Mohon tunggu...
Efatha F Borromeu Duarte
Efatha F Borromeu Duarte Mohon Tunggu... Dosen - @Malleumiustitiaeinsitute

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Silopsisme dan Hyperrealitas: Ketika Realitas Dipertanyakan dan Ilusi Diterima

3 Juni 2023   11:44 Diperbarui: 3 Juni 2023   11:45 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda menatap ke dalam kedalaman langit malam dan merasa terbawa oleh pertanyaan-pertanyaan metafisik? Apakah bintang-bintang yang berkedip jauh di angkasa itu benar-benar ada, atau mereka hanya perpanjangan dari pikiran kita sendiri? Dalam era di mana kehidupan digital dan realita semakin menjadi satu, pertanyaan-pertanyaan seperti ini menjadi semakin relevan. Berjalan di antara dualitas realitas dan persepsi, dua konsep filsafat, solipsisme dan hyperrealitas, membawa kita pada suatu pengalaman intelektual yang menantang dan mengejutkan sekaligus. 

Solipsisme, konsep yang dalam tinjauan pertama tampak absurd, sebenarnya merupakan kontribusi penting dalam pemikiran filsafat. Solipsisme menegaskan bahwa satu-satunya hal yang dapat diketahui dengan pasti keberadaannya adalah pikiran kita sendiri. Dengan kata lain, apa pun di luar pikiran kita - orang lain, alam, bangunan, bahkan hukum fisika - hanya bisa diasumsikan ada. Mereka mungkin tidak lebih dari sekedar ilusi. Hal ini bisa tampak mengagetkan, bahkan menakutkan, tetapi apabila dilihat lebih dekat, solipsisme sebenarnya memberikan sudut pandang yang unik dalam memahami realitas sebagai konstruksi yang subyektif dan individual. 

Di ujung yang berlawanan dari spektrum pemikiran, pemikiran tentang hyperrealitas mengemuka. Konsep ini, yang dibentuk oleh Jean Baudrillard, menjelaskan kondisi di mana garis antara dunia nyata dan dunia simulasi menjadi kabur dan akhirnya menghilang. Seperti sebuah fatamorgana di tengah gurun, apa yang tampak 'nyata' mungkin hanyalah ilusi, dan apa yang tampak sebagai ilusi mungkin sebenarnya lebih 'nyata' daripada realitas itu sendiri. Evolusi teknologi dan dominasi media sosial telah memperluas dan mendefinisikan ulang konsep hyperrealitas ini. Simulasi dari realitas, melalui gambar, iklan, dan berbagai representasi online, sering kali tampak lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri. Memikirkan ini dapat membuat kepala kita pusing, seolah-olah kita berjalan di atas pasir bergerak. Namun, memahami dampak teknologi terhadap persepsi kita tentang realitas adalah hal yang penting.

(Ilustrasi Ifaz Mansoor)
(Ilustrasi Ifaz Mansoor)

Dua konsep ini, solipsisme dan hyperrealitas, memperluas pemahaman kita tentang realitas dan bagaimana kita mempersepsikannya. Solipsisme memaksa kita untuk mempertanyakan keyakinan kita tentang dunia luar, sementara hyperrealitas mengajarkan kita bahwa realitas yang kita tangkap mungkin tidak lebih dari sekedar representasi atau simulasi yang canggih.

Keduanya juga mencerminkan perubahan dalam masyarakat dan teknologi. Solipsisme mengungkap kompleksitas pengalaman subjektif dan individual, sedangkan hyperrealitas menunjukkan bagaimana era teknologi digital dan media sosial, dengan simulasi dan representasi yang semakin canggih, telah mengubah cara kita memahami dan mengalami realitas. Mengingat kompleksitas dan cepatnya perubahan di dunia digital dan terkoneksi ini, pemahaman tentang solipsisme dan hyperrealitas menjadi semakin penting. 

Dengan memahami kedua konsep ini, kita bisa menjadi lebih sadar tentang bagaimana kita mempersepsikan dan mengalami realitas, serta bagaimana persepsi kita terbentuk dan dipengaruhi oleh masyarakat dan teknologi. Jadi, kali berikutnya Anda menatap langit malam atau melihat gambar orang lain di media sosial, berhentilah sejenak dan tanyakan pada diri sendiri: Apa itu realitas, dan bagaimana saya memahaminya? Di antara pertanyaan-pertanyaan tersebut, Anda mungkin menemukan diri Anda tenggelam dalam labirin solipsisme dan hyperrealitas, namun pada akhirnya, Anda akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang realitas dan peran penting persepsi dalam membentuknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun