"Mba, mba, nunduk, Mba!"
Aku ingat betul sekitar setengah 9 malam beberapa tahun lalu, kami para anker - anak kereta - sebutan untuk para pengguna KRL, disuruh merunduk oleh Walka yang bertugas di gerbong wanita malam itu.
Kereta kami berhenti menunggu antrian sebelum masuk di stasiun Manggarai. Apes, saat itu ada segerombolan orang yang sedang tawuran dan saling melempar.
Sontak saja kami yang tidak tahu kondisi di luar, langsung patuh pada arahan Walka. Sebelumnya memang sudah terdengar suara berdenting yang mengenai tubuh KRL, entah di bagian apanya. Yang berdiri pada merunduk, yang duduk sibuk menutup jendela di belakangnya. Saling jaga agar tak ada yang bahaya.
Perjalanan dalam Walking Tour Heritage Depok yang diinisiasi CLICK Kompasiana dan Kreatoria pekan lalu membuka mataku. Teman-teman dan para pembaca, setiap lembaran jendela KRL, dibanderol harga Rp 2jt.
Begitu informasi yang kami terima dari Bapak Asep Saeful Permana selaku Kepala Depo KRL Depok.
Ya kegiatan walking tour ini dilaksanakan bertepatan dengan perayaan Hari Blogger Nasional sekaligus Hari Sumpah Pemuda yang hanya berselisih satu hari saja di Kota Layangan, alias Depok. Meski kini sulit sekali melihat fenomena layangan di kota Depok di musim kemarau.
Kembali soal kereta. Entah ini bisa dibilang untung meskipun jelas merugikan, biaya itu masuk dalam tanggungan perbaikan. Coba saja kalau pelaku tawuran yang harus bertanggungjawab dengan kerusakan, kira-kira bisa ganti tidak ya? Kira-kira orangtuanya sanggup bayar tidak ya?
Jika tidak, sebaiknya tahan diri untuk tidak merusak fasilitas umum.
Pun jika ekonomi kamu mungkin sangat baik, perlu diketahui pula bahwa tindakan perusakan fasilitas umum seperti KRL bisa dihukum pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan sesuai dengan Pasal 170 KUHP.
Mengintip Depo KRL Depok, tempat parkir sekaligus perawatan KRL
Kegiatan ini membawa saya dan sejumlah peserta lain berkunjung ke Depo KRL Depok, depo terbesar kedua se-Asia Tenggara dengan luas 26 Ha setelah stasiun Tegalluar.
Di sinilah moda transportasi yang murah dan nyaman favorite warga Jabodetabek ini parkir dan mendapatkan perawatan serta perbaikan.
Ada 3 jenis perbaikan terhadap KRL; yaitu daily, monthly dan overhaul. Perawatannya sendiri dilakukan oleh 20 orang petugas yang bekerja secara bergantian.
Perawatan daily merupakan upaya perbaikan yang bersifat ringan. Pengerjaannya berlangsung siang saat penumpang tidak begitu membludak atau malam hari. Dan itu pun terbilang cepat, hanya sekitar 60 menit.
Monthly check sendiri dilakukan dalam periode 1, 3, 6 atau 12 bulanan. Proses pengerjaannya lebih lama dibandingkan daily checking yakni mencapai 8 jam dengan kondisi kerusakan ringan dan sedang.
Sedangkan overhaul adalah perbaikan bersifat tahunan, biasanya 2 atau 4 tahunan. Pengerjaannya butuh 1 bulanan karena kondisi perbaikan yang cukup berat.
Dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah yang terkoneksi dengan instalasi perawatan
Saat berkunjung ke depo KRL Depok, kami juga sempat dibawa berkeliling oleh Pak Asep, melihat langsung bagaimana proses perawatan kereta berlangsung.
Salah satu yang mencolok selama kunjungan tersebut adalah bagaimana instalasi limbah dibuat terkoneksi dengan instalasi perawatan.
Ya, depo ini memang telah menyediakan sejumlah fasilitas seperti area merokok, fasilitas olahraga, area resapan air, instalasi hydrant, area parkir kendaraan, termasuk juga sejumlah instalasi seperti TPS limbah B3, instalasi pengolahan air limbah, serta TPS limbah domestik.
Setiap limbah yang dihasilkan, terutama limbah pelumas, akan dikumpulkan lalu dikirim ke TPS B3 berikut dengan dokumen administrasi ke unit logistik. Dari unit logistik, limbah akan dikirim ke perusahaan pengolah limbah.
Jadi bisa dikatakan, selain memberikan perhatian penuh atas kenyamanan dan keamanan para penggunanya, moda transportasi ini juga menerapkan sistem berkelanjutan.
Menyusuri jejak "presiden Belanda" di Depok
Usai dibawa berkeliling melihat proses perawatan dan sistem perbaikan di depo krl Depok, perjalanan peserta walking tour heritage Depok berlanjut ke daerah Kecamatan Pancoran, tak jauh dari Depo KRL Depok.
Perjalanan ini bertujuan untuk menyusuri jejak "presiden Belanda" di Depok bertahun-tahun silam.
"Dahulu, Depok punya Presiden sendiri!"
Aku bersama beberapa peserta lain dalam Walking Tour Heritage Depok yang diinisiasi CLICK Kompasiana dan Kreatoria, tertawa saat mendengar hal tersebut.
Bagaimana bisa?
...
Ya, dulunya, Depok adalah tanah partikelir yang dimiliki oleh seorang saudagar asal Belanda, Cornelis Chastelein.
Sama seperti VOC pada umumnya, ia juga memiliki keinginan untuk mengekspor hasil bumi ke Eropa. Demi mewujudkan keinginan ini, Chastelein kemudian membeli 150 budak dari pasar budak di Bali yang masih dianggap legal kala itu.
Bedanya, Chastelein tidak sejahat Belanda lainnya. Ia memberi perhatian pada budak-budaknya termasuk dalam urusan pendidikan dan kehidupan berorganisasi yang kemudian menjadi modal bagi budak-budaknya memiliki pengetahuan.
Betul saja, saat Chastelein meninggal dunia, ia membagi warisan tanah yang di Depok menjadi milik budak-budaknya. Keputusan menjadi ahli waris inilah yang kemudian menjadi awal mula pemerintahan sipil yang diberi nama Gementee bestuur Depok tahun 1913.
Total 5 orang yang dipercaya untuk menjadi pengurus di tanah warisan ini, dan ketua pengurusnya disebut Presiden Depok. Pemerintahannya kemudian bertanggungjawab terhadap banyak hal termasuk pendidikan, pertanian, infrastruktur sampai irigasi jadi titik-titik penting untuk diperhatikan.
Ada beberapa titik heritage yang kami kunjungi, mulai dari Cornelis Koffie, Kantor Pemerintahan Depok yang kini jadi RS Harapan Depok dan tak lagi beroperasi. Di sini, kita juga akan menemukan sebuah monumen putih yang dibangun sebagai pengingat 200 tahun wafatnya Chastelein.
Kami juga dibawa berkunjung ke bekas rumah presiden Depok yang terakhir, jonathans, yang letaknya persis di seberang RS Harapan Depok. Kami juga mengunjungi Gereja Immanuel yang dulu digunakan sebagai tempat belajar para budak Chastelein serta Eben Haezer yang kini menjadi SMP Kasih.
Itu dia perjalanan walking tour heritage Depok CLICK dan Kreatoria. Sampai ketemu di perjalanan berikutnya, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H