarakat dan menimbulkan konflik horizontal. Intoleransi terhadap perbedaan agama, suku, dan ras dapat menghambat upaya membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Penggunaan teknologi digital juga sering kali menjadi wadah penyebaran informasi yang tidak terverifikasi dan konten negatif yang merusak moral dan etika generasi muda. Media sosial, yang seharusnya menjadi alat untuk mempererat komunikasi dan berbagi informasi positif, sering disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan pornografi. Generasi muda yang tidak dibekali dengan literasi digital yang baik akan mudah terpengaruh oleh konten-konten negatif tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memperkuat pemahaman dan penghayatan Pancasila melalui pendidikan yang berpihak pada peserta didik. Pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai Pancasila secara mendalam kepada generasi muda agar mereka memiliki landasan moral yang kuat dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi. Hanya dengan demikian, Pancasila dapat tetap menjadi entitas dan identitas yang kokoh bagi bangsa Indonesia, sekaligus menjadi pedoman dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi penerus yang berakhlak mulia, cerdas, dan bertanggung jawab.

Implementasi Pancasila dalam Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik

Untuk menjadikan Pancasila sebagai fondasi pendidikan Indonesia, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup integrasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum, pelatihan dan pembinaan bagi para pendidik, serta dukungan dari semua stakeholder pendidikan. Pendekatan komprehensif ini memastikan bahwa pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada pengembangan karakter dan moral peserta didik. Dalam hal ini, kurikulum harus dirancang untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, dalam mata pelajaran sejarah, siswa diajak untuk memahami perjuangan para pendiri bangsa dalam merumuskan Pancasila dan bagaimana nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan bernegara. Dalam mata pelajaran sains, siswa dapat diajak untuk merenungkan bagaimana pengetahuan dan teknologi dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia dan menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan sila kedua dan kelima Pancasila.

Metode pengajaran juga harus inklusif, memberikan ruang untuk dialog dan refleksi kritis. Guru harus mendorong siswa untuk berpikir kritis dan mengajukan pertanyaan, serta memberikan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat mereka. Hal ini penting untuk mengembangkan sikap demokratis dan menghargai perbedaan pendapat, sesuai dengan sila keempat Pancasila. Selain itu, refleksi kritis membantu siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah inisiatif yang sangat relevan dalam konteks ini. Projek ini bertujuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam enam dimensi profil pelajar, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, serta berpikir kritis dan kreatif. Dimensi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan siswa untuk memiliki kesadaran spiritual yang kuat dan menjalankan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Berakhlak mulia mencakup nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Berkebinekaan global mendorong siswa untuk menghargai perbedaan budaya dan pandangan, serta mengembangkan sikap toleransi dan persatuan. Gotong royong mencerminkan semangat kerjasama dan saling membantu dalam membangun masyarakat. Dimensi mandiri menekankan pentingnya kemandirian dan tanggung jawab individu, sementara berpikir kritis dan kreatif mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan analisis dan inovasi dalam menghadapi permasalahan.

Teknologi juga harus digunakan untuk mendukung pendidikan yang berpihak pada peserta didik. Platform pembelajaran daring dapat menyediakan konten edukatif yang berbasis nilai-nilai Pancasila, sehingga siswa dapat belajar secara fleksibel dan mandiri. Misalnya, aplikasi pembelajaran interaktif yang mengajarkan sejarah Pancasila, simulasi situasi sosial yang membutuhkan penerapan nilai-nilai Pancasila, atau forum diskusi daring yang memungkinkan siswa untuk berdiskusi dan berbagi pandangan tentang isu-isu aktual yang relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, teknologi dapat digunakan untuk memperluas akses pendidikan ke daerah-daerah terpencil, sehingga semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Dukungan dari semua stakeholder pendidikan juga sangat penting. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mendukung integrasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan, serta menyediakan anggaran dan sumber daya yang memadai. Orang tua dan masyarakat juga perlu terlibat aktif dalam mendukung pendidikan berbasis Pancasila, misalnya dengan memberikan contoh penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong anak-anak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung penguatan profil pelajar Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun